Yogyakarta-Vox NTT- Kamis (20/4/2017) malam, lenggokan tubuh para penari tarian Teku Wae dan tarian Caci mengundang decak kagum ratusan penonton yang memadati tempat parkir bagian selatan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dua kelompok penari yang tergabung di keluarga besar SMA Negeri 1 (Smansa) Langke Rembong Yogyakarta (Sloja) berhasil membius para penonton yang sejak pagi telah memadati Festival Budaya dan Bahasa UIN Sunan Kalijaga tahun 2017.
Ketua Sloja, Viny Jarung yang ditemui setelah pementasan mengatakan, tarian adat Manggarai itu merupakan kebanggaan yang telah dimulai sejak bulan Februari.
“Kami mendapat informasi festival ini sejak bulan Februari. Sejak saat itu kami terus berlatih setiap Jumat dan Minggu di kampus Sanata Darma. Kami pun menyepakati tarian Teku Wae yang memang pernah dibawakan saat masih SMA. Namun kami berpikir, tidak bagus juga jika hanya satu tarian sehingga kami meminta kesediaan kakak-kakak dari Ikamaya Yogyakarta untuk membawakan tarian caci sehingga bisa melengkapi tarian Teku Wae,” tukas Viny.
Viny menjelaskan pula, Tarian Teku Wae ini memiliki filosofi tentang eksistensi perempuan Manggarai.
“Tarian Teku Wae ini mau bercerita tentang kebiasaan perempuan Manggarai yang dulu sering menimba air menggunakan teong (terbuat dari bambu yang digunakan untuk menyimpan air) di kali dengan jarak yang begitu jauh dari rumah. Tentunya pesan dibalik tarian ini ialah kami ingin menyampaikan bahwa perempuan bukan hanya sibuk di dapur atau di belakang rumah saja namun juga bisa berpengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan,” jelas Viny, alumni Smansa Langke Rembong tahun 2014 itu.
Dia menambahkan, para penari yang membawakan tarian Teku Wae pada malam hari itu umumnya angkatan 2014, 2015 dan 2016 yang berasal dari berbagai kampus di Yogyakarta.
Kampus itu-kampus seperti Universitas Respati, Universitas Sanata Darma, STIE YKPN, Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam Sloja.
“Sebagai bagian dari Sloja kami ingin membangkitkan semangat kami sebagai keluarga besar Sloja namun lebih dari pada itu sebagai putra/putri Manggarai, kami ingin melestarikan budaya Manggarai di tanah orang dan kami bangga malam ini,” ucap Viny.
Senada dengan Viny, Deny Dirdayana, alumni Smansa Langke Rembong tahun 2014 juga menyampaikan kebanggaannya.
“Makna yang bisa saya petik dari kegiatan ini ialah dimana pun kita berada kita harus bangga dengan budaya kita sendiri dan kita harus menunjukkan budaya kita kepada masyarakat luas,” kata Deny.
Selain Deny, Dismas Saputra Manase alumni tahun 2015 juga menyatakan kebanggaannya.
“Saya bangga dengan teman-teman Sloja. Momen ini merupakan momen mempererat kembali tali persaudaraan kami sebagai mahasiswa Manggarai khususnya sebagai keluarga besar Sloja. Saya bangga bisa tampil di daerah Jawa dan mari kita lestarikan budaya kita bukan hanya di Manggarai saja namun di luar Manggarai,” katanya.
Festival budaya dan bahasa ini merupakan gelaran rutin yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Studi dan Pengembangan Bahasa Asing UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
“Di tahun yang keempat ini kami mencoba untuk memfokuskan kegiatan festival pada dua aspek yakni budaya dan bahasa. Di aspek bahasa kita adakan delapan perlombaan dari tiga bahasa yakni bahasa Inggris, bahasa Arab dan bahasa Perancis sedangkan di aspek budaya kita mencoba menggelar beberapa stand dari berbagai daerah di Indonesia serta di pagi hari kita adakan parade budaya dan malam harinya kita adakan pentas yang menghadirkan berbagai budaya dari seluruh Indonesia,” jelas Mukti Nabil, ketua panitia Festival Budaya dan Bahasa UIN Sunan Kalijaga tahun 2017.
Mukti mengungkapkan, melalui kegiatan ini mereka ingin mengajak mahasiswa untuk membudayakan bahasa asing sebagai bagian dari status sebagai mahasiwa. Mereka juga ingin mengajak untuk membahasakan budaya masing-masing sebagai bagian dari identitas Keindonesiaa,n termasuk mengundang mahasiswa dari NTT. (Kontributor/Evan Lahur /VoN)