Ende, VoxNtt.com-Kali ini cerita dari seorang ayah sebagai pekerja buruh pribadi. Mengais nafkah untuk kehidupan keluarga dengan memungut batu di sepanjang jalan negara Ende-Maumere.
Pagi itu, waktu menunjukan pukul 05.30 wita. Warga Tomberabu, Kecamatan Ende mulai berbondong-bondong menuju ke ladangnya masing-masing untuk melakukan aktifitas keseharian. Rutinitas pokok ini tak dapat dielakan masyarakat setempat sebab demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Berbeda dengan aktifitas David Anggo, pria berusia 55 Tahun. Waktu yang sama ia meninggalkan istrinya menuju KM 18 untuk memungut bebatuan di sepanjang jalan negara.
Dalam kesehariannya pria paruh baya ini menghabiskan waktunya dengan mengumpulkan batu untuk dijual. Baginya, pekerjaan itu merupakan pekerjaan mulia yang tidak dilakukan oleh semua orang.
Setiap pagi pukul 05.30, David beranjak dari rumahnya menuju ke tempat kerja yang berjarak sekitar 7 kilometer. Dengan topografi terbilang ekstrem menurun dan mendaki ia tempuh hanya 30 menit saja setiap hari kecuali hari minggu.
Ia berjalan kaki membawa serta makanan dan minumannya. Ubi-ubian serta sayur hijau tidak luput dari suguhan dia setiap hari kerja.
Ia mulai bekerja dari pukul 06.00 pagi hingga pukul 13.00 siang. Menurutnya, waktu ini terbilang efektif untuk melakukan aktifitasanya. Kemudian dilanjutkan hingga pukul 16.00 wita sebagaimana harus meninggalkan tempat kerja untuk kembali ke kediamannya.
Dalam sehari David mampu mengumpulkan batu setengah dari ukuran dump track. Batu yang dikumpulkan itu sesuai dengan jenisnya. Beberapa batu besar dipisahkan dan disatukan. Begitupula batu-batu jenis kerikil.
Menurut cerita dia, omsetnya yang didapat selalu tidak menentu. Batu-batu besar biasa dijual dengan harga relatif kecil dari Rp. 100.000 hingga Rp. 150.000 per dump track. Sementara batu jenis kerikil Rp. 450.000 sampai Rp. 500.000 per dump track.
“Harga begitu saja. Mau bilang bagaimana, pembeli sudah tawarkan begitu,”kata David kepada penulis.
Wajahnya yang kusam, dan tampak lelah sekalipun, David tetap semangat untuk mengumpulkan batu di pinggir jalan. Batu-batu sisa hasil pekerjaan pelebaran jalan itu, jadi buronan David setiap hari dalam sepuluh bulan terakhir ini.
Bagi pria usia setengah abab lebih ini, pekerjaan yang dilakukan itu adalah halal. Yang paling penting baginya adalah bisa memenuhi ekonomi keluarga.
Sekitar pukul 10.00 pagi, kedua telapak tangan David tampak kotor. Pakayan yang dikenakan itu, tampak kusam dan sobek sebelah kiri. Tanpa memakai alas kaki itu merupakan andalan.
Cucuran keringat di rauh wajah dan seluruh badannya terlihat menetes membasahi baju dan celananya. Meskipun demikian, Ia terus mengumpulkan batu-batu tak berarah itu untuk disatukan.
“Saya kerja ini untuk biayai anak dan istri saya. Saya tidak malu, karena saya tidak curi,”katanya sambil mengusap keringat dari wajahnya.
Bukanlah David namanya jika ia hanya diam dirumah dengan mengharap belas kasihan orang lain. Ia tetap kuat dan tegar menjalani pekerjaan itu.
Kedua buah hatinya hasil pernikahan dia dengan Veronika (47) itu, David nekad untuk menyelesaikan gelar serjana. Putri pertamanya, saat ini sedang menyelesikan studinya jurusan Kebidanan di salah satu Universitas di Surabaya. Sedangkan putra keduanya masih menempuh sekolah tingkat SMP di Ende. Itu semua berkah dari hasil kerjanya setiap hari.
“Ya kalau saya kuat, saya akan selesaikan anak saya sampai kuliah. Doakan saya. Mereka harus lebih baik dari saya dan istri saya,”kata David semangat.
Ia mengatakan selain penghasil dari itu, pekerjaan lain adalah menjual kemiri hasil buah tangannya. Ia dan istrinya sudah membagikan tugas untuk bekerja menghasilkan uang. Istrinya mencari dan memecahkan kemiri sementara David mengumpulkan batu.
Dengan usia yang semakin menurun dan tak kuat lagi seperti dulu, tak membuatnya berhenti bekerja. Untuk mencari sesuap nasi dan melanjutkan kehidupan kelurganya khusus untuk kedua buah hatinya, David tetap berkomitmen bertanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga.
David adalah sosok orang yang berjiwa besar dan orang yang pekerja keras walau di usianya yang sudah lanjut. Beliau terus berjuang mempertahankan hidupnya, bahkan dari pungutan-pungutan batu yang bagi kebanyakan orang tidak berharga beliau jadikan nafkah bagi keluarganya.
Perjuangannya untuk tetap hidup menjadikan dirinya semakin kuat, tegar dan sabar untuk menjalani kehidupan yang semakin keras dan kejam.
Sovia Miso, tetangga David saat ditemui mengakui perjuangan David untuk membiayai anak-anaknya masih menggebu. Sovia juga mengisahkan pekerjaan David dan keluarganya.
“Dia setiap hari kerja kumpul batu. Dia biaya anaknya, sekarang kuliah. Hasilnya dari batu itu. Istrinya di kampung cari kemiri untuk biaya anak sekolah. Mereka berasal dari keluarga yang sederhana. Mereka juga hidup damai. Di rumahnya itu hanya mereka dua saja.”Ujar Sofia kepada penulis.**(Ian/VoN)