Labuan Bajo, Vox NTT- Pada 22 April setiap tahunnya merupakan hari Bumi. Setiap orang di dunia mempunyai caranya masing-masing merawat Bumi.
Di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat (Mabar)-NTT ada salah satu sosok yang serius merawat bumi yakni dengan cara membersihkan dan mengumpulkan sampah. Ia adalah Tos Ampur.
Pemilik nama lengkap Thomas Aquino Vinsensius itu sudah lama bergelut di bidang Sampah di Labuan Bajo.
Keseriusnya mengurus sampah di Labuan Bajo sudah dilakukan sejak tahun 2013 lalu.
Dia memberikan edukasi pengolahan sampah terhadap anak sekolah dan masyarakat Mabar. Bahkan Tos Ampur menjemput sampah di rumah warga untuk kemudian diolah dan selanjutnya dikirim ke Pulau Jawa.
“Yang terpenting masyarakat sudah bisa memilah jenis sampah. Bukan beberapa banyak sampah yang dikumpulkan, itu tujuan saya,’’ tutur pria kelahiran Ruteng-Manggarai ini kepada VoxNtt.com, Sabtu (22/4/2017).
Tahun 2013 lalu, Tos Ampur bergabung dengan Komunitas Pemuda Kreatif. Kelompok yang beranggotakan anak muda di Labuan Bajo itu merupakan komunitas peduli sampah.
Selama dua tahun lamanya, dia bersama anggota Komunitas Pemuda Kreatif bergerak membersihkan sampah di dalam kota Labuan Bajo.
Pada tahun 2014 berkat kerjasama dengan World Wildlife Fund (WWF, sebuah LSM yang bergerak di bidang konservasi, Tos Ampur mendirikan sebuah koperasi dengan nama Koperasi Serba Usaha (KSU) Sampah Komodo.
Tos Ampur mendirikan KSU Sampah Komodo bersama Dua temannya. Ketiganya mengontrak lahan milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mabar untuk mengumpul dan mengelola sampah yang ada di Labuan Bajo.
”Listrik dan kurangnya fasilitas untuk mengelola itulah kekurangan yang dialami di lokasi pengolahan sampah,’’ungkapnya.
Tahun 2017, KSU Sampah Komodo sudah memiliki anggota sebanyak 20 orang. Ke-20 anggota koperasi itu setiap harinya aktif mengumpulkan sampah untuk dibawah ke lokasi pengolahan.
Sampah yang dikumpulkan setelah ditimbang, uangnya langsung simpan di tabungan anggota Koperasi.
Rata-rata setiap anggota mengantar sampah ke sekretariat KSU Sampah Komodo sebanyak 3-5 Kilogram (Kg).
Sampah-sampah yang dibutuhkan oleh KSU Sampah Komodo berupa botol, pelastik, kardus, koran bekas, serta tabung AC.
Di kantor KSU Sampah Komodo nantinya, sampah tersebut diolah menjadi bahan kerajinan untuk kemudian dijual kepada masyarakat dan sebagian sampah dikirim ke Pulau Jawa.
Menurutnya, Labuan Bajo saat ini digerogoti sampah. Sampah ada dimana-mana, baik di laut maupun di pemukiman warga.
Kesadaran masyarakat untuk mengurus sampah sangat rendah. Apalagi, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dimiliki oleh Pemkab Mabar sangat tidak mendukung untuk menampung sampah yang diciptakan masyarakat Labuan Bajo setiap harinya.
“Di Kantor KSU Sampah Komodo hampir setiap hari anak sekolah datang untuk melihat secara langsung pengolahan sampah. Harapanya dengan kunjungan anak sekolah itu mampu mengatasi sampah yang ada di Labuan Bajo,’’ harap Tos Ampur.
Bukan hanya mengelola sampah, Tos Ampur juga mengunakan kendaraan roda tiga yang disumbangkan WWF untuk menjemput sampah di rumah-rumah warga.
Dia mengaku dari jumlah seluruh masyarakat Kota Labuan Bajo, hanya 40 persen yang bisa memisahkan sampah.
Apalagi sampah seharusnya tidak semua dibuang di TPA. Sehingga masyarakat harus dapat memisahkan sampah di rumahnya.
Tos Ampur berharap ke depannya sampah di Labuan Bajo menjadi industri rumah tangga yang mampu menghasilkan uang.
Sampah tidak buang disembarang tempat,melainkan diolah berupa kerajinan rumah tangga.
“Dari ban mobil kita bisa olah menjadi meja dan kursi, dari plastik kita bisa olah jadi tas,’’ ujarnya.
Selain itu, Tos Ampur berkeinginan agar KSU Sampah Komodo nantinya dapat berkembang di tempat lain seperti di Pulau Komodo, Rinca, Mesah, dan pulau kecil lainnya di wilayah Taman Nasional Komodo (TNK).
“Kita ingin juga wisatawan yang datang di Labuan Bajo melihat kota ini bersih dan indah, sehingga mereka nyaman berada di Labuan Bajo,’’ ujar Tos.
Berkat keseriusan Tos Ampur mengurus sampah di Labuan Bajo, berbagai penghargaan pun diterimanya. Penghargaan itu seperti dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia dan berbagai media asing dan nasional yang sering memberitakannya.
Fasilitator WWF di Labuan Bajo, Susilawati mengaku hasil penelitian lembaganya, sampah di kota itu paling banyak dihasilkan dari pemukiman warga. Prduksi sampah dari pemukiman warga sekitar 1 ton/hari.
Saat ini kata Susilawati, Wwf, TNK bersama Bappeda Mabar sedang membuat skenario untuk mengurus sampah di Labuan Bajo.
Dia berharap agar skenario itu nantinya mampu memerangi sampah di Labuan Bajo.
“Kenapa Labuan Bajo kota kecil tapi sampahnya berlimpah rua, sementara Surabaya Kota besar,sampahnya tidak banyak,’’ tutur Susilawati. (Gerasimos Satria/VoN)