Kota Kupang, Vox NTT-Masalah kelestarian lingkungan hidup masih menjadi persoalan serius yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten di provinsi NTT.
Praktek eksploitasi tambang yang tidak didukung oleh upaya pemulihan lingkungan membuat kondisi lingkungan hidup kian parah.
Saat ini, WALHI NTT mencatat ada 309 izin pertambangan yang tersebar di sejumlah kabupaten. Dari jumlah tersebut, hampir semua kabupaten mengabaikan daya dukung lingkungan hidup.
Selain itu berdasarkan analisis data krisis air dari BPBD, setiap tahun ada 10-15 persen desa di NTT yang mengalami krisis air.
Sementara Analisa Krisis Air oleh WALHI NTT didasarkan pada Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi hingga Tata Konsumsi, menemukan 70 persen kawasan di NTT mengalami krisis air.
Demikian press release WALHI NTT yang diterima voxntt.com Rabu (07/06/2017).
Merinci soal krisis air, ada 16 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang terancam keberlanjutannya akibat praktek perambahan di kawasan hulu.
Laju kerusakan hutan mencapai belasan ribu hektar dan akan terus bertambah mengingat model pembangunan di NTT yang masih mengabaikan lingkungan hidup.
Akibat dari kerusakan daya dukung lingkungan ini turut berdampak pada krisis pangan sebagai kebutuhan dasar warga NTT.
Celakanya potret kerusakan lingkungan yang meluas ini diabaikan oleh Pemerintah NTT. Beberapa indikator ketidakberpihakan pemerintah yakni pengeluaran izin tambang