Kota Kupang, Vox NTT-Kehadiran Jonru Ginting di Pulau Pemana, Kecamatan AlokTimur, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, NTT sempat memantik amarah warga.
Jonru dinilai warga setempat sebagai penyebar ajaran kebencian bahkan ingin mendirikan cabang Front Pembela Islam (FPI) di Sikka.
Seperti diberitakan media ini, pada Jumat, 26 Mei 2017, kurang lebih pukul 10.00 waktu setempat, perahu motor yang ditumpangi Jonru sandar di pelabuhan Maumere untuk kembali ke Jakarta lewat bandara Frans Seda.
Kala itu warga langsung mengerumuni Jonru ketika ia turun dari kapal. Beruntung, sejumlah anggota kepolisian berpakaian preman telah ada di lokasi dan langsung mengamankan pria kelahiran Sumatra Utara ini.
Peristiwa ini sempat menghebohkan netizen dan warga NTT umumnya. Beragam pemberitaan media turut menggegerkan suasana.
Kehadiran Jonru bahkan dianggap sebagai pengganggu kehidupan toleransi yang sudah lama dijalani orang NTT.
BACA:Disergap Warga di Pelabuhan, Jonru Ginting Diselamatkan Polisi
Setelah banyak pemberitaan yang muncul mengenai peristiwa ini, kami merasa perlu untuk berkomunikasi langsung dengan Jonru agar mendapatkan informasi yang seimbang tentang diri, gagasan dan rekam jejaknya.
Redaksi VoxNtt.com berksempatan mewawancarai Jonru setelah mengirimkan email di laman resmi miliknya.
Berikut adalah cuplikan wawancara kami bersama Jonru lewat pesan WhatsApp, Senin, 29 Mei 2017.
Vox : Mengapa Bapak datang ke Pemana, Sikka, NTT?
Jonru : Jadi begini pak. Selama ini kami berkegiatan sosial lewat Yayasan Akrom Foundation. Ini lembaga resmi dan berbadan hukum. Selama ini kami dihubungi oleh pihak-pihak yang ingin meminta bantuan. Jadi bukan kami yang inisiatif mencari. Dan termasuk LPQ ALfatina di pulau Pemana, mereka yang menghubungi kami tahun 2016 lalu. Lantas kami lakukan penggalangan dana via medsos dan terkumpul ketika itu sekitar 40 juta. Namun tidak cukup untuk membangun gedung. Karena itu, pembangunannya pun mangkrak. Lalu beberapa hari lalu, kami survey langsung ke sana, untuk mendapatkan materi pembuatan copywriting yang lebih mendalam. Sebab biasanya, jika kita sudah lihat langsung ke lokasi, kita akan lebih baik dalam menulis copywriting sehingga diharapkan hasil penggalangan dananya lebih banyak.
Vox : Ada berapa orang bersama tim Bapak ke sana? Apa saja kegiatannya?
Jonru : Saya datang berdua dengan Anang Herdiana, Koordinator Survey Akrom Foundation. Yang kami lakukan di sana adalah melihat-lihat kegiatan LPQ, memotret, wawancara, dst. Ya tak jauh-jauhlah dari urusan survey dan hanya sebatas itu.
Vox : Pak, kemarin itu banyak warga yang mencurigai kedatangan bapak ke NTT karena diduga menebar kebencian. Bagaimana tanggapan Bapak?
Jonru : Apakah ada bukti dari kegiatan menebar kebencian tersebut? Sebagai warga yang baik, seharusnya jika baru sebatas curiga, sikap terbaik adalah berjaga-jaga. Kegiatan saya di Pulau Pemana adalah untuk survey penggalangan dana. Selama ini saya tidak pernah ada kegiatan yang bersifat menebar kebencian.
Apalagi kemarin itu ada isu bahwa Jonru hendak mendirikan FPI cabang Sikka. Ini benar-benar ngawur karena saya bukan orang FPI. Saya datang justru untuk membantu pembangunan di NTT. Saya cinta NTT walau saya bukan orang NTT. Kegiatan saya tersebut justru bagian dari upaya saya untuk membangun Indonesia. Jika saya egois, benci pada NTT, buat apa saya repot-repot datang jauh-jauh untuk survey penggalangan dana ke pulau Pemana yang selama ini justru belum pernah saya kenal.
Niat baik saya kok malah dibalas dengan pengusiran dan mencurigai seperti itu. Seharusnya saya marah. Tapi saya berusaha untuk ikhlas. Berbuat baik memang banyak tantangannya. Mungkin karena salah persepsi, belum saling kenal, sehingga terjadi buruk sangka, tuduhan yang tidak jelas, dst.
Vox : Kalau soal FPI sendiri, bagaimana penilaian bapak?
