Maumere, VoxNtt.Com– Elvanus Ri (10 tahun), Oktavianus Riski (8 tahun), Anselmia Asyati (6 tahun) dan
Alexius Aventus (6 tahun) biasanya bermain di ruang kelas SDN Wairpu’at, Desa Hale, Kecamatan Mapitara Sikka di sore hari atau di hari minggu.
Lokasi rumah mereka yang tak jauh dari sekolah membuat ruang kelas menjadi pilihan tempat bermain yang aman bagi mereka baik itu di dalam kelas maupun di halamannya.
Sekolah adalah rumah kedua bagi mereka. “Kami biasa disini setiap hari,” ujar Elvanus yang adalah murid kelas 3 sekolah yang terletak tak jauh dari puncak gunung api Egon tersebut kepada VoxNtt.Com pada Sabtu, (31/12/2016).
Namun, itu sebelum bangunan darurat yang dibangun orang tua mereka dan masyarakat setempat rusak ditiup angin pada Rabu, (22/12/2016) lalu.
Bangunan darurat beratap seng, berlantai tanah dengan dinding pelupu dan tiang dari bambu tersebut rusak berat. Atapnya terbongkar dan sebagian dinding rusak.
Angin yang disertai hujan tersebut juga selama hampir seminggu tersebut turut merusak fasilitas belajar lainnya.
“Kejadiannya malam hari, tetapi besoknya kami langsung amankan barang-barang yang bisa diselamatkan termasuk buku-buku ke rumah warga di sekitar sekolah,” terang Anselmus Abdon, salah satu guru honor di sekolah tersebut.
Dirinya mengaku kerusakan tersebut telah dilaporkan ke pemerintah desa setempat. “Kami belum lapor ke kabupaten, hanya lapor ke desa nanti desa yang teruskan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN Wairpu’at, Matias da Gama, tak bisa ditemui untuk dimintai keterangan karena sedang ada urusan pribadi.
Harapan untuk pindah ke ruangan baru pun nampaknya akan lama terwujud, lantaran bangunan 3 ruangan yang belum selesai tersebut turut mengalami kerusakan.
Atap teras dan kayu gorden rusak. Seng di beberapa titik pun nampak terangkat ditiup angin. Selain itu, lantai ruang belum dikerjakan.
Kepala Tukang, Yansen Mas yang merupakan warga setempat mengatakan proyek swakelola yang yang didanai dengan Dana Alokasi Khusus tersebut mulai dikerjakan pada bulan Agustus 2016 dan ditargetkan selesai Desember 2016.
“Peletakan batu pertama pada akhir Juli dan mulai kerja awal Agustus,” ujarnya kepada VoxNtt.Com. Dengan adanya perpanjangan waktu maka pengerjaan harus sudah selesai pada Maret 2017.
Dibangun untuk Pendidikan Anak-Anak Desa
Sebelum SDN Wairpu’at berdiri, anak-anak dari Dusun Wairpu’at, Desa Hale harus menempuh perjalanan kurang lebih 2 km agar bisa mengenyam pendidikan dasar.
Mereka bersekolah di SD Inpres Hale atau pun di SDK Watubaler yang juga terletak di Desa Hale.
Kepala Sekolah SDI Hale, Eminolda mengatakan pada dasarnya pembukaan sekolah baru tersebut dimaksudkan agar mempermudah akses anak-anak dari Dusun Wairpu’at untuk mengakses penididikan.
Selain jarak tempuh yang dinilai mengahambat hak anak-anak tersebut, kondisi alam turut berpotensi mengancam nyawa mereka.
“Kasian mereka harus jalan jauh apalagi di musim hujan,” ujarnya wanita berusia 54 tahun tersebut saat ditemui di kediamannya di Hale.
Di musim hujan debit air di Kali Waiara yang terletak antara Wairpu’at dan Hale meningkat bahkan tak jarang terjadi banjir. Oleh karenanya, banyak siswa yang tak datang sekolah.
Kalau pun ada yang datang maka murid bersangkutan akan memilih untuk menginap di rumah keluarga di Hale agar bisa bersekolah di hari berikutnya.
Kadang kala, mereka langsung pulang apabila air sudah bisa dilalui. Sejak lama sudah ada gagasan untuk mendirikan sekolah di Wairpu’at namun belum terwujud.
“Baru setelah ada siswa yang meninggal karena hanyut di kali mereka mau agar ada sekolah dasar disana,” ujarnya.
Maka pada Agustus 2014 sekolah tersebut didedinitikan atas dukungan Dinas PPO Kabupaten Sikka dengan nama Sekolah Dasar Negeri Wairpu’at.
Para orang tua mendirikan bangunan darurat dari bambu dan pelupu. Meja dan kursi dibuat dari bambu dan pelupu juga serta ditanam langsung di tanah sehingga tidak bisa dipindahkan.
Para staf pengajar diambil dari guru bantu yang bertugas di SDI Hale. Saat ini sekolah tersebut terdiri atas 3 kelas yakni kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 dengan total jumlah murid adalah 65 orang.
Selama ini ada 4 orang guru yang membantu proses belajar para anak, 2 guru honor ssmentara 2 lainnya berstatus PNS.
Takut Tak Bisa Sekolah
Baik Elvanus, Oktavinus dan dua murid lainnya yang ditemui siang itu takut kalau-kalau tak bisa sekolah lagi. Ketika ditanyai perihal tempat duduknya di kelas, Aleksius Aventus yang adalah muris kelas 1 tersebut berjalan dengan lesu ke bekas ruangan kelas 2.
Ia mengambil daun meja dari bambu dan pelupu yang diletakkan di sudut ruangan.
“Ini saya punya meja,” ujarnya dalan bahasa Krowe, bahasa daerah setempat.
Ada kesedihan di balik wajah polos Elvanus, Oktavianus, Anselmia dan Aleksius. Oktavianus yang mengaku ingin jadi guru takut tak bisa sekolah lagi.
“Nanti kami sekolah dimana?”, ujarnya lirih dalam bahasa Krowe. Sementara Elvanus ingin belajar di rumah saja karena lebih aman.
Terhadap kondisi tersebut, salah satu orang tua murid, Karnihanco berharap pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dapat memberikan perhatian.
“Kalau lepas saja, nanti kami punya anak-anak sekolah dimana?” ujarnya. Karena belum ada pertemuan komite sekolah untuk membahas hal tersebut maka dirinya menganjurkan proses KBM dilakukan di rumah warga setelah libur masuk sekolah pada (9/01/2017).
“Apakah mau perbaiki lagi atau bagimana kami belum tahu. Kami harus dengar juga dari guru kepala (kepala sekolah-red),” terangnya.
Apa pun langkah yang diambil semoga dapat menyelamatkan mimpi dan semangat para siswa untuk mengenyam pendidikan. Peran aktif Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga tentu sangat dibutuhkan para murid, orang tua dan guru.
Foto Feature: Aleksius Aventus dan Anselmia Asyanti di bekas ruang kelas SDN Wairpu’at