Belajar agama Islam dengan cara paksa memang membuat Vera hingga kini sudah mahir menghawal sejumlah ayat Al-Qur’an. Walau belum semua ayat dihafal, namun lantaran dipaksa ia juga sangat mahir melakukan tradisi-tradisi umat Islam semisal cara berdoa.
Ruteng, VoxNtt.com- Kampung Karot Wul, Desa Wae Renca, Kecamatan Cibal Barat, Kabupaten Manggarai-Flores merupakan tempat awal mula drama pilu dan kisah sengsara itu.
Pada Mei 2014 lalu sekitar sebulan pasca tamat dari Sekolah Dasar Inpres (SDI) Wae Renca, Vera langsung dipaksa pamannya, Stanis Rado untuk bertaruh nasib ke Makassar.
Veronika Jelima (14 tahun saat itu), begitu nama lengkap Vera, tanpa protes saat diajak pamannya untuk merantau ke Kota Daeng.
Pasalnya, remaja putri yang masih di bawah umur ini diiming-iming akan mendapat pekerjaan layak dan boleh melanjutkan pendidikan ke SMP setiba di sana.
Maklum, Vera sendiri memiliki sejarah kelam yang sungguh menyedihkan. Betapa tidak, ia ditinggalkan Fabianus Modong, ayanda tercinta saat berumur dua tahun.
Ia dan kakaknya berstatus yatim setelah ayanda meninggal dunia akibat penyakit yang diderita pada tahun 2002 lalu.
Setelah kepergian ayanda, duka dan lara seakan selalu merongrong kehidupan Vera dan kakaknya. Entah kenapa, dua tahun kemudian Susana Din, ibunda mereka mengambil pilihan menikah lagi.
Walau sedih ditinggal sang ayah dan ibu, Vera dan kakaknya terpaksa tinggal bersama nenek mereka di kampung itu.
Latar belakang yang diselimuti kesedihan inilah yang membuat Vera berpikir untuk bangkit menaruh nasib.
Itu sebabnya, saat ditawar pekerjaan yang layak dan bisa melanjutkan pendidikannya ke SMP, tanpa berpikir panjang ia langsung menyetujuinya.
Walau masih di bawah umur, tanpa beban Stanis membawa Vera ke ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan tersebut.
Remaja putri kelahiran, Karot Wul, 3 Oktober 2001 itu dibawa Stanis bersama Kosmas Bintara Teker (15 tahun saat itu) ke Makassar. Kosmas sendiri ialah anak kandung Stanis.
“Itulah sedikit sejarah hidupnya (Vera) sebelum ke Makassar. Ini saya tahu saat menjemput dia di Makassar beberapa waktu yang lalu,” kata Yoakim Jehati, anggota DPRD Manggarai kepada VoxNtt.com di Ruteng, Senin (7/11/2016).
Vera dan Kosmas Dijual
Yoakim mengisahkan, setiba di kota besar itu Vera dan Kosmas langsung diterima oleh Kamelus Nala yang juga warga Kampung Karot Wul. Nala sendiri sudah menetap lama di kota Makassar.
Sesaat setelah bertemu, harapan dan impian Vera berbanding terbalik dari kenyataan. Mimpi mendapatkan pekerjaan layak sambil melanjutkan pendidikannya sudah menemukan jalan buntuh.
Perjalanan hidup putri kedua pasangan Fabianus (alm) dan Susana itu berada pada situasi sulit digambarkan nasibnya. Betapa tidak, ia dan Kosmas langsung dibawa Stanis dan Nala ke salah satu rumah yang ia sendiri belum kenal.
Belakangan baru diketahui, kata Yoakim, rumah itu milik Hj. Nurhayati Tajuddin yang beralamat di Jalan Pongtiku, Lorong 27, Nomor 11, Kota Makassar.
Tak lama berselang di tempat ini Stanis dan Hj. Nurhayati mulai memainkan drama pahit dengan melakukan transaksi penjualan atas Vera dan Kosmas.
Kepada media ini, Yoakim yang adalah anggota DPRD asal Kecamatan Cibal itu menunjukan surat pernyataan penyerahan anak.
Lembaran pernyataan ini ditanda tangani oleh Stanis Rado di atas materai 6. 000 sebagai pihak pertama dan Hj. Nurhayati Tajuddin sebagai pihak kedua.
