Ruteng, VoxNtt.com- Lembaga Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) SVD Ruteng dan utusan masyarakat dari lokasi lingkar tambang menemui Ketua Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Silvanus Hadir di kantor RSPD Ruteng, Rabu (11/1/2017).
Mereka datang untuk menyampaikan sejumlah keberatan akan rencana Pemkab Manggarai memberikan izin AMDAL ke PT Master Long Mining Resources (MMR).
Kabarnya, perusahan ini sedang memeroses izin lingkungan untuk melakukan penambangan mangan di blok Nggalak dan Maki, Kecamatan Reok Barat.
Kordinator JPIC SVD Ruteng Pastor Simon Suban Tukan mengatakan, dirinya bersama masyarakat Nggalak dan Maki berharap agar tidak melakukan aktivitas pertambangan di daerah itu. Izinan AMDAL pun hendaknya tidak diproses oleh tim penilai.
Senada dengan Simon, Fridolinus Sanir, utusan Masyarakat Nggalak menyatakan dirinya bersama warga secara tegas menolak kehadiran perusahan tambang di daerah mereka.
“Harapan kami, AMDAL perlu dilihat dengan seksama. Salah satu titik paling krusial di situ adalah dekat dengan mata air yang telah menjadi sumber kehidupan warga,” ujar Fridolinus dalam kesempatan diskusi dengan Silvanus.
Selain menyampaikan keberatan lisan, JPIC SVD Ruteng dan masyarakat juga menyerahkan tanggapan tertulis terhadap pengumuman radio terkait rencana permohonan izin lingkungan usaha dan/atau kegiatan pertambangan mangan di Manggarai bagian utara ini.
Dalam surat tanggapan yang salinannya diterima VoxNtt.com dijelaskan, sejak PT MMR mendapat izin eksplorasi mangan di Desa Nggalak dan Desa Kajong tahun 2009 lalu, konflik di masyarakat pun mulai muncul.
Itu kerena areal eksplorasi perusahan tersebut merupakan lahan masyarakat dan kawasan sumber mata air yang dikonsumsi warga.
“Salah satu titik pertambangan berada persis di dalam Uma Randang (Kebun Randang), pusat pelaksanaan ritual adat terkait dengan kehidupan mereka sebagai petani. Jika kegiatan pertambangan dilanjutkan maka pasti akan mengganggu sistem kehidupan warga dan lebih jauh lagi akan melanggar hak-hak budaya dan ekonomi warga,” tulis mereka dalam surat yang ditandatangani oleh Pastor Simon itu.
Selanjutnya, sebagian lahan warga telah dicetak menjadi areal persawahan sebanyak 800 hektar yang dibiayai oleh pemerintah.
“Seluruh tua-tua gendang di bekas Kedaluan Nggalak dan Ruis dalam sebuah pertemuan di Sengari Reo pada tahun 2013 lalu telah sepakat untuk menolak kehadiran pertambangan di wilayah mereka,” papar mereka.
JPIC SVD juga menjelaskan, masyarakat Nggalak dan Maki pada umumnya berprofresi sebagai petani. Karena itu kegiatan pembangunan haruslah yang mendukung kapasitas masyarakat sebagai petani.
“Pertambangan menghilangkan akses masyarakat terhadap tanah, yang menyebabkan kerentanan terhadap ketahanan pangan dan berlanjut terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya,” ulas JPIC SVD.
Selain itu, masih dalam surat tanggapan mereka, pada tanggal 20 Agustus 2013 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMAN HAM) telah mengeluarkan rekomendasi mengenai kasus pertambangan di Manggarai dan Manggarai Timur.
Salah satu rekomendasi penting kepada pemerintah di dua kabupaten ini ialah menghormati dan melindungi hak-hak dalam tatatan masyarakat adat.
Itu bisa dilakukan dengan cara merumuskan Peraturan Daerah (Perda) atau Keputusan Bupati yang mengakui, menghormati, dan melindungi masyarakat adat Manggarai.
Sementara itu, Ketua Komisi Penilai AMDAL PT MMR Kabupaten Manggarai Silvanus Hadir mengaku, semangat mereka dengan JPIC SVD sama yaitu menyelamatkan lingkungan.
“Membangun dengan tidak merusak lingkungan. Mengapa kami proses, karena mereka (PT MMR) mengajukan AMDAL. Hasil nanti bisa positif, bisa negatif. Kalau nanti hasilnya banyak yang negatif maka kami pasti rekomendasi tidak layak,” ujar Silvanus. (Ardy Abba/VoN)
Foto: JPIC SVD dan utusan masyarakat Nggalak saat bertemu ketua komisi penilai AMDAL kabupaten Manggarai Silvanus Hadir (Foto: Ardy Abba/VoN)