Kota Kupang, VoxNtt.com- “Ting, ting, ting…” dari kejauhan terdengar bunyi yang tak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat kota khususnya yang tinggal di area Oebobo, Kota Kupang, provinsi NTT.
Tak hanya bunyi yang diantarkan angin spoi-spoi pada siang itu tapi juga aroma sedap yang menarik orang untuk mendekat. Bunyi ini tak lain tak bukan adalah sinyal penjual bakso yang sedang mendekat ke arah Anda.
Suhu panas yang membakar Kota Karang tak menyurutkan semangat pemuda yang hari-harinya mendorong gerobak sorong di sepanjang jalan Fatululi, Oebobo, Kota Kupang.
Walau terasa berat mendorong gerobak, usahanya tak pernah sia-sia mendulang kocekan rupiah.
Mie, pentol, telur dan aneka bumbu yang diracik dalam mangkok berdiameter 20 cm itu sudah terbukti menghipnotis jutaan manusia.
Bahkan salah satu makanan khas Indonesia ini pernah membius orang nomor satu di Amerika Serikat, Barrak Obama dalam kunjungannya ke Indonesia pada tahun 2010 silam.
Siang itu (5/11) cuaca cerah menghiasi langit biru Kota Kupang. Di bawah teriknya mentari, rasa lapar seakan terbayar dengan mencicipi bakso Ivan Atonis (30).
Ivan mengaku, sudah menjual bakso selama dua tahun. Sebelumnya, ayah satu orang anak ini, bekerja sebagai kuli bangunan di salah satu toko bangunan di Kota itu.
Kurang lebih tiga tahun pria asal Bena ini bergumul dengan material bangunan. Namun akhirnya memutuskan berhenti saat mencoba jual bakso selama dua hari.
Pada masa percobaan itu, ternyata ia mendulang keuntungan yang lebih besar dari pada upahnya saat jadi kuli bangunan. Bakso yang ia jual seharga Rp. 10.000 per mangkok itu habis diburu para pembeli.
“Yang penting kita bersih dan rapi sa. Orang sonde akan makan, kalau katong sonde bersih,” ujarnya dalam logat Kupang.
Setiap harinya dia bekerja mulai jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Kepada VoxNtt.com dia mengaku memperoleh keuntungan Rp 500.000 per hari.
Tiga ratus ribunya ia stor ke pemilik bakso, sementara dua ratus ribu menjadi keuntungan bersih bagi pria yang sudah lima tahun melalang buana di Kota Kasih ini.
Pilkada Kota Kupang
Tukar kisah bersama pak Ivan tidak hanya seputar bakso. Pria yang juga gemar mengikuti isu politik di kota Kupang ini menjadi sajian tersendiri bagi kami siang itu.
Bahkan di gerobaknya yang berukuran 70 cm x 150 cm itu, tertempel beberapa stiker salah satu pasangan calon yang akan bertarung di Pilkada Kota Kupang.
Pertama saat ditanya tentang makna politik, penjual bakso yang disebut Soekarno sebagai kaum marhaen pada pidato di depan rakyat Jakarta tahun 1949 ini, melihat politik sebagai judi kaum berduit.
Menurutnya, pilkada itu seperti judi kaum berduit dimana ada menang dan kalah.
“Kalau bukan menang berarti kalah. Kita yang kecil ini tetap seperti ini pak” katanya.
Pengalamannya sendiri selama berkali-kali mengikuti pilkada membuatnya miris dengan janji politik yang sedang beredar.
Salah satu pengalaman itu terungkap saat ia ingin meminjam uang di salah satu bank di Kota Kupang pada tahun 2014 silam. Peristiwa yang selalu ia kenang itu membuat hati kecilnya teriris sakit.
Kala itu ia hendak meminjam uang di Bank untuk usaha bakso, namun karena tak cukup jaminan usahanya batal hingga kemudian memilih jadi kuli bangunan.
Sementara itu, lanjut Ivan, orang-orang kaya yang seharusnya sudah mapan malah diberi kemudahan oleh bank untuk berinvestasi.
Pengalaman ini pun membuat ia memilih untuk tidak bergantung dengan pemerintah.
“Lebih bae jual bakso pak dari pada mengemis di pemerintah. beta su trauma” ujarnya dalam dialek Kupang.
Terkait beberapa stiker salah satu bakal calon yang tertempel pada gerobak miliknya, ia mengaku itu adalah pilihan politiknya.
“Ini harapan pak, kalau toh nanti tidak memihak kita mau apa lagi” imbuhnya.
Saat ini, pemerintah kota Kupang memang lagi gandrung dengan berbagai investasi perhotelan, mall, hypermart yang dinilai mengancam eksistensi usaha kecil menengah di Kota ini.
Bahkan sayur, buah-buahan, jagung, nasi goreng, juga bakso yang biasa dijual di emperan jalan, sudah terpampang di pusat-pusat perbelanjaan mewah tersebut.
Bukan tidak mungkin jika tidak ada aturan khusus yang mengatur, suatu saat usaha-usaha kecil seperti yang dijalankan Bapak Ivan terancam bangkrut.
Fakta sudah membuktikan bahwa shoping di mall dan hypermart lebih digandrungi masyarakat perkotaan karena terkesan lebih bergengsi dan sehat ketimbang yang dijual orang kecil seperti Pak Ivan serta pedagang kecil laiinya. (Andre/VoN)