Oleh: Ricko Wawo
Anggota Kahe, Tinggal di Maumere
Sokrates(469 SM-399 SM) adalah bapak filsafat dan pemikir paling terkenal dalam tradisi filosofis Barat.
Di masa hidupnya, ia terkenal sebagai seorang pria yang berbudi baik, jujur, bijaksana dan adil. Di Athena, ia punya pengaruh besar khususnya di kalangan anak muda. Pemikiran-pemikirannya cemerlang dan segera mempesona banyak orang.
Metode pengajarannya yakni metode tanya-jawab yang lebih dikenal sebagai ‘metode kebidanan’ sangat ampuh membantu orang-orang muda menemukan potensi kebenaran dan kebijaksanaan dari dalam diri mereka sendiri.
Salah seorang murid Sokrates yang juga banyak menulis tentang Sokrates adalah Plato yang kelak juga sejajar dengan gurunya sebagai seorang pemikir besar.
Meskipun demikian, tidak semua orang kagum dengan Sokrates. Ia masuk penjara dengan tuduhan merusak moral para pemuda polis Athena dan menyebarkan paham Atheisme yang menolak adanya dewa-dewa yang diakui oleh orang-orang Yunani.
Di dalam bukunya, The Apology of Socrates, Plato mengisahkan dengan sangat baik proses peradilan ini. Ia dituduh menolak agama yang diakui oleh Negara dan menyebarkan agama baru ciptaannya sendiri.
Tentu saja, Sokrates menolak semua tuduhan itu. Pleidoinya di hadapan hakim tak ada artinya. Dalam proses peradilan selanjutnya, Sokrates dinyatakan bersalah dengan suara 280 melawan 220. Ia dituntut hukuman mati dengan cara meminum racun tumbuh-tumbuhan di usia tujuh puluh tahun.
Hingga sekarang pemikiran Sokrates masih terus dipelajari. Berbagai buku dan risalah penelitian tentang ajarannya ditulis dan selalu menjadi bahan referensi banyak disiplin ilmu.
Sejarah kemudian mengenangnya bukan sebagai seorang penista agama dan perusak moral anak muda, tetapi sebagai filsuf paling berpengaruh sepanjang zaman yang sejajar dengan Plato dan Aristoteles.
Yesus
Dua ribuan tahun lalu di tanah Palestina kejadian serupa Sokrates pernah terulang. Yesus dari Nazareth, anak seorang tukang kayu tampil sebagai seorang rabbi (guru) ‘yang tidak biasa’ dalam konteks sosial kala itu.
Ajaran-ajarannya tentang Tuhan dan berbagai keutamaan hidup menyentuh langsung kehidupan masyarakat Palestina yang menderita. Di dalam institusi agama Yahudi, masyarakat miskin harus menaati berbagai aturan keagamaan yang sudah tidak relevan dan membebani bahkan cenderung tidak manusiawi. Pun, masyarakat juga harus membayar upeti kepada pemerintah Romawi yang turut menjajah mereka secara sosial dan budaya.
Dalam kaca mata melawan dua otoritas yang menindas seperti ini, ajaran-ajaran Yesus menjadi sangat aktual dan merebut simpati banyak orang. Seruan moralnya tentang cinta kasih justru menjungkirbalikkan nilai-nilai yang selama ini dihayati masyarakat Yahudi dan praktek penindasan kaum penjajah.
Dengan latar belakang sosio-kultural seperti inilah Yesus diadili dalam sebuah peradilan Romawi yang kolot. Orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat yang eksistensinya sudah tidak diperhitungkan lagi oleh karena kehadiran Yesus mulai menyusun strategi menjatuhkan hukuman terhadapnya.
Ia dihukum mati dengan cara disalibkan di Golgota (Bukit Tengkorak) bersama dua orang penjahat setelah sebelumnya diarak dan disiksa habis-habisan oleh para serdadu Romawi. Banyak orang menghujat dan banyak orang juga yang menangis. Walau demikian, orang benar dan jujur punya sejarahnya sendiri.
Ajaran-ajaran Yesus ditulis di dalam Kitab Suci dan dihayati hingga saat ini. Pengikutnya yang disebut Kristen menyebar hingga ke berbagai pelosok dunia dan menjadi yang terbesar di dunia. Universalitas ajarannya diakui dan menjadi referensi dalam menentang berbagai ketimpangan dan ketidakadilan sosial.
Di zaman yang jauh berbeda dengan zaman Sokrates dan Yesus, sebuah narasi tentang seorang anak manusia pembawa perubahan yang banyak dikagumi, dicintai sekaligus dibenci hingga dihukum dalam sebuah peradilan kembali tercatat dalam sejarah dunia.
Ahok
Ahok adalah pemimpin yang jujur, prinsipil, tegas dan anti-korupsi. Ia merombak sistem birokrasi pemerintahan Jakarta menjadi lebih cepat dan transparan. Komitmennya untuk menjadi pemimpin yang melayani dibuktikan dengan kerja keras yang banyak membawa perubahan.
Banyak orang mengakuinya sebagai pemimpin yang tepat di tengah krisis moralitas para pejabat negara. Ia dicintai hingga sampai ke pelosok-pelosok negeri. Banyak daerah di Indonesia menginginkan sosok pemimpin sepertinya. Saat dirinya kalah dalam Pilgub DKI, ribuan karangan bunga terkumpul di Balai Kota sebagai simbolungkapan terima kasih masyarakat terhadap kerja kerasnya selama ini.
Ahok adalah fenomena baru. Ia datang seolah oase di tengah gurun. Akan tetapi sebagaimana orang baik lainnya, Ahok juga dibenci. Sekelompok orang yang merasa kepentingannya diganggu, ambisi politiknya dirongrong, dan kenyamanan dirinya digugat selalu punya hasrat untuk menyingkirkan Ahok dengan berbagai cara.
Ahok divonis bui selama dua tahun atas kasus penodaan agama. Banyak kaum fundamentalis radikal dan para pejabat yang gila kekuasaan (kalau tidak mau disebut muka uang) menuntut habis-habisan agar Ahok dipenjara.
Banyak masyarakat pula yang menyesali dan mengeritik keputusan ini. Entah yang pro dan yang kontra sama-sama turun ke jalan, membentang spanduk dan menuntut sana-sini. Persoalan semakin kompleks bukan hanya perihal penodaan agama. Berbagai kepentingan sekelompok orang ada di belakang proses peradilannya.
Lalu kisah berlanjut. Ribuan orang di berbagai kota di Indonesia dan sejumlah negara menggelar aksi seribu lilin sebagai wujud keprihatinan terhadap vonis penjara Ahok. Banyak orang mengumpulkan KTP sebagai jaminan penangguhan penahanan Ahok.
Media-media di seluruh dunia menyoroti sistem peradilan di Indonesia setelah ia dipenjara. Sejarah memang selalu berpihak pada orang jujur dan benar. Ahok akan selalu dikenang dan menjadi inspirasi sampai kapan pun sebagaimana Sokrates dan Yesus. Bahkan jeruji penjara pun tak bisa mencegah cahayanya keluar.