Ende, VoxNtt.com-Sebuah buku puisi berjudul “Sepanjang Kayuh” diluncurkan di Warung Mbah Cokro Surabaya pada hari Jumat, 17 Februari 2017 sekitar pukul 18.30 WIB.
Buku yang disyairkan oleh Syarifudin Zuhri, putra asal Ende ini sudah disebarkan di beberapa wilayah.
Syarif, demikian sapa akrabnya, memiliki kemampuan pada bidang seni. Sejak mengenyam pendidikan sekolah dasar dia mulai menggemari deklamasi.
Dia juga aktif pada bidang seni lain seperti, fotografi, film, teater, serta diskusi-diskusi publik.
Saat kuliah di Stikosa-AWS, ia bergabung dengan beberapa komunitas seperti Himpunan Mahasiswa Penggemar Fotografi (HIMMARFI), Komunitas Film KOPI Production dan Teater Lingkar.
Pria lajang kelahiran 1984 ini juga aktif pada organisasi luar kampus seperti Teater Api Indonesia (TAI) dan juga JENDELA Paguyuban Teater Kampus se-Surabaya.
Dengan gaya santai, dia bercerita sewaktu semester dua dirinya bergelut sebagai penyiar berita dan produser radio bisnis PAS FM Surabaya.
Kemudian tahun 2008, dia dipercaya menjadi koordinator liputan radio Elshinta Surabaya-Jawa Timur. Terakhir sempat bergabung menjadi penyiar berita di SBO TV Surabaya.
Selain pernah menggelar beberapa pameran foto bersama teman sejawatnya di HIMMARFI, Syarif juga menyutradarai dan menjadi aktor di beberapa pementasan teater bersama Teater Lingkar Surabaya.
Selain itu juga di beberapa film bersama KOPI production. Dalam beberapa tahun terakhir dia turut membantu Bunga Langit Production, One Production, dan Nusa Broadcsting School.
Surabaya dan beberapa kota di Jawa Timur membuatnya dia jadi betah. Menurut Indra Tjahyadi (Penyair juga dosen sastra di beberapa Kampus di Jawa Timur) menyebutkan Syarif tidak memiliki pengetahuan formal dalam bidang seni.
“Syarif bukanlah penyair yang memperdalam pengetahuan sastranya dalam lingkup akademik sastra. Ia merupakan penyair autodidak. Pengetahuan kesastraannya didapatkan dari pergaulannya dengan para sastrawan dan seniman, khususnya sastrawan dan seniman Jawa Timur” pungkas Indra.
Puisi-puisi Syarif sering dibacakan di sejumlah Kampus dan juga di komunitas-komunitas di Surabaya.
Selain itu, beberapa kegiatan diskusi-diskusi kebangsaan atau diskusi publik di Warung Mbah Cokro, Kedai Kreasi, Balai Pemuda, serta tempat lainnya di luar Surabaya kerap dibaca puisinya.
Pada tahun 2008, Panitia Pesta Penyair Nusantara di Kediri tertarik dan memilih beberapa puisinya kemudian diundang dalam acara tersebut.
Semenjak itu, pergaulan Syarif dengan beberapa Penyair dan Penulis semakin membaik.
Pada Juli 2014, Komite sastra Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) memilih dan memasukan puisi-puisinya ke dalam buku kumpulan puisi bersama beberapa Penyair muda asal Jawa Timur lainnya yang bertajuk pada Tenung Tujulayar.
Selanjutnya, puisi-puisinya kembali hadir di buku antologi puisi bersama puluhan Penyair, Kamus Kecil Tentang Cinta yang diterbitkan Kedai Kreasi dan Padma Publishing Surabaya pada tahun 2016.
Di tahun yang sama, puisi-puisinya masuk dalam Bienale Sastra Jatim, dan juga Jatim Art Forum (JAF).
“Keluasan pergaulan sastra dan seni Bung Syarif tersebut berpengaruh pada tindak kreatif yang dilakukannya. Adapun pengaruh tersebut tampak pada kevariatifan tema dan langgam puitik yang hadir dalam kumpulan puisinya yang pertama ini. Oleh karena itu dalam puisi ini, pembaca akan disuguhi puisi-puisi dari tema-tema personal sampai tema-tema sosial. Dan langgam puitik yang penuh jargon sampai langgam puitik puisi perenungan”jelas Indra Tjahyadi yang juga menjabat sebagai Komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT).
Hal serupa dituturkan oleh M. Zurqoni, mantan Wartawan yang juga Pemilik Warung Mbah Cokro. Warung tersebut, kerap kali dikunjungi Syarif untuk meluapkan kata-kata puitisnya.
“Selain menulis puisi, Syarif memiliki anugerah pada suara yang baik dan keunikan tersendiri yang cukup memikat pada saat membaca puisi-puisinya maupun puisi-puisi karya penyair lainnya. Selain itu Syarif cukup peka dengan persoalan-persoalan di sekitarnya”kata Zurqoni yang merupakan sahabat karib Syarif.
Sudut pandang lain, Fahmi Faqih, Penyair yang kini menetap di Bandung.
“Ada seribu satu alasan untuk tidak menjadi penyair. Untungnya, kitab suci bukanlah traktak buatan manusia yang seringkali manipulatif bahkan kadang semena-mena. Walaupun ia memberikan cap kepada penyair sebagai orang yang pergi ke lembah hayal dan mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan, ia juga memberikan pengecualian. Dan semoga pengecualian yang dikatakan sebagai kecuali mereka yang percaya dan mengerjakan kebaikan itu, Syarif termasuk salah satunya” tutur Fahmi Faqih
Keluasan pergaulan Syarif juga terlihat dalam acara yang digelar di Warung Mbah Cokro dua pekan lalu bersama teman-temannya.
Mereka yang tergabung dalam Seduluran “sepanjangkayuhproject” yang menjadi sebutan untuk Panitia, Fotografer, dan Seniman yang berkontribusi dalam peluncuran buku puisi sepanjang kayuh.
Turut menggelar pameran sketsa, foto, serta penampilan performance art, dan musik, yang semuanya merespon puisi-puisi Syarif yang saat ini sedang cetak kedua.***(SWB/Ian Bala/VoN).