Kefamenanu, Vox NTT– Kejaksaan Negeri (Kejari) Timor Tengah Utara (TTU) sedang mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek jalan perbatasan Saenam-Nunpo pada tahun 2013 silam.
Hingga kini pihak Kejari TTU sudah menetapkan 6 orang tersangka, baik dari pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) maupun kontraktor yang terlibat langsung dalam proyek tersebut.
Penasehat Hukum tersangka Robertus Salu menegaskan siap menggugat Kejari TTU atas penetapan tersangka kliennya.
“Kita sudah ajukan somasi dalam waktu 3×24 jam. Jika lewat dari waktu yang ditentukan kami akan ajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Kupang. Kejaksaan jangan brutal, kalau mau brutal kami obrak-abrik,” tegas Robertus saat mendampingi dua orang kliennya, Selasa (14/3/2017).
Kedua kliennya yang sudah ditetapkan sebangai tersangka oleh Kejari TTU tersebut yakni Charlie R. Jap dan Stefanus Ari Mendez. Mareka bertindak sebagai kontraktor dari CV Matahari Timur.
Robertus menjelaskan sesuai hasil audit BPK RI Perwakilan Provinsi NTT No. 07/LHP-LKPD/XIX.KUP/07/2014 tanggal 15 Juli 2014, pekerjaan CV Matahari Timur tidak ada kerugian Negara.
“Ini jelas bahwa klien kami sudah bekerja secara baik. Ini yang kami persoalkan, kenapa kejaksaan kemudian meminta Politeknik Negeri Kupang untuk melakukan audit lagi hanya berdasarkan MoU yang disepakati kedua pihak,” tandas Alumni fakultas Hukum Undana tersebut
“Untuk menyatakan ada kerugian keuangan Negara sebesar 600 juta rupiah. Pertanyaan kami, tindakan Politeknik Negeri Kupang menyatakan adanya kerugian keuangan Negara ini dasar hukumnya apa? Padahal sudah jelas kedudukan BPK diakui dalam UUD 1945 Pasal 23 E,” tambah dia.
Advokat muda ini menjelaskan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan menyebutkan salah satu tugas BPK adalah melakukan audit keuangan Negara.
Hal ini dipertegaskan lagi dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016. Pada pasal 6 menetapkan institusi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah BPK. Dia memiliki kewenangan konstitusional.
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan SKPD tetap berwenang melakukan audit pengelolaan keuangan. Namun mereka tidak berwenang menyatakan kerugian keuangan Negara.
Menurut Robertus tindakan Kejari TTU dan Politeknik Negeri Kupang sudah melawan hukum.
Karena itu pihaknya telah melayangkan somasi kepada Politeknik Negeri Kupang dalam waktu 3×24 jam. Jika melewati batas waktu yang dimaksud tidak direspon, maka Robertus segera mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan.
Robertus mengaku, upaya menggugat pihak Kejari TTU bukan untuk mendukung para koruptor. Namun harus berjalan sesuai prosedur dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Dia menilai tindakan penyidik Kejari TTU sangat aneh. Pasalnya pelaksanaan proyek yang berupa tujuh paket, namun yang dipersoalkan hanya tiga paket proyek saja.
“kita dukung upaya pemberantasan korupsi, tetapi sesuai prosedurlah. Proyek ini ada tujuh paket, kenapa yang dipersoalkan hanya tiga paket? Kejari aneh bin ajaib,” ujar Robertus.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari TTU, Kundrat Mantolas saat dikonfirmasi VoxNtt.com menjelaskan, penyidikan terhadap dugaan korupsi proyek jalan perbatasan saat ini akan segera rampung dan dinyatakan P21.
“Sebentar lagi P21, dan itu artinya segera kita limpahkan ke Pengadilan, Jika dari para tersangka atau penasehat hukumnya keberatan dan mau melakukan upaya hukum entah praperadilan atau apapun itu, silahkan. Itu hak mereka. Hak kami adalah memastikan kasus ini segera selesai dan disidangkan,” tegas Kundrat. (Eman Tabean/VoN)