Sebuah ritus sudah dibangun sejak tahun 1970-an demi menyelematkan masa depan anak-anak Desa Lembur Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim). Pada awalnya bertujuan gotong royong bersama untuk bekerja kebun atau membangun rumah. Kini telah dimodernisasikan menjadi ritual kumpul dana dalam rangka membantu proses biaya pendidikan anak hingga di bangku kuliah.
Borong,VoxNtt.com- Desa Lembur tidak begitu jauh dari Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur.
Dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun empat, Desa ini dapat ditempuh dalam waktu 1 jam.
Sebagian besar masyarakat Desa Lembur adalah petani dengan pekerjaan sehari-harinya adalah mengelola hasil perkebunan cengkeh, kakao, dan kemiri yang dapat membantu kehidupan ekonomi mereka.
Sejak ratusan tahun lalu leluhur sudah mewariskan mereka budaya gotong royong yang dipertahankan terus oleh generasi penerus untuk saling membantu satu sama lain.
Sebagai salah budaya yang membangun kesadaran masyarakat terhadap masa depan anak mereka, ritus “Poka Sawar Limbang Sama’’ cukup dikenal di kalangan masyarakat Desa Lembur.
Melalui ritus ini begitu banyak anak-anak Lembur yang jadi sukses di masyarakat setelah berhasil menempuh pendidikan sarjana.
“Anak-anak kami ada yang jadi guru, pastor, anggota DPRD atau profesi lainya karena ritus ini “ Kata Darius Denge (64) tokoh adat Desa Lembur kepada VoxNTT.com.
Ritus “Pokar Sawar Limbang Sama” menurutnya merupakan sebuah istilah ,ungkapan ataupun goet dari nenek moyang diwariskan bagi warga Lembur dan sekarang dipakai sebagai medium untuk mengumpulkan dana membiaya kuliah anak.
Dikatakanya sebenarnya istilah ini adalah kelanjutan ungkapan yaitu “ Poka Sawar Limbang Sama ,Poka Soet Limbang Oken” yang bermakna saling membantu (gotong royong) dalam membantu pemebuhan kebutuhan warga satu kampung.
Budaya ini tidak hanya dipraktekan di Lembur tetapi juga diadakan di kampung lain di kabupaten Manggarai Timur. Perbedaanya adalah istilah atau nama dari ritus itu sendiri. Namun tujuan dan maksudnya sama yaitu kumpul dana untuk biaya kuliah.
Alasan tradisi ini dibuat menurut Darius mengingat diawal tahun 1970-an warga Lembur mengalami kesulitan dalam hal ekonomi lebih khusus dalam membiayai anak yang berada di bangku kuliah
“Karena alasan ekonomi yang sulit untuk membiayai kuliah sehingga ritus ini dipakai dengan tujuan kumpul dana untuk membiyai pendidikan anak” katanya
Terkait pelopor ritus ini dirinya menjelaskan bahwa pelopornya adalah nenek moyang warga lembur sendiri dimana istilah ini sudah dibangun sejak adanya Desa Lembur ratusan tahun lalu hingga pada tahun 1970an dimodernisasikan untuk kumpul dana bersama dalam membantu proses perkuliahan anak-anak warga Lembur.
Dikatakannya, banyak pengalaman warga pernah melakukan ritus ini dimana cara mengundang warga kampung dilakukan dengan surat undangan yang mana dalam isi surat undanganya tertera kalimat besar “ Poka Sawar Limbang Sama,Poka Soet Limbang Oken”.
Tetapi cara ini pada zaman sekarang ini sudah tidak dipakai lagi karena beberapa alasan yakni pertama ada beberapa undangan yang tidak sampai tempat tujuan, kedua penulisan nama salah kadang juga orang tersinggung dan pada akhirnya tidak hadir.
Dia menjelaskan warga sekarang lebih menggunakan cara rekadu atau ‘’Taeng Ata” (undangan lisan) karena dinilai lebih sopan dan warga yang diundang sangat dihargai dan sudah pasti akan hadir dalam ritus tersebut.
Dia mengatakan tradisi ini hidup karena karena alasan persatuan keluarga besar dan menjaga kelestarian dari budaya ini agar tetap dipertahankan bagi generasi penerus warga Desa Lembur.
