Waingapu, VoxNtt.com– Kepala desa Wanga, Kecamatan Umalulu, Sumba Timur, Dedi Lao Kote mengaku tidak takut dengan surat pemberitahuan PT. Muria Sumba Manis (MSM) yang merugi lantaran kebijakannya menghentikan aktivitas Perusahaan itu.
Dalam surat yang ditandatangani H Agus Zulkarnaen sebagai perwakilan PT MSM, disampaikan bahwa jika penghentian aktivitas perusahaan ini tetap berlanjut maka pihak perusahaan akan menuntut ganti rugi kepada kades Dedi.
BACA: Investasi PT. MSM Berdampak pada 583 Ha Sawah Warga Sumba Timur
Surat bernomor 21/MSM/XII/2016 tertanggal 15 Desember 2016 yang dilayangkan kepadanya berisi jumlah kerugian PT MSM sebesar Rp181 juta.
Disampaikan juga bahwa kerugian tersebut disebabkan kebijakan kades Dedi atas pemberhentian aktivitas PT dari tanggal 11 Desember sampai tangal 15 Desember 2016 lalu.
BACA: Ada Monopoli Air Dibalik Kekeringan Dua Desa di Sumba Timur
Tuntutan ini didasarkan pada kesepakatan yang telah dibuat di kantor Badan pertanahan Kabupaten Sumba Timur tanggal 29 November 2016 dimana izin aktivitas/operasional diberikan oleh Kepala badan Pertanahan setelah mendapat persetujuan dari peserta rapat.
Terkait surat ini kepala desa wanga Dedi Lao Kote menyampaikan bahwa pemberhentian aktivitas operasional PT MSM didasarkan pada pengaduan warga/pemilik lahan yang menjadi sengketa.
BACA: Bupati Sumtim: PT. MSM tidak ditolak warga
“Jadi saya sebagai kepala desa Wanga harus menghentikan kegiatan operasional PT MSM sampai ada penyelesaian final atas masalah tersebut” tegas Dedi.
Sebagai kepala desa, Dedi menegaskan kebijakannnya memberhentikan aktivitas PT. MSM demi melindungi hak warganya yang terancam kekurangan air akibat aktivitas perusahaan tebu itu.
Sedangkan isi dari kesepakatan di kantor pertanahan kepala desa yang disinggung dalam surat, Kades Dedi mengaku tidak menandatangani berita acara kesepakatan.
“Yang saya ditandatangan waktu itu adalah daftar hadi peserta pertemuan” tandas Dedi.
Sementara itu, dinamisator Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT region Sumba Timur, Alfian Deta mengatakan PT. MSM harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana tercantum dalam undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengolahan Lingkungan Hidup.
Menurut UU 32 ini, lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang ini, terang Alfian menegaskan pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (AD/VoN)