Kota Kupang, Vox NTT-Peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat menjadi sorotan penting dalam diskusi akademik bertema “Eksistensi Perempuan, Peran dan Permasalahan Dalam Pembangunan Bangsa” di aula Diklat dinas PPO Provinsi NTT, Kayu Putih, Kota Kupang, Senin (13/03/2017).
Kegiatan ini diselenggarakan Media Warta Perempuan NTT untuk menjawabi masalah minimnya peran perempuan dalam aspek penting kehidupan berbangsa dan bernegara.
Masalah tersebut seperti minimnya keterlibatan perempuan dalam politik, human trafficking, pekerja anak perempuan di bawah umur, meningkatnya angka kematian ibu, kesehatan ibu, maupun diskriminasi perempuan dalam peran sosial.
Prof. Mien Ratoe Udju salah satu pemateri dalam diskusi tersebut menyampaikan selain karena pengaruh budaya, salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah konstruksi sosial yang menempatkan perempuan sebagai posisi nomor dua.
“Pandangan seperti itu dibentuk dalam konstruksi sosial bukan karena perempuan tidak bisa berkiprah lebih aktif dari laki-laki” kata Prof Mien.
Menurut dia, jumlah perempuan di NTT menurut data BPS tahun 2015 berjumlah 2.583.189 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 65% berdomisi di pedesaan.
Jumlah yang cukup besar ini, jelas dia merupakan potensi yang cukup besar jika pemerintah dan lembaga pemberdayaan perempuan mampu memetakan keunggulan untuk menjadi motor dalam pembangunan khususnya pembangunan di sektor desa dan keluarga.
Salah satu yang dia sebut adalah peran perempuan dalam pendidikan keluarga dimana peran ibu sangat penting untuk melahirkan dan memberdayakan generasi bangsa.
Masalah Perempuan NTT
Sementara itu ibu Meldi Pandi dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak merinci beberapa masalah perempuan NTT yang sampai saat ini belum bisa teratasi.
“Saat ini masih terdapat ketidakadilan gender dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat” ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan perempuan NTT masih rendah dalam kualitas hidup dan peran sosial.
Perempuan kata dia, belum memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan.
“Contohnya perempuan harus izin suami dulu sebelum mengambil keputusan” kata Meldi.
Selain itu ia menyebut perempuan NTT masih rendah dalam bidang kesehatan dan ekonomi yang berdampak pada kematian ibu dan anak serta kemiskinan.
Hal lain yang dia sebut adalah rendahnya perlindungan terhadap perempuan dari faktor kekerasan.
“Sampai saat ini banyak kasus kekerasan terhadap perempuan diselesaikan lewat adat” katanya.
Berbagai masalah tersebut kata Meldi dapat teratasi dengan meningkatkan kordinasi lintas sektoral serta penerapan kebijakan dan regulasi.
Sementara itu, Frans Maksi, pemimpin umum mingguan Warta Perempuan menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran peserta dan pemateri yang telah mengikuti kegiatan ini.
Menurut dia, berbicara tentang perempuan adalah berbicara soal bangsa.
“Perempuan adalah tiang negara. Karena itu jangan pernah menyerah mendiskusikan perempuan. Jika perempuan sejahtera maka negara juga sejahtera” kata Frans.
Ke depan, Frans selaku pemimpin umum akan menggelar Perempuan Award guna mendorong partisipasi perempuan dalam pembangunan dan kehidupan sosial. (Andre/VoN).