Oleh: Antonius Rahu**
Tinggal menghitung hari, kita akan memasuki babak akhir dari rangkaian cerita yang kita rajut bersama di tahun 2016.
Dalam sebuah novel atau Cerpen biasanya bagian akhir berisi bagian ending atau solusi dari sebuah cerita yang ditulis.
Namun rupanya ada hal yang tidak biasa ditemukan dalam sebuah novel karya anak negeri khususnya di bumi Flobamora.
Bab akhir justru dibubuhi dengan suguhan yang menegangkan dan antiklimaks.
Jika kita runut lagi, sejumlah kasus yang diberitakan media ini beberapa minggu belakangan mulai dari kasus pencabulan murid SD di kecamatan Satar Mese, pencabulan murid SDN Cepi Watu di Borong Manggarai Timur, tidak hanya berhenti di situ rupanya bola kontroversial kekerasan itu kembali manggelinding ke Manggarai Tengah.
Di Cibal ada kasus penganiayaan murid SMAN 1 Cibal yang dilakukan oleh oknum kepala sekolahnya. Disusul dengan kasus “Selasa Berdarah” yang dilakukan oleh orang tak dikenal terhadap anak-anak SD di Sabu Raijua menambah panjang deretan kasus yang berhembus dari lokomotif dunia pendidikan di bumi Flobamora.
Sejenak saya merenung, sebagai calon pendidik rasanya ini sangat mencederai citra guru di bumi Flobamoraku tercinta. Beragam pertanyaanpun bermunculan di benak.
Seperti itu kah praktek penyelenggaraan pendidikan di bumi Flobamora? Ada apa dengan dunia pendidikan di NTT?
Anomali Pendidikan
Dari deretan kasus yang mencuat seolah-olah menggambarkan bahwa ada sesuatu yang kurang beres dalam dunia pendidikan di NTT.
Kasus-kasus tersebut merupakan representasi dari ketidakberesan sistem dan penyelenggaraan pendidikan yang dijalankan sekaligus menegasikan citra guru dan sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan.
Pendidikan yang selama ini merupakan garda terdepan sebagai pembentuk watak, dan kualitas Sumber Daya Manusia SDM, kini dicorengi oleh tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan di negeri ini terpaksa ikut merasakan efek domino yang ditimbulkan akibat gagalnya sistem penyelenggaraan pendidikan.
Sejatinya sekolah mejadi tempat bagi anak-anak menimba ilmu dan merajut masa depan kini berubah menjadi tempat yang sangat menakutkan terutama bagi anak dan orang tua. Inilah yang dimaksud dengan Anomali pendidikan itu.
Kata Anomali itu sendiri Menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai ketidaknormalan, penyimpangan dari normal, kelainan.
Mengacu pada pengertian anomali, maka dapat saya artikan anomali pendidikan itu sebagai ketidaknormalan atau penyimpangan penyelenggaraan pendidikan yang mengakibatkan kerugian pada siswa sebagai peserta didik.
Ketidaknormalan ini sangat jelas terlihat dari rangkaian kejadian yang mencuat ke public bak jamur di musim hujan. Dunia pendidikan di bumi flobamora saat ini sedang dilanda dengan bencana yang disebut anomali pendidikan ini.
Pelatihan Guru
Jika kita amati kasus kekerasan terhadap peserta didik yang terjadi di Manggarai dan Manggarai timur merupakan buntut panjang dari gagalnya sistem penyelenggaraan pendidikan. Berbicara soal sistem pendidikan di negeri ini konon katanya ada yang namanya program pelatihan guru.
Pelatihan guru tersebut bertujuan untuk menambah skill guru dalam mengajar, meningkatkan kecerdasan emosional (emotional question EQ), kecerdasan spiritual (spiritual question SQ), kecerdasan intelektual (intelligecence question IQ) dan kecerdasan lainya.
Melalui program ini guru dilatih bagaimana menghadapi masalah yang mereka hadapi di kelas, selain itu dengan bekal EQ, IQ, dan SQ yang di peroleh dalam pelatihan, diharapkan dapat membentuk watak dan kepribadian guru yang sesuai dengan tuntutan zaman dan meminimalisir tindakan yang saat ini sedang dihadapi.
Namun sayangnya, rupanya program ini saat ini sayup-sayup terdengar entah kemana rimbahnya? Saya pun tidak tahu.
Padahal jika diamati program pelatihan ini sangat bagus untuk meluruskan tindak-tanduk beberapa oknum guru yang masih di luar rel, sekaligus menambah wawasan guru sebagai garda terdepan dunia pendidikan di negeri ini.
Aksi mengecam apalagi melakukan kriminalisasi terhadap guru bukanlah solusi yang rasional untuk saat ini. Memang harus diakui bahwasanya beberapa guru ini telah melakukan pelanggaran hukum.
Namun pelanggaran ini salah satunya akibat dari gagalnya system pendidikan di negeri ini.
Solusi
Melihat setumpuk persoalan pendidikan di bumi Flobamora maka sebenarnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh semua komponen, baik itu guru, masyarakat, maupun pemerintah.
Kepada pelaku kekerasan kita serahkan kepada pihak berwajib karena Negara kita adalah Negara hukum. Siapapun yang melanggar hukum harus di tindak sesuai hukum yang berlaku.
Sementara kepada pihak pemerintah memiliki tugas yang besar yakni melakukan perbaikan terhadap sistem penyelenggaraan pendidikan terutama di daerah NTT.
Jika memang pelatihan guru yang sudah mati suri tersebut menjadi solusi yang rasional untuk menghilangkan Anomali pendidikan saat ini,mengapa itu tidak diterapkan?
Sementara untuk masyarakat kita bangun komunikasi yang baik dengan sekolah dan guru sebagai habitat anak-anak kita.
Masalah pendidikan adalah masalah kita bersama, adanya sikap apatis, menganggap urusan pendidikan itu menjadi tanggung jawab guru dan sekolah dalam kultur ketimuran kita menjadi salah satu penyebab munculnya anomali ini.
Sekolah yang menjadi habitat anak-anak untuk merajut masa depan demi kebaikan mereka dan bumi Flobamora jangan sampai dijadikan tempat yang menyeramkan dan menakutkan bagi mereka.
Sehingga tidak ada lagi kata “anomali pendidikan” dalam kisah-kisah yang kita rajut bersama di bab-bab berikutnya.***
Foto Feature: Illustrasi (Ist)
Penulis: Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Pendidikan Matematika Di IKIP PGRI Bali