Terkait pelaksanaan ritus ini, dia mengatakan dalam setahun 1 KK biasanya hanya sekali mengadakan ritus ini.
Setiap tahun biasa diadakan pada bulan Mei hingga bulan September karena alasannya pada bulan ini para Warga sedang panen hasil perkebunan cengkeh dan Cokelat.
Menyinggung rata-rata dana yang dikumpulkan setiap KK , dia menjelaskan paling kurang 1 KK menyumbang dana Rp.250.000.
Sementara Rokok, Moke dan Sate itu dibayar oleh para undangan yang mau memesanya.
“Satu botol sopi BM ( Jenis Moke alcohol yang bisa dibakar dan menyala) plus 1 bungkus rokok surya dibayar dengan Rp. 70 ribu bahkan ada warga yang membayar Rp.100 ribu. Sedangkan Sate per 4 Lidi dengan harga Rp.10 ribu” ujar Darius.
Tahapan Ritus
Sementara Vinsesius Se ( 52 ) warga yang pernah mengadakan ritus ini kepada VoxNtt.com mengatakan pernah mengadakan Ritus “Poka Sawar Limbang Sama’ pada pada tahun 2012 sebagai usaha pengumpulan dana bagi dua orang anaknya yang sekarang lagi di bangku kuliah Semester 3 dan 4 di Universitas Flores, kabupaten Ende.
Diceritakanya dua tahun lalu keluarganya mengadakan ritus ini. Pertama-tama Vinsen melakukan pertemuan dengan keluarga intinya untuk merembuk secara bersama rencana kapan dilaksanakanya pembuatan tenda.
“Kita rembuk dulu bersama sanak keluarga saya sendiri terkait rencana pembuatan tenda secara bersama-sama “katanya
Dia menjelaskan sebelum ritus ‘’Poka Sawar Limbang Sama’’ ada ritus lain yang harus diadakan baik itu sebelum dan sesudah acara yaitu ritus ‘’teing hang ‘’ yakni memberi sesajian bagi nenek moyang yang dilakukan di rumah bapak vinsen.
“ Sesajian kepada nenek moyang berupa nasi yang dicampur dengan hati ayam , daging paha yang sudah dibakar dan sopi. Setelah itu disimpan di atas watu lurung (batu persembahan yang ada di setiap rumah di Lembur)” ungkapnya.
Setelah acara pesta sekolah selesai mereka kemudian mengadakan acara ‘’ Tutung Lilin One boa” (berdoa di kuburan nenek moyang) sebagai ucapan terima kasih dan mohon berkatnya demi kelancaran proses kuliah anak mereka.
Dia menjelaskan yang membantu memasak menu makanan bukan hanya keluarganya tetapi juga tetangga di lingkungan sekitar rumahnya
“Untuk kegiatan masak bukan hanya keluarga saya yang membantu tetapi juga tetangga di lingkungan sekitar rumah” ujarnya
Tidak Merugikan Masyarakat
Vinsen menjelaskan dana untuk mengadakan ritus “ pokar Sawar Limbang Sama” kurang lebih Rp.10 juta.
Hitungan ini berdasarkan total keseluruhan pengeluaran dimana ternak yang disembelih antara lain; 2 ekor babi, 2 ekor anjing, dan kebutuhan lainya seperti bumbu,gula,dan kopi,sementara rokok dan Moke yang biasa di pesan oleh undangan paska acara makan selesai.
Menyinggung soal hasil pesta sekolah Dia mengatakan daari ritus ini terkumpul dana sumbangan kurang lebih sebesar Rp.80 Juta.
“Sehingga modal Rp. 10 Juta berkali 8 kali lipat dari pengeluaran proses pelaksanaan acara ini” katanya.
Namun dikatakan Vinsen, dari hasil ini sebenarnya tidak begitu cukup membiayai dua anak kuliahnya di kabupaten Ende. Tambahan lain diambil dari gajinya sebagai guru.
Walaupun demikian ia mengaku sangat terbantu dengan adanya ritual untuk meringankan beban dalam membiayai sekolah anak-anak mereka. (Kontributor: Rony Dale/VoN)
Keterangan Foto : Darius Denge (64) Tokoh Adat Desa Lembur Kecamatan Kota Komba -Matim