Oleh: Erny Adar*
Sedih
Selamat malam sedih
Sudah lama kau tak kurasakan lagi
Kali ini kau datang
Membawa luka yang sudah basi
Selamat malam sedih
Berapa lama kau akan singgah..
Janganlah terlalu nyaman
Tak punya iman sindir Tuhanku nanti
Merayu Waktu
Bisakah kau merayu waktu?
Membuat rasa ini abadi
Tak bisa jawabmu
Waktu saja tak abadi
Kau dan Aku
Jika aku batu
Kau harus jadi batu juga
Tak bolehlah kau jadi air
Batu dan batu sepaham
Air dan batu, sepahamkah menurutmu?
Jika ada yang bilang kau harus jadi air dan aku batu
Abaikan saja cakapnya itu
Tak mengerti hidup dia
Jika kau tanya apa aku mengerti hidup
Jadilah batu sama seperti aku
Pahamkan dirimu?
Kasih
Aku tidak pergi
Aku hanya ingin menyendiri
Sejenak menepi
Dari rasa sakit di hati
Aku rindu
Kurasa kau juga begitu
Bisakah kau menunggu
Aku tau kau begitu
Pengalih Sepi
Tak ada riuh lagi di pohon kapuk itu
Tak ada pertanda buruk yang perlu ditafsirkan
Tak ada jendela dan pintu yang tergesa harus ditutup
Kemana gagak-gagak itu pergi?
Entah kenapa aku merasa sepi
Hilang
Ohh, ternyata burung gereja itu tidak pergi..
Ia hanya duduk bertepi
Di ujung bawah tangga gereja tua itu
Terlalu riuh di dalam katanya
Ahh, sepi lihatku
Diapun bersiul keras
Kau tak bisa melihat ledeknya
Percuma besar biji bola matamu
Aku melengos pergi dan jengkel
Peduli setan kau burung kecil
Siulannya semakin riuh..
Dari jauh kudengar teriaknya
Hilangkah hatimu tuan?
Baca Juga: Tentang Malam, Sepi dan Rindu
Erni Adar adalah gadis kelahiran Maumere, 1 Juli 1993. Setelah menamatkan D4 kebidanan di Universitas Nasional Jakarta, sekarang ia sebagai salah satu staf pengajar di STIKES, St. Paulus, Ruteng.