Kupang, Vox NTT-Lelaki tua berbadan kurus dengan penampilan seadanya itu adalah Agus Luit, mantan petani rumput laut yang sukses beberapa tahun silam.
Dari bibir pantai Bolok, kami melihat pria berusia 57 tahun ini sedang bekerja keras sambil berjuang melawan badai di pinggir pantai itu. Tampak pendayung perahu kecil melekat dalam genggamannya.
Agus, demikian ia disapa adalah seorang petani dari Bolok, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang.
Sejak tahun 1979 dia telah giat membudi daya rumput laut di pantai bagian barat Kabupaten Kupang itu.
Ia mengaku awalnya sekedar mencoba saja. Namun akhirnya menjadi profesional di bidang budi daya rumput laut berkat kerja keras dan kesabarannya.
Ia tak menyerah walau kemampuan fisik dan kekuatan modalnya masih rendah kala itu.
Berkat kerja keras dan keuletannya setiap bulan, Agus yang sejak kecil tak pernah merasakan bagaimana nikmatnya menggenggam uang hingga puluhan juta, akhirnya bisa berpenghasilan 20-25 juta dari hasil panen 1-1,5 ton rumput lau.
“Enak pak kerja rumput laut ini, setiap bulan kita bisa terima uang 20-25 juta. Panen rumput lautnya kadang 1-1,5 perbulan” kata Agus saat ditemui reporter VoxNtt.com, Rabu (08/03/2017)
Titik Balik
Namun seperti lazimnya kata orang hidup itu seperti roda berputar, hari ini kadang di atas besok di bawah. Itulah yang dihadapi Agus bersama keluarganya saat ini.
Ia bersama keluarga kini hidup susah. Setiap hari ia menepi dari rumahnya karena sore harus melawan arus laut yang mengamuk menerjang perahu kecil miliknya demi mendapat ikan-ikan di lautan luas.
Penghasilan Agus yang semula 20-25 juta pun menurun drastis menjadi kisaran 1-1,5 juta perbulan.
Namun demikian, Agus bersama istri dan dua anaknya terus bersyukur pada Sang Empunya Dunia.
Baginya semua yang pernah diterima adalah berkat yang diberikan Tuhan bagi keluarganya. Termasuk ketika sekarang dia harus menikmati waktu tidur malam bersama angin dan badai di laut Semau.
“Sekarang ma tidak bisa berbuat apa-apa lai pak, kita pasrah sa sudah mau buat apa lai, kita berharap ada yang peduli tapi sonde ada” ujar Agus dengan wajah sedih.
Hadirnya PLTU Bolok
Selepas hujan lebat pergi menepi pada awan pengirimnya, media ini menyambangi Agus yang kala itu sedang bemesrahan dengan perahu kecilnya.
Dari kejauhan tampak dirinya sedang mengeluarkan air yang mencoba menggenangi perahu sambil sesekali melemparkan pandangan ke arah selatan.
Agus menatap bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berdiri tegak tak jauh dari pondoknya.
Entah mengapa, sesekali ia menendang mesin raksasa tua itu.
Ia mengisahkan sejak 2013 lalu, dirinya harus menelan pil pahit. Pasalnya budi daya rumput laut yang sudah puluhan tahun menghidupi keluarganya harus berhenti karena tercemar limbah PLTU.
PLTU ini dibangun oleh PT. Santosa Makmur Sejahtera Energy yang mana salah satu media lokal menyebutnya milik Setya Novanto, Ketua DPR RI yang kini disebut-sebut sebagai kreator dibalik kasus korupsi mega proyek E-KTP.
“Saya coba budi daya rumput laut sejak tahun 1979 Pak, karena berhasil akhirnya saya lanjutkan dan hasilnya sangat baik sehingga saya bisa hidup bersama keluarga saya termasuk bangun rumah yang bagus. Tetapi 2013 sudah tidak bisa lagi pak, kita punya rumput laut rusak semua kena minyak dari PLTU” ujarnya.
Agus mengisahkan, bahwa pada 2014, belasan kelompok petani rumput laut dari Bolok sampai Tablolong, mendapatkan bantuan bibit dan sejumlah peralatan dari kementrian perikanan dan kelautan tetapi semuanya mati karena, dicemari minyak (limbah) dari PLTU.
Menurut Agus sampai saat ini, Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten belum berbuat apa-apa dalam rangka menyikapi masalah ini.
Sebelumnya menurut Agus salah satu anggota DPRD Kabupaten Kupang sempat datang untuk mendata seluruh nama petani rumput laut, tetapi tidak ada tinjak lanjut.
Bahkan ada pemerintah kabupaten yang menemui mereka berdalih kalau itu minyak tumpahan dari Australia.
Namun alasan ini ditampik oleh seorang karyawan PLTU yang tak mau disebutkan namanya.
Kepada VoxNtt.com dia dengan lugas menyampaikan bahwa ada pipa pembuangan yang sengaja diarahkan ke laut untuk membuang limbah produksi.
Posisi pipa pembuangan itu jelas dia berada di sisi kiri atau bagian Timur PLTU Bolok.
Warga lain Obet Leo (61), yang juga mantan petani rumput laut saat bertemu di rumahnya turut merasa rugi setelah meninggalkan pekerjaannya itu.
Kata Obet, kalau kerugian seluruhnya bisa mencapai puluhan miliar karena yang bekerja rumput laut sebelumnya ada 450-an orang dan terdiri dari beberapa kelompok.
Obet kini berprofesi sebagai petani tomat. Namun ia mengaku, hasilnya tak sebesar ketika dulu masih menjadi petani rumput laut.
Saat ini Agus dan Obet beserta keluarga hanya bisa berpasrah pada Tuhan sambil menekuni pekerjaan mereka yang baru.
Walau Agus menyadari penghasilannya sangat berkurang, ia hanya pasrah sebab dirinya hanya seorang petani dengan kemampuan berpikir yang sederhana.
Mereka berharap pemerintah peduli dengan menegur pihak perusahaan dan mendapat ganti rugi.
Namun sampai hari ini harapan Agus bersama petani rumput laut lainnya hanya mimpi semu. (Boni Jehadin/Von)