Oleh:William Wey Pati Binsar*
Sebanyak 65 Kepala Desa di wilayah Manggara Timur telah dilantik pada 30 Maret 2017 lalu. Mereka dilantik berdasarkan keputusan rakyatnya masing-masing dalam pemilihan Kepala Desa.
Para Kepala Desa yang dilantik dalam kaca mata UU No. 6 Tahun 2014 adalah garda terdepan dalam pembangunan. Design pembangunan yang akan mereka jalankan menurut UU Desa substansinya adalah demi kesejahteraan rakyatnya. Gerakan tersebut berawal dari pinggiran.
Desa dalam struktur birokrasi pemerintahan merupakan bagian paling bawah. Meskpun yang paling ujung dari keseluruhan jenjang birokras, mereka tetap mempunyai andil yang sangat besar untuk memajukan masyarakat.
Tanpa desa, selogan kesejahteraan masyarakat hanya dinikmat oleh mereka yang berada pada lapisan atas; mereka yang berada di pusat-pusat roda ekonomi sudah berkembang.
Desa menjadi penting karena melalui aparatur desa, proses pembangunan akan menyentuh masyarakat yang jauh dan bahkan menyentuh mereka yang terpinggirkan.
Salah seorang Kepala Desa yang telah dilantik adalah Kepala Desa Mosi Ngaran, Joseph Frumentius Dima. Beliau bertekad untuk membangun masyarakatnya.
Tekad itu akan dinyatakan dalam pembangunan infrastruktur dengan memotong rute transportasi yang dialami oleh masyarakat Desa Mosi Ngaran. Ini patut diselami oleh siapapun yang sudah pernah ke daerah Elar Selatan (Vox NTT, 30 Maret 2017).
BACA: Kades Mosingaran Janji Benahi Infrastruktur di Perbatasan Matim–Ngada
Elar Selatan selama ini sering dipinggirkan dari segi akses. Arus transportasi ke wilayah ini seakan-akan berjalan ke neraka. Hal ini mungkin terlalu berlebihan, tetapi orang yang sudah akrab dengan jalan yang baik seperti masyarakat di wilayah tetangganya, Desa Benteng Tawa, Kecamatan Riung Barat, Kabupaten Ngada, akan membenarkan rintihan masyarkat Elar Selatan.
Hampir puluhan tahun, arus transportasi ke wilayah ini terseok-seok. Jarak tempuh 80 km dari pusat Kota Borong yang dapat dijangkaui dalam waktu dua jam, bagi masyarakat Elar Selatan akan ditempuh dalam waktu satu sampai dua hari.
Berkaca pada semangat Kades Mosingaran, hal tersebut merupakan sebuah contoh untuk sebuah kebijakan yang baik. Komitmen tersebut tentu mempunyai implikasi pada tersedianya rute transportasi bagi masyarakat yang berada di daerah perbatasan. Sebab, kenyataan yang dijumpai pada wilayah-wilayah perbatasan lainnya, pembangunan infrastrukur jalan raya menjadi keluhan umum.
Niat membangun jalur transportasi yang lebih baik antara desa dan terkhusus bagi efektivtas serta efisiensi waktu merupakan terobosan yang baik.
Niat baik membangun seperti ini dalam konteks pembangunan desa dan kabupaten terletak pada beberapa poin berkut: pertama, wilayah perbatasan di Manggara Timur, Rio Mesi dan Wukir sampai sekarang belum diselesaikan oleh Provinsi.
Penyelesaian sengketa wilayah perbatasan Matim dan Ngada masih menggantung. Masyarakat yang berada di sekitar wilayah tersebut mendapat getahnya. Masyarakat harus berjalan menantang alam melalui jalan tikus yang lainnya. Karena itu, upaya untuk membangun ruas jalan lain oleh Kades Mosingaran membantu masyarakat untuk berjalan pada jalan yang sesungghunya.
Kedua, pilihan membangun jalan untuk membuka akses bagi masyarakat harus diapresasi. Sekurang-kurangnya, Kades Mosingaran sudah membantu Kepala Daerah Kabupaten Manggara Timur untuk memberikan akses bagi masyarakat yang selama belasan tahun ketiadaan akses jalan yang baik.
Ketiga, upaya ini akan membantu mendekatkan masyarakat Mosingaran pada khususnya dan masyarkat Elar Selatan pada umumnya untuk bisa mengembangkan hasil buminya ke wilayah Ngada.
Di wilayah tetangganya, masyarakat sudah menikmati percepatan pembangunan dengan dibukanya sarana transportasi tesebut. Dengan dibukanya route tersebut sangat baik bagi masyarakat untuk tidak membuang biaya terlalu banyak ke daerah Borong.
Mereka akan dengan cepat menjual hasil komoditasnya ke Ngada. Mereka akan pergi di pagi hari dan pulangnya pada hari yang sama. Hal ini akan memutuskan mata rantai waktu yang panjang ke Borong, Matim yang harus dilalui sampai berhari.
Membuka akses adalah inti dari pembangunan di daerah-daerah terpinggirkan. Ini kenyataan yang harus dipikirkan oleh para Kepala Desa yang terpilih pada waktu yang lalu.
Sebab dengan memberikan akses bagi masyarakat membantu para pemimpin desa untuk menata desanya. Mereka tidak pecah kepala untuk memberikan sosialisasi bagaimana cara menanam yang baik, cara meningkatkan taraf ekonomi dan pelbagai prinsip pemberdayaan dalam masyarakat.
Justru dengan membuka akses baik itu jalan raya dan air minum yang cukup. Masyarakat dengan sendirinya sadar akan pentingnya menanam, merawat dan meningkatkan ekonomi.
Kenyataanya sangat jelas di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh sarana transportasi, mereka sudah menanam pelbagai tanaman produkif. Sayangnya, mereka kalah dengan pasar.
Pasar telah dikuasai oleh mereka yang sudah mendapatkan akses yang baik. Harga komoditas dagang mereka jatuh terpaut sarana transprotasi. Mereka rugi ketika menjual hasil komoditas perdagangan dan pertaninan ke daerah kota karena beban ongkos transportasi.
Masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang sudah melek dengan akses baik itu transportas, komunikasi, sanitasi dan akses-akses yang lain. Membangun desa berarti bagaimana membantu masyarakatnya untuk melek terhadap pelbagai akses.
Terisolasinya masyarakat dari perkembangan karena mereka tidak dibukakan pintu untuk hal-hal yang baru. Mereka mempunyai daya tetapi bagaimana memicu daya tersebut adalah tugas pemerintah desa. Ini sejatinya, pembangunan dari daerah desa, apalagi dari daerah perbatasan (change from borders).
*Peminat Masalah Sosial