Ruteng, Vox NTT- Gubernur NTT Frans Lebu Raya dinilai punya andil besar di balik kisruh penolakan pembangunan hotel di Pantai Pede, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).
Elias Sumardi Dabur, salah seorang dari Forum Masyarakat Pencinta Hukum menegaskan, sejak awal Lebu Raya tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan status penguasaan dan pemanfaatan Tanah Pede.
Menurut pria yang akrab disapa ESD itu, sebelum memutuskan kerjasama pemanfaatannya dengan PT Sarana Investama Manggabar (SIM), mestinya Lebu Raya terlebih dahulu melakukan verifikasi administrasi dan yuridis atas Tanah Pede.
Hal ini tentu saja sejalan dengan amanat UU Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Mabar. UU ini sifatnya perintah (imperatif) untuk menyerahkan barang milik daerah.
“Pedoman dan petunjuk teknis penyerahan aset sebetulnya sudah ada dalam keputusan Mendagri Nomor 42 tahun 2001 dan PP Nomor 78 tahun 2007 beserta penjelasannya,” terang ESD kepada VoxNtt.com, Kamis (23/3/2017).
Dia mengatakan, Lebu Raya boleh melakukan hal demikian jika tidak ada dasar hukum dan pedoman, serta petunjuk teknis penyerahan aset.
Apalagi jauh sebelum Lebu Raya mengeluarkan keputusannya kata ESD, Pemkab Mabar sudah mengajukan surat permohonan penyerahan aset kepada Pemprov NTT. Itu dilakukan sejak Bupati Fidelis Pranda hingga Agustinus Ch Dula.
Bakhan, Pemkab Mabar juga telah melakukan tindakan hukum untuk mengatur, mengelola, dan menetapkan peruntukan Tanah Pede. Pemkab akan menatanya sebagai sarana wisata dan ruang terbuka untuk publik.
“Seandainya Lebu Raya punya itikad baik, maka dia harus menerbitkan surat penghapusan aset atau barang milik daerah Pemrov NTT, dalam hal ini Tanah Pede dari inventarisasi aset Pemprov NTT dan melakukan berita acara penyerahan,” tegas ESD.
Dikatakan, Gubernur Lebu Raya juga seharusnya meminta masukan masyarakat sebelum melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dan perjanjian kerjasama dengan PT SIM.
ESD menilai, langkah-langkah tersebut tampak tidak dilakukan gubernur. Dia sudah serta merta menggunakan kewenangannya, selaku penanggungjawab pengelolaan barang milik daerah berdasarkan PP Nomor 6 Tahun 2006.
“Secara hirarki perundang-undangan lebih rendah dari UU Nomor 8 tahun 2003,” katanya.
Karena itu, ESD meminta DPRD NTT segera memanggil Gubernur Lebu Raya.
Dia juga meminta Lebu Raya segera berkordinasi dengan pihak PT SIM agar tidak melakukan aktivitas pembangunan di Pantai Pede sebelum adanya penyelesaian persoalan administrasi dan yuridis.
“Meminta pertanggungjawaban gubernur terkait kerjasama pemanfaatan Pede, meski kewenangan pengelolaan aset milik Pemrov ada pada gubernur, namun berhubung adanya ketentuan UU yang belum dilaksanakan oleh Pemrov NTT, dalam hal ini perintah UU Nomor 8 Tahun 2003, maka pemanggilan itu beralasan,” tukas ESD.
Dia mengatakan, selain soal aspek yuridis yang belum tuntas, secara sosiologis kebijakan Gubernur NTT tersebut menimbulkan resistensi masyarakat. Ini tentu saja berpotensi memicu sengketa dan konflik horisontal di masyarakat. (Adrianus Aba/VoN)