Kabut gelap perlahan disibak. Nusantara kini ‘dipaksa’ menengok ke Ngada. Ke Flores, ke NTT. Penampilan apik dan meyakinkan skuad PSN Ngada telah membuka mata publik sepak bola nasional.
Oleh: Hancel Goru Dolu*
PSN Ngada menaklukan jagat sepakbola NTT itu sudah biasa. Sangat biasa malah. Terbukti mereka menjadi juara terbanyak turnamen El Tari Memorial Cup (ETMC).
ETMC sendiri adalah salah satu turnamen tertua di Indonesia, sekaligus turnamen paling prestisius di regional NTT. Turnamen ini dihelat untuk mengenang mendiang El Tari, yang dianggap sebagai salah satu Gubernur terbaik NTT.
Turnamen ini pula dimaksud sebagai perekat antar berbagai kabupaten di kawasan kepulauan Flobamorata, juga sebagai wadah pencarian bakat-bakat baru di lapangan hijau.
Beberapa tahun belakangan ini, ada juga perhelatan baru bernama Piala Gubernur NTT. Turnamen antar kabupaten yang khusus digelar untuk level junior.
Seakan ingin menegaskan dominasinya, PSN Ngada pun langsung mendominasi turnamen baru ini dengan menjadi juara 4 kali berturut-turut.
Itulah tiket yang membawanya ke Liga Nusantara 2016 ini. Menariknya, semua catatan impresif PSN itu selalu dibukukan di luar ‘kandang’nya.
PSN selalu mengangkat trofi juara di panggung kandang lawan. Juga tak pernah memakai jasa pemain dari “luar”. Mereka, tak pelak lagi, adalah tim dengan mental tandang terbaik di regional NTT.
Namun, dimanakah NTT dalam peta persepakbolaan nasional? Jika NTT tak jelas berada dimana dalam peta tersebut, maka apalah artinya berbagai kisah kebesaran PSN Ngada itu.
Sudah sejak dulu, provinsi ini, ‘dipaksa’ untuk menerima gambaran bahwa mereka adalah salah satu provinsi terkorup, termiskin, dan aneka terbelakang lainnya.
Hal yang sama, juga berlaku dalam hal ikhwal sepakbola. NTT lalu menerima takdir sebagai yang terbelakang, sehingga tak pernah terlihat upaya progresif untuk keluar dari situasi itu.
Bahkan yang terburuk, sudah sejak lama, hampir tak pernah ada kepastian mengenai kelanjutan nasib tim-tim yang menjadi juara di kawasan regional tersebut.
Lalu, Liga Nusantara 2016 datang bagai fajar pagi hari. Di kompetisi yang melibatkan juara dari setiap provinsi itu, PSN muncul dengan status tak terkalahkan, dan kini telah lolos ke partai final secara mengagumkan.
Kabut gelap perlahan disibak. Nusantara kini ‘dipaksa’ menengok ke Ngada. Ke Flores, ke NTT. Penampilan apik dan meyakinkan skuad PSN Ngada telah membuka mata publik sepak bola nasional.
Bahwa ada mutiara lain yang selama ini lepas dari pandangan. Ada gudang bagi bibit-bibit sepakbola yang selama ini tak pernah didatangi para pemandu bakat. Ada wilayah di sudut republik bernama Ngada yang potensi-potensi hebatnya telah bertahun-tahun disia-siakan.
Sukses terbesar PSN ini juga menjadi semacam ‘cubitan’ untuk tulisan Dion DB Putra di Pos Kupang edisi 20 November 1999.
Ketika itu, dengan nada kritis, salah satu penulis esai bola terbaik NTT itu mempertanyakan komitmen Pengda PSSI NTT yang selalu rutin menggelar agenda dua tahunan ETMC, tapi prestasi sepakbola NTT di level nasional tak kunjung ada perubahan.
Dalam tulisannya itu, Dion dengan sedikit ‘nakal’ mempertanyakan semangat Pemda dan masyarakat Kabupaten Ende yang bersibuk-ria menguras otak dan tenaga menjadi penyelenggara. Dion mengajak publik bola NTT berpikir dengan kesadaran yang lebih maju.
“Bukankah sepakbola NTT tak pernah berjalan ke depan? Bukankah sepakbola Flobamora cuma senang jalan-jalan di tempat? Lolos ke PON pun begitu sulit. Tahun ini malah batal ikut Pra PON XV tahun 2000 karena alasan macam-macam, cenderung klasik. Juara El Tari Memorial Cup 1997, PSN Ngada, toh cuma bangga sebagai juara kampung sendiri, cuma riang menyimpan piala di kota dingin Bajawa selama dua tahun terakhir. Sepanjang sejarah El Tari Memorial Cup sejak 1969, tim juara belum sekalipun bisa berbicara di pentas nasional. NTT kemudian menjadi begitu terpencil, terasing dalam jagat persepakbolaan Indonesia,” tulis Dion ketika itu.
