Kota Kupang, Vox NTT-Barisan relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Provinsi NTT, mengajak masyarakat yang tolak privatisasi pantai Pede di Labuan Bajo, Manggarai Barat untuk menduduki rumah jabatan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya.
Hal ini disampaikan Hildebertus Selly, perwakilan BARA JP NTT dalam diskusi bertema “Pede untuk Siapa?” yang diselanggarakan mahasiswa Manggarai Raya di Aula San Lima, Kota Kupang, Sabtu (01/04/2017).
Menurut dia perjuangan menjadikan Pantai Pede sebagai ruang public adalah perjuangan bersama masyarakat NTT.
“Kita terus memberikan tekanan kepada pemerintah provinsi dan bila perlu kita menduduki rumah jabatan Gubernur NTT kalau dia tidak mau terima kita di kantor” tegas pria yang akrab disapa Bertus ini.
Hal ini disampaikan Bertus lantaran beberapa waktu lalu, aliansi mahasiswa se-NTT pernah melakukan aksi demonstrasi di kantor Gubernur NTT, namun Gubernur Frans Leburaya melarikan diri saat ingin berhadapan mahasiswa.
“Biasanya mereka beralasan begitu ‘Bapak tidak ada di kantor, masih di rumah’. Kita langsung ke rumah jabatan saja, ko itu rumah juga rumah yang dibangun dari pajak rakyat, termasuk rakyat Manggarai Barat” tegasnya.
Lebih jauh Bertus menyampaikan bahwa kebijakan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya sama sekali tidak mencerminkan semangat NAWA CITA Preside Jokowi.
“Dia (Gubernur-red) tidak bisa menerjemahkan NAWA CITA, apalagi Presiden satu partai dengannya”
Rumusan NAWA CITA menurut Bertus disusun oleh kader-kader PDIP. Bisa jadi Gubernur Frans salah satu di dalamnya.
Namun anehnya Gubernur terkesan tidak mau tau dengan bunyi NAWA CITA khususnya pada poin pertama yakni ‘Negara hadir untuk melindungi segenap bangsa Indonesia’.
“Frans Lebu Raya tidak mau tahu soal itu” tegasnya.
Karena itu ia menyampaikan bahwa diskusi tersebut harus dilanjutkan dengan aksi demonstrasi agar persoalan ini segera diselesaikan.
Tak hanya Bertus, rekannya di BARA JP, Yogi juga menyampaikan penolakan atas kebijakan pembangunan hotel di Pantai Pede.
“Kita sama-sama bersepakat untuk menolak privatisasi pantai Pede karena seperti yang kita tahu bersama jika suatu lahan diprivatkan maka akan merugikan public. Apalagi Pantai Pede adalah satu-satunya ruang public tersisa di Manggarai Barat” kata Yogi.
Karena itu, Yogi berharap dalam perjuangan pantai Pede, semua elemen harus meninggalkan sekat-sekat kedaerahan karena soal Pede adalah persoalan yang sudah dan akan terjadi di wilayah NTT lainnya.
“Ini adalah persoalan kita sesama saudara” tegasnya.
Menurut Yogi, Bupati Manggarai barat juga harus belajar dari Jokowi saat menjadi wali kota Solo. Kala itu, demikian Yogi, Jokowi melawan perintah Gubernur Jawa Tengah untuk mendirikan sebuah mall di area bekas pabrik es.
“Jadi untuk Bupati Manggarai Barat ini jika dia yakin ada rakyat di belakang dia, dia bisa menolak dengan tegas. Karena itu wilayah dia” tegasnya.
Selain karena rakyat menolak, Yogi juga menyampaikan bahwa UU No.8 tahun 2003 tentang Pembentukan kabupaten Manggarai Barat sudah sangat jelas menyebutkan semua asset Manggarai Barat yang ada di provinsi atau di kabupaten lain harus diserahkan kepada kabupaten Mabar selambat-lambatnya satu tahun setelah pembentukan DOB Mabar.
Acara diskusi ini berlangungsung dari jam 08.00-11.30 malam. Peserta yang hadir turut memberikan sumbangsi pikiran terkait persoalan pantai Pede. Adapun elemen yang hadir dalam diskusi tersebut antara lain, GMKI cabang Kupang, WALHI NTT, Perwakilan PMKRI dan GMNI, BARA JP dan organisasi mahasiswa Manggarai di Kupang. (Boni Jehadin/VoN).