“Anehnya dalam surat pernyataan itu Stanilaus Rado sudah mengkalim Vera sebagai anak kandungnya. Padahal kenyataannya hanya Kosmas saja anak kandungnya,” katanya.
Di kalimat akhir surat pernyataan itu, Stanis menyatakan bahwa hak perwalian kedua anak tersebut kepada pihak kedua, sampai mereka berumur 25 tahun.
Stanis juga bersedia untuk tidak menghubungi atau mengambil kembali Vera dan Kosmas sebelum berumur 25 tahun.
“Itu dalam surat pernyataan, tetapi dalam kenyataannya Vera bekerja menjaga anak autis. Sedangkan Kosmas bekerja mencuci mobil,” ungkap Yoakim.
Ia mengatakan, dalam surat pernyataan itu memang tidak tercantum jumlah uang penjualan anak. Namun, berdasarkan pengakuan Vera usai menanda tangani surat, Stanis diberi amplop yang berisi uang yang jumlahnya cukup banyak oleh Hj. Nurhayati.
“Ada indikasi begitu karena waktu dia (Stanis) pulang langsung bangun rumah permanen di kampung. Beli motor ada berapa memang,” pungkas politisi Golkar itu.
Kerap Disiksa
Tinggal di rumah Hj. Nurhayati membuat Vera terpaksa harus terus menelan pil pahit. Selama kurang lebih satu tahun tinggal di rumah yang diduga istri dari salah satu ajudan Gubernur Sulawesi Selatan itu tak jarang mendapat drama penyiksaan.
Menurut Yoakim, Vera kerap disiksa, dipukul, dicubit, ditendang, ditarik paksa, dan ditampar oleh sang majikan. Bahkan, ia pernah ditarik dan digunting paksa rambutnya oleh Hj. Nurhayati.
“Pokoknya berdasarkan pengakuan Vera, hidupnya sangat sengsara saat berada di rumah itu,” katanya.
Dikatakan, tak tahan derita penyiksaan oleh majikannya itu, Vera berusaha kabur dari rumah sebanyak tiga kali. Namun, upaya melarikan diri dari serangan penyiksaan selalu kandas lantaran Vera tak tahu harus ke mana di kota terbesar di Indonesia bagian timur itu.
“Namun upaya melarikan diri keempat, Vera lalu ke Mesjid terdekat. Orang-orang di Mesjid itu kemudian langsung menghubungkan ibu Irene (Irene Ofrizilla Kidding Allo) staf di Kantor P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Sulawesi Selatan,” kisah Yoakim.
Mendengar kabar itu, kata Yoakim, ibu Irene langsung menjemput Vera dan menginap di rumahnya selama kurang lebih tiga bulan lamanya. Selanjutnya, Ibu Irene langsung membawa Vera ke tempat penampungan di kantor P2TP2A Sulawesi Selatan.
Dipaksa Masuk Muslim
Kisah piluh Vera selama di rumah majikannya ternyata tak hanya mendapatkan kekerasan fisik. Tak kala sadis menantinya, ia dipaksa untuk masuk agama Islam (Muslim) dari agama Katolik yang ia anut selama di Manggarai.
Vera terpaksa harus belajar mengaji dan kebiasaan-kebiasaan lain dalam tradisi umat Muslim. Sampai sekolahnya pun dipaksa harus di sekolah muslim.
“Ketika dia masuk muslim namanya pun diganti menjadi Vera Ramadani. Rapor SMP juga menuliskan dia sudah beragama islam,” kata Yoakim.
Belajar agama islam dengan cara paksa memang membuat Vera hingga kini sudah mahir menghawal sejumlah ayat Al-Qur’an.
Walau belum semua ayat dihafal, namun lantaran dipaksa ia juga sangat mahir melakukan tradisi-tradisi umat islam semisal cara berdoa.
Untuk diketahui, saat ini Kantor P2TP2A Sulawesi Selatan sudah melaporkan kasus ini di Kepolisian Resort Kota Besar Makassar. Mereka melaporkan Stanis Rado dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana perdagangan orang.
Sementara Vera sendiri sudah dipulangkan Yoakim ke Manggarai. Dan, saat ini ia masih menginap di salah satu tempat milik Gereja Katolik Keuskupan Ruteng. (AA/VoN)