Dan hari-hari ini, PSN Ngada mulai menapaki tangga sejarah di pentas nasional. Tantangan Dion pada Pemprov dulu, justru telah dipenuhi oleh PSN Ngada: membawa nama NTT di pentas sepakbola nasional.
Tapi, peran Pemprov tak terlihat sejauh ini. Bukan hanya Pemprov, bahkan Dion dan rekan-rekan pers-nya di NTT juga seolah hilang.
Berita tentang PSN justru masif disebar secara kreatif oleh anak-anak muda dan mahasiswa asal Ngada yang berada di Jogja. Media-media di NTT, kalaupun akhirnya memuat berita tentang PSN, maka berita-berita itu seperti sebuah catatan kaki atau kolom iklan. Cuma beberapa baris kalimat, untuk sekedar numpang lewat.
Di tengah situasi ini, pemilik partai final telah sama-sama diketahui. Dua tim dari Sunda Kecil berhasil lolos dari kepungan dua tim asal Jawa.
Perseden Denpasar (Bali) mengalahkan Persiku Kudus (Jawa Tengah) dan PSN Ngada (NTT) menyingkirkan Blitar United (Jawa Timur).
Menariknya, dari keempat semifinalis, hanya PSN Ngada yang belum pernah merasakan amosfer Divisi Utama Liga Indonesia. Tiga tim lainnya adalah tim-tim yang sarat pengalaman di pentas nasional.
Lolos ke babak knock-out pun masuk dalam kategori debutan bagi PSN, dan bahkan itu adalah target awalnya. Dengan situasi terkini, boleh dibilang, setiap laga yang dijalani oleh PSN saat ini adalah kerja-kerja memecahkan rekor dirinya sendiri.
Partai final juga menghamparkan fakta menarik lainnya. Jika Perseden adalah tim dengan pertahanan terbaik, maka PSN adalah tim dengan penyerangan terbaik di Liga Nusantara ini.
Meski telah kebobolan 5 gol, tapi PSN berhasil membobolkan gawang lawan sebanyak 19 gol. Kebobolan 5 gol ini mengulangi hasil di Piala Gubernur NTT lalu. Namun lonjakan golnya sungguh signifikan, skuad di Piala Gubernur tertinggal 11 gol dari tim yang dibawa ke Liga Nusantara.
Sementara itu, data mengerikan ditunjukan oleh tim Perseden Denpasar. Mereka menjuarai regional Bali dengan rekor mencetak 32 gol dari 6 pertandingan. Dan tanpa sekalipun pernah kebobolan!
Mereka selalu membantai lawan-lawannya dengan skor besar. Performa impresif itu mereka bawa pula ke Liga Nusantara. Mereka telah mencetak 13 gol dan hanya kebobolan 2 gol.
Nama besar, faktor sejarah, pengalaman dan performa mereka adalah jaminan mutu. PSN Ngada, sekali lagi, akan menghadapi salah satu lawan terbaik.
Sejauh ini, kedua tim belum pernah merasakan kekalahan. Perseden pernah dua kali memperoleh hasil imbang, sekali di babak penyisihan dan sekali di babak 16 besar.
Sementara PSN Ngada juga pernah merasakan adu pinalti, sebagaimana halnya Perseden, di babak 16 besar. Kedua tim juga menyodorkan para strikernya di daftar persaingan top scorer.
Dari PSN Ngada ada duet striker Yohanes Khristoforus Nono dan Okavianus Wou Pone, dari Perseden ada I Ketut Tirta Nadi Wardana. Ketiganya sama-sama mengemas 4 gol sejauh ini.
Jadi, kedua tim sebenarnya ada kemiripan. Mereka cuma membutuhkan satu laga, untuk menentukan siapa yang tak pernah kalah, siapa yang terbaik. Satu laga untuk menentukan siapa jagoan dari “luar pulau” yang berpesta di bumi Jawa.
Itulah PSN Ngada! Di tengah dukungan yang minim, kecuali dari orang-orang Ngada dan segelintir non Ngada, PSN Ngada telah menapaki partai final Liga Nusantara 2016.
Tanggal 11 Desember 2016 di Stadion Manahan Solo nanti, juara baru akan diketahui. Namun, apapun hasil akhir di final nanti, PSN Ngada telah membuktikan dua hal: bahwa mereka bukan hanya jagoan di level NTT dan mereka telah menempatkan nama NTT di posisi terhormat dalam peta sepakbola nasional.
*Penulis adalah orang Ngada & penggemar PSN Ngada.