Jonru : Saya dulu awalnya juga tidak suka pada FPI pak. Kok mereka brutal banget, main hakim sendiri? Namun belakangan saya kenal langsung dengan orang FPI. Saya melihat bahwa kegiatan mereka sangat positif. FPI adalah satu dari segelintir ormas yang rajin membantu korban bencana. Termasuk saat tsunami di Aceh. Jika hendak melakukan penggerebekan terhadap tempat maksiat misalnya, FPI selalu berkoordinasi dengan kepolisian.
Jadi sebenarnya, saya sungguh heran, kok bisa banyak orang yang tidak suka pada FPI? Pak mungkin kenal pada mbak Nanik Sudaryati. Dia pun dulu awalnya anti FPI. Namun ketika beliau dan timnya mengadakan bakti sosial di korban penggusuran luar batang, di sana dia ketemu langsung dengan orang-orang FPI yang juga ikut membantu. Beliau kaget karena melihat orang-orang FPI sangat baik dan tulus dalam membantu korban bencana. Mohon dicatat bahwa saya berkata seperti ini bukan berarti saya orang FPI Sebab bila saya, misalnya memuji-muji VoxNTT, itu bukan berarti saya karyawannya kan? Hehehe…
Vox : Bagaimana kejadian pengusiran yang terjadi di Sikka Pak?
Jonru : Saya diusir ketika saya memang sudah mau pulang. Lantas di pelabuhan L Say, jumlah wartawan jauh lebih banyak ketimbang orang yang mau ngusir. Wartawan kalau gak salah sekitar 20 orang, sementara yang mau ngusir cuma sekitar 3 orang. Ini artinya, ada pihak tertentu yang hendak membuat framing pengusiran tersebut, dan memblowupnya di media massa. Itu tujuan mereka. Padahal tanpa diperlakukan seperti itu pun, saya memang sudah mau pulang. Menurut hasil penyelidikan kami, ada provokator di balik insiden tersebut, yang hendak memanfaatkan momen keberadaan saya di NTT utk cari muka ke pemerintah pusat. Itu intinya pak dan provokator tersebut berasal dari luar NTT. Ini terbukti dari banyaknya isu tidak jelas yang beredar misalnya soal pendirian cabang FPI, juga isu soal kami yang katanya bagi-bagi sembako untuk warga Kristen dan ingin mengislamkan mereka.
Vox : Banyak Netizen NTT menilai status dan tulisan Bapak provokatif, bagaimana tanggapannya?
Jonru : Ya, itu kan pandangan mereka. Padahal saya tidak pernah memprovokasi, memfitnah dst. Bayangkan saja pak. Dulu saya pernah mengkritik Ridwan Kamil yang didukung oleh Nasdem. Itu pun mereka sebut sebagai memfitnah. Padahal sekadar kritik seperti itu, apa salahnya?
Jika beda pendapat, seharusnya disikapi dengan membuat pendapat tandingan saja. Namun yang selama ini mereka lakukan adalah memfitnah saya, menuduh saya tukang fitnah, menuduh saya provokator, dst.
Padahal provokator yang sebenarnya adalah orang yang telah bikin isu tidak jelas di NTT, bahwa Jonru hendak mendirikan cabang FPI di Sikka. Merekalah provokator yang sebenarnya karena telah membuat situasi di Sikka menjadi resah.
Vox : Apa harapan Bapak untuk NTT dan Indonesia pada umumnya dalam konteks Keberagaman?
Jonru : Saya dilahirkan dan dibesarkan di Sumatera Utara pak, daerah yang sebenarnya tidak jauh beda dengan NTT. Saudara saya banyak yang kristen atau katolik. Ketika kecil, saya sering mudik ke rumah nenek saya setiap tahun baru. Karena beliau beragama kristen, saya ikut merasakan kemeriahan perayaan natal di rumah beliau. Di Medan, pernah beberapa kali gereja dibom, dan setelah itu umat Islam membantu membersihkan gereja
Saya hidup dan dididik sejak kecil dalam lingkungan yang seperti itu. Dan di Jakarta, saya tinggal bertetangga dengan orang China yang agamanya kristen. Ada bidan beragama katholik, yang dua dari tiga anak saya lahirnya dibantu oleh beliau.
Kami juga punya langganan dokter orang katolik. Islam mengajarkan konsep yang sangat bagus mengenai toleransi. Dalam agama saya Islam, kita diharuskan untuk menghargai umat agama lain. Bahkan jika umat agama lain baik kepada kita, maka kita wajib melindungi mereka. Di dalam Islam ada sebuah dalil yang terkenal: “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu bersikap tidak adil”
Namun yang barangkali selama ini tidak dipahami oleh rekan-rekan nonmuslim adalah: Islam juga sangat tegas dalam menegakkan iman. Misalnya soal larangan mengucapkan Natal. Itu tujuannya agar iman kita tetap terjaga. Namun larangan tersebut tidaklah membuat kita memusuhi umat kristen. Kita tetap berbuat baik kepada mereka selama mereka pun berbuat baik kepada kita. (Andre/VoN).