Ende, VoxNtt.com-Keberadaan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan atau Orang Dalam Masalah Kejiwaan (ODMK) dipandang sebagai masalah sosial serius.
Sayangnya, Pemerintah belum menyadari tanggung jawabnya terhadap warga negara yang mengalami gangguan jiwa tersebut.
Padahal, ODGJ dan ODMK merupakan orang minoritas yang perlu diperhatikan oleh negara termasuk Pemerintah Kabupaten Ende.
Sejak Undang-Undang nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Kejiwaan atau UU Keswa disahkan, Pemerintah belum bertindak selangkahpun. Istilah ini juga belum mencuat di daerah atau kota sejarah ini.
Pemda Ende baru menyadari dan membuka mata setelah pergerakan kelompok sosial kemanusian yang disebut Kelompok Kasih Insani atau KKI yang diinisiatif dari masing-masing pribadi.
Sudah satu tahun tepat pada Sabtu 25 Februari 2017, kelompok yang beranggota 121 orang ini memperhatikan orang dengan gangguan jiwa di Ende.
Orang dengan gangguan jiwa atau orang dalam masalah kejiwaan identik atau kerap disebutkan “orang gila”.
Mereka seakan dilabeli oleh masyarakat sebagai orang edan, orang sedeng dan orang tidak layak berada bersama dalam lingkungan masyarakat yang dipandang lebih waras kesehatan jiwanya.
Dikutip tulisan Anisa Wijayanti, Fisipol UGM disebutkan “orang gila” pada umumnya dapat membangun stigma negatif terhadap kaum minoritas.
Stigma negatif tersebut beranggapan bahwa orang dengan gangguan jiwa atau orang dalam masalah kejiwaan hanyalah sampah masyarakat yang mengganggu, mengerikan, memalukan bahkan merupakan “aib” yang mesti disembunyikan.
UU Keswa merupakan titik terang bagi Pemerintah untuk mengatasi permasalahan kejiwaan terutama dalam penghapusan stigma negatif tersebut.
Stigma negatif terhadap mereka tidak bermaksud sebagai solusi kesembuhan dan terselesainya masalah kejiwaan tetapi mereka merupakan bagian dari masyarakat untuk mendapatkan kemudahan dan perawatan khusus karena keterbatasan untuk dapat mengakses hak-hak dasar sebagai manusia.
Kelompok Kasih Insani atau KKI yang dipelopori oleh Pastor Avent Saur, SVD tengah mengaplikasi UU Keswa.
Orang dengan gangguan jiwa atau orang dalam masalah kejiwaan mesti diperhatikan, dipelihara dan dilindungi oleh masyarakat lain termasuk pemerintah.
Dalam acara ulang tahun yang pertama, KKI mengangkat tema “Bebas Pasung, Bebas Stigma”.
Tema tersebut bermaksud untuk memperbaiki dan atau meluruskan paradigma berpikir masyarakat termasuk Pemerintah Daerah.
Pastor Avent mewakili KKI menjelaskan stigma negatif merupakan cara pandang yang salah terhadap orang dengan gangguan jiwa. Orang atau siapapun manusia memiliki harkat dan martabat yang sama.
“Misalnya, terhadap orang yang gangguan jiwa, orang yang cacat, orang yang tidak memiliki anggota tubuh. Nah, ini yang disebut stigma bahwa kita salah melihat manusia lain. Karena martabat dan derajat manusia adalah sama-sama diberikan oleh Tuhan,” ungkap Pastor Avent sebelum membongkar kandang ODGJ Herman Yosep Nuel (45) di Keluraha Rewarangga, Kecamatan Ende Timur, Kabupaten Ende belum lama ini.
Target utama dari KKI adalah untuk mengubah mindset berpikir atau stigma berpikir negatif masyarakat.
Cara pandang masyarakat diarahkan ke rana pendidikan sosial kemanusian. Bahkan, stigma berpikir negatif pemerintah maupun masyarakat perlu dihapuskan.
Selain itu, “Bebas Pasung” juga merupakan bagian dari target KKI. Isu besar penyusunan UU Keswa adalah banyaknya pemasungan yang merupakan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia.
Pembongkaran kandang ODGJ dan pemasungan justru diterima baik oleh keluarga orang dengan gangguan jiwa di Ende. Mereka (KKI) sesungguhnya ingin memanifestasi stigma negatif kepada keluarga, masyarakat umum bahkan kepada Pemerintah.
Keluarga atau masyarakat yang masih sangat polos justru hanya menyerah saja. Kurangnya sosialisasi oleh Pemerintah tentang UU Keswa membuat keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat apa-apa.
Rosalia Ngura, mengatakan hanya berpasrah dengan keadaan yang dialami oleh anggota keluarganya. Ia dan keluarga lainnya merasa terbantu dengan gerakan kelompok kasih insani dibawa pimpinan Pater Avent tersebut.
“Kita tidak tahu apa-apa. Orang bilang kakak saya (Nuel) gila, kakak saya merusak barang umum. Ya, kami sangat terbantu. Kami sangat berterima kasih, karena kami tidak bisa berbuat apa-apa,” tandas Rosalia.
Hal serupa diserukan Emanuel Rai, keluarga ODGJ dari Wangga atau sering disapa Midun.
Midun saat ini sedang dipasung karena gangguan jiwa neurosis. Emanuel dan keluarganya berharap Midun mendapatkan perawatan khusus kejiwaan.
“Kita keluarga menyerah. Harap dia (Midun) bisa rawatan khusus,” katanya singkat.***(Ian Balla/VoN)