Oleh: Sariief Saefulloh
“Kita tidak boleh merusak demokrasi dengan kesombongan dan keserakahan, kita harus menjaga dan menjalankan demokrasi dengan kebijaksanaan, hilangkan kepentingan individu dan kelompok tertentu karena itu awal rusaknya kita sebagai saudara dan hidup sebagai sebuah bangsa dan negara”
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia, hadir sebagai raksasa Asia yang memiliki berbagai kekayaaan yang diminati semua negara di dunia.
Sebagai negara berkembang bangsa ini tidak surut dari polemik kebangsaan, berbagai meomentum dari masa order lama, order baru hingga reformasi terus bermunculan.
Dinamika inilah yang seharusnya menjadikan Indonesia semakin mapan dan maju sebagai raksasa Asia.
Secara historis, Indoensia terlahir bukan atas pemberian penjajah layaknya Malaysia, Indonesia lahir dari rahim darah para syuhada dan negarawan sejati yang sadar akan perannya untuk membebaskan diri dari imprealisme dan kapitalisme.
Narasi sejarah itulah yang patut diteladani dan dipelajari oleh para generasinnya.
Dengan penduduk yang mayoritas menganut agama Islam, Indonesia tidak terlepas dari dusta dan penghianatan.
Banyak permasalahan bangsa ini yang bersinggungan dengan perilaku para politikus Muslim seperti korupsi, terorisme, kemiskinan, pengangguran, keadilan, kesenjangan sosial, pendidikan dan lain-lain, yang dahulu hingga saat ini tak kunjung terselesaikan.
Inilah tanggung jawab kita semua, bukan menyudutkan Islam sebagai akar masalah, karena bukti sejarah Islam hadir sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagi permasalahan walaupun realitasnya Islam selalu dirusak oleh prilaku adu domba pihak tertentu dan umatnya yang lalai.
Jika perilaku politikus Muslim itu berkhianat dan rakus maka jangan salahkan Islam karena itu perilakunya sendiri sebagi manusia bukan Islam sebagai ajaran dan panutan.
Islam sebagai agama tidak lantas terpisahkan dari negara, Islam mengajarkan pada umatnya untuk berbangsa dan bernegara, menjaga dan merawat perbedaan, memajukan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Adapun para perilaku politikus muslim yg berkhianat terhadap amanat rakyat dan merusak tatanan bernegara bukanlah ajaran Islam.
Islam bukanlah agama yang cinta kekerasaan seperti yg diisukan selama ini. Islam adalah agama perdamaian yang dahulu hingga saat ini tak pernah berubah ajarannya sebagai panutan kehidupan manusia.
Islam dan Demokrasi
Seiring dengan perkembangan ideologi dunia, Islam di Indonesia mengalami berbagai rintangan yang cukup berat dalam dinamika berdemokrasi.
Kita mengetahui bahwa demokrasi secara hakikat bukanlah kekuasaan semata dimana pekerjaannya hanya meraih, dan meruntuhkan kekuasaan.
Namun realitasnya kita menghadapi hal tersebut tatkala pemilihan umum (pemilu), dimana banyak kelompok kepentingan saling menyerang, tuduh-menuduh dengan isu-isu busuk. Mereka cap kali berdalih atas nama kebenaran dan demokrasi.
Inilah potret modernisasi demokrasi yang mehalalkan segala cara demi kekuasaan dimana akibatnya justru merusak moral dan hukum yang berlaku.
Tak hanya itu, permainan isu dalam pilkada juga meretakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Secara etika dan estetika hal di atas bukanlah pendidikan politik yang baik dan teladan bagi masyarakat.
Islam dan demokrasi di Indonesia telah menjadi perbincangan semua kalangan masyarakat. Kerusakan demokrasi Indonesia bukanlah karena agama tetapi diakibatkan kerakusan, kesombongan individu ataupun kelompok tertentu yaang melupakan tatakrama, sopan santun berdemokrasi.
Bahkan tak ayal, isu agama pun dimainkan untuk mendapatkan legitimasi demokrasi.
Islam bangkit menyatukan kekuatan dengan nurani bukan emosi. Islam bersatu dalam shaf shalat bukan karena kiai tapi karena iman yg tinggi.
Suara jutaan umat bukanlah suara kebencian dan pertentangan tapi suara perlawanan menuntut keadlian.
UUD 1945 telah menegaskan bahwa setiap warga negara dijamin haknya oleh negara baik secara ekonomi, politik, sosial dan budaya tanpa melihat golongan, ras, budaya ataupun agama tertentu.
Dengan demikian setiap warga negara memiliki hak berdemokrasi (mencalonkan ataupun memilih pemimpin) sesuai agamanya, budayanya, maupun rasnya.
Aku bangga sebagai muslim, sebagai warga Indonesia, mencintai pilar kebangsaan sebagai sebuah nilai yang manusiawi dan sebagai pedoman negarawan sejati.***
Penulis adalah Wakil Presiden Mahasiswa Islam Asean (Asean Muslim Students Association (AMSA)