Sikka, VoxNtt.com- Wahana Tani Mandiri (WTM) bersama Critycal Ecosystem Parthnersip Fund (CEPF) dan LSM Burung Indonesia mengadakan evaluasi atas program “Improving Ecosystm Manajemen and Livehoods around Mountion Egon In Floses – Indonesia” yang telah berlangsung enam (6) bulan di Sikka, Maumere.
Kegiatan ini dihadiri oleh Skylar (CEPF), Adi Widiyanto, Tiburtius Hani (Burung Indonesia), Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan semua Fasilitator Lapangan dan Kantor WTM, jalan Wairklau Maumere (8/11).
BACA: Misserior Jerman Kunjungi Kelompok Dampingan WTM
Kegiatan yang diadakan kurang lebih selama satu minggu ini difasilitasi dalam bahasa Inggris oleh Herry Naif selaku Koordinator Program.
Herry mengutarakan soal kesuksesan yang sudah tercapai sesuai dengan target dan kendala yang dihadapi selama menjalankan program.
Dalam presentasi itu, Herry menyinggung bahwa program yang dilaksakan di Wilayah Mapitara ini mengalami dinamika pelaksanaan yang luar biasa. Bahwa ada sebuah sistem pertanian yang ditawarkan WTM dimana sistem pertanian terpadu (selaras alam).
Model pertanian menjadi pilihan alternative, ketika banyak petani mengembangkan pertanian kimiawi.
Pada kesempatan itu Herry menegaskan bahwa WTM sangat serius mendorong pertanian yang bernuansa konservasi.
“Ada berbagai aktivitas yang telah dilakukan untuk memberdayakan masyarakat seperti pembentukan kelompok tani, rekruitman dan seleksi kader, diskusi perencanaan dan permasalahan pengelolaan pertanian, kunjungan sumber mata air, pembuatan kandang, vaksin ayam, pembibitan tanaman umur panjang (Kakao, Pala dan Cengkeh), pembibitan tanaman sumber mata air, kunjungan kebun dan berbagai aktifitas lain” ujar Herry.
BACA: Beatriks Rika Meraih Penghargaan Female Food Hero
Sedangkan Skylar (CEPF) dalam presentasinya mempertanyakan tentang perbedaan data base jumlah sumber mata air yang ada dalam penulisan awal dengan yang sekarang, dan kondisinya juga berbeda.
Menjawabi itu, Winfridus Keupung menerangkan bahwa perbedaan itu terjadi setelah dilakukan indentifikasi dan penelusuran kondisi mata air yang ada.
Benar bahwa yang ditulis itu 8 sumber mata air tetapi setelah ditelusuri secara faktual, padahal di Wilayah kecamatan Mapitara ada 36 sumber mata air dengan kondisi stabil.
HKM
Sedangkan mengenai perkembangan pelaksanaan Hutan Kemasyarakatan (HKM) Mapi Detun Tara Gahar menjelaskan sudah diperoleh sejak bulan Oktober 2013 tetapi hingga hari ini belum ada realisasinya.
Adapun alasan yang diungkapkan Gahar yakni adanya miskomunikasi yang terjadi antara pemegang Ijin Usaha Pengelolaan (IUP) HKM dengan Dinas Kehutanan Propinsi.
“IUP sudah ada, tetapi belum ada RKHKMnya. Kedua, perubahan kewenangan yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah kota/kabupaten, saat ini sudah diambil alih oleh pemerintah provinsi, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah” ungkap Win Keupung.
Lebih lanjut, Win berharap kondisi ini mestinya mendorong para pihak agar mempercepat proses pelaksaan IUP HKM tersebut, sambil menunggu IUP HKM untuk Desa Hale dan Hebing.
Setelah pertemuan di kampung dengan melihat beberapa data administratif. Kemudian dilakukan kunjungan lapangan ke Desa Egon Gahar oleh Tim CEPF, Burung Indonesia dan WTM (Harry/VoN)