PT Novita sebenarnya sudah terlibat kasus korupsi bencana alam tahun 2010, dimana Direkturnya Baba Kung masuk penjara. Namun, belakangan, nama perusahaan tetap sama, namun direkturnya diganti dengan nama istrinya.
Ende, VoxNtt.com– Kritik pedas dalam salah satu artikel di kolom Bentara (nama untuk tajuk atau editorial – Harian Flores Pos) terhadap proyek bermasalah yang diduga hasil kongkalikong antara Pemda Kabupaten Ende dan PT. Novita berujung pada pengaduan terhadap media tersebut ke Dewan Pers di Jakarta.
Surat aduan itu merujuk pada artikel Bentara yang ditulis Pater Steph, Pemimpin Redaksi Flores Pos dengan judul “Novita Karya Taga” pada 30 Mei 2016, dimana ia mengkritisi proyek yang dikerjakan PT Novita Karya Taga di ruas jalan Nangaba-Pemo.
Namun, pihak Flores Pos merasa aneh, ganjil dan geli karena pengaduan itu dibuat oleh organisasi Himpunan Mahasiswa Ende (HME) yang tidak ada di Ende, dengan Ketua Yohanes Laka dan Sekretaris Abdurahman Langga.
Pemimpin Redaksi Flores Pos, Pastor Steph Tupeng Witin SVD pun menyebut laporan itu berasal dari para arwah. Ia menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers di Jakarta, belum lama ini.
Pengaduan itu disampaikan lewat surat pada 2 Juni 2016 ke Dewan Pers.
Dalam artikel itu, Pater Steph menulis, proyek dengan nilai Rp12,5 miliar itu dikerjakan asal jadi dan terlampau jauh dari kualifikasi berkualitas.
Pater Steph juga menyinggung nama Bupati Ende Marsel Petu, yang dia sebut mestinya “menjadi orang pertama yang marah besar karena ruas jalan itu menuju kampung halamannya.
Pastor Steph menyatakan, publik Ende menduga, ada kerja sama yang rapih antara pemerintah dan DPRD untuk merawat proyek dan kontraktor bermasalah.
Pasalnya, PT Novita sebenarnya sudah terlibat kasus korupsi bencana alam tahun 2010, dimana Direkturnya Baba Kung masuk penjara.
Namun, belakangan, nama perusahaan tetap sama, namun direkturnya diganti dengan nama istrinya.
Pater Steph pun mempertanyakan kinerja Kepala Dinas Pekerjaan Umum Ende, Frans Lewang, karena menurutnya, PT Novita sudah harus masuk kotak hitam, dengan rekam jejaknya yang cacat.
“Ataukah rakyat Ende bisa menduga bahwa Kadis Frans Lewang hanya sebuah bidak kecil yang ‘dimainkan’ oleh si raja main catur ‘di atasnya’?” tulisnya seperti dilansir Floresa.co (23/11)
Pastor Steph, mengingatkan bahwa kongkalikong antara pengusaha, Pemda dan DPRD mengorbankan kepentingan rakyat.
Ia pun menyatakan, ruas jalan yang buruk itu membuktikan hilangnya komitmen Bupati Marsel dan Wakil Bupati Ahmad Djafar dalam membangun Ende dengan baik dan benar.
Adukan Tajuk
Dalam aduan kepada Dewan Pers terhadap artikel itu, pengadu menilai, Flores Pos melanggar Undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Seluruh tulisan itu menceritakan kepada pembaca seolah-olah hasil pekerjaan proyek ruas jalan Nagaba-Pemo bermasalah besar,” klaim mereka.
Namun demikian, dalam surat itu, pengadu sama sekali tidak menyinggung bagian lain dari artikel itu, termasuk tudingan terkait dugaan adanya kongkalikong antara Pemda dan PT Novita dan peran orang kuat di balik penunjukkan PT Novita untuk mengerjakan proyek itu.
Terkait pengaduan itu, Dewan Pers sudah melayangkan surat penggilan kepada Redaksi Flores Pos pada 9 November 2016.
Pater Steph, yang kebetulan ada di Jakarta saat surat itu diterima Redaksi Flores Pos, sudah menemui Dewan Pers pada Kamis, 17 November 2016.
Ia menjelaskan, dalam pertemuan itu, ia meminta agar Dewan Pers menunjukkan identitas jelas dari pengadu.
“Dewan Pers juga bingung karena mereka sebelumnya tidak mengklarifikasi ke pihak pengadu terkait identitas mereka serta profil organisasi mereka. Identitasnya tidak jelas, alamat juga tidak bisa diverifikasi,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, Dewan Pers baru tahu bahwa yang diadukan adalah tajuk.
“Itu bukan berita, di mana media diwajibkan untuk mengkonfirmasi atau mengklarifikasi sebelum diterbitkan,” katanya.
Menurut Pater Steph, Dewan Pers sangat mendukung komitmen Flores Pos untuk tetap kritis dan berkomitmen teguh menjadi suara rakyat kecil dan bersikap kritis terhadap kekuasaan Bupati Marsel Petu di Ende.
Terkait substansi artikel itu, Pastor Steph mengatakan, itu tidak mengada-ada, tetapi berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan.
“Kami tidak asal tulis, tetapi basis datanya ada, ada foto-fotonya. Kami sangat terbuka dengan masukan tapi selama ini pihak-pihak yang merasa dirugikan itu tidak pernah menggunakan hak jawabnya,” jelasnya.
Terkait pengerjaan jalan itu, kata dia, memang amburadul. “Pihak kontraktor menggunakan pasir laut, namun diganti setelah ada protes keras masyarakat,” katanya.
Sebagai pengontrol sosial, kata dia, media memiliki hak untuk mengkritisi kejanggalan-kejalanggalan dalam proses pembangunan.
“Flores Pos sesungguhnya sedang memainkan peran profetis, membela kepentingan masyarakat yang menjadi korban dari konspirasi yang diduga kuat sedang terjadi antara pemerintah, DPRD dan kontraktor,” katanya.
“Bukankah rekam jejak PT Novita harusnya menjadi pertimbangan penting bagi pengambil kebijakan untuk menyerahkan proyek dengan anggaran besar itu?” katanya.
Ia menegaskan, sangatlah pantas untuk menduga adanya kongkalikong antara pemerintah dan kontraktor, yang masih saja mendapat kepercayaan, meski kontraktor tersebut memiliki catatan hitam. (ARL/Andre/VoN)
Foto Feature: Floresa.co