Oleh: Riny Temala*
Kartini dan Puisi
Kartini,
bukan sekedar puisi.
Puisi, baginya
adalah kehidupan.
Ruteng, 2017
Perempuan, Puisi, dan Pembebasan
Bisa saja bila kau mau
Aku tuliskan sebait puisi terindah,
hanya untukmu.
Bisa saja bila kau mau
Aku mencintaimu tanpa cinta dibagi,
hanya padamu.
Hanya saja aku perempuan
Bagiku,
Puisi, bukan saja indah
Cinta, harus dibagi
Aku perempuan
Sebait puisi adalah pembebasan
Mencintai, tak cukup bermain kata.
Ruteng, 2017
Ketika Perempuan Pergi
Kemarin kau datang dengan senyum merekah
Kau tinggal dengan rasa seakan tak berpisah
“Jangan bertanya berapa lama. Kau tahu,
aku tanpamu adalah kebohongan.” Kau memanjakanku.
“Kebohonganmu adalah mencintaiku. Aku perempuan, sayang.
Jangan bohongi aku. Selamat malam.”
Hari ini kau datang dengan mata melebar
Kau pastikan ada harapan yang tak akan hilang
“Jangan bertanya seberapa besar. Kau tahu,
aku tanpamu adalah kesepian.” Kau menidurkanku.
“Kesepianmu adalah bersamaku. Aku perempuan, sayang.
Cukup kemarin dan hari ini. Selamat malam.”
Esok aku bangun dengan hati paling tenang
Aku akan merindukan caramu mencintaiku
Dengan kebohongan, dengan kesepian
Sayangnya aku perempuan, yang
mencintai diriku dengan caraku
Selamat malam,
sambutlah pagi tanpaku lagi untukmu.
Ruteng, 2017
Perempuan Menanti
Tenang saja, cukupkan sabarmu
Mungkin nanti di balik pagar
Kau diam, waktu tak menunggu
Kau lari, waktu tak mengejar
Negerinya ia cintai, bukan
sekedar kata…
Kau perempuan, doakan
perjuangannya untuk buah rahimmu.
Kau perempuan, buatkan saja
segelas kopi untuknya.
Dia kembali, kau dicintainya.
Ruteng, 2017
Rini Temala. Lahir di Maumere, 2 April 1993. Bergiat di Komunitas Sastra Hujan Ruteng-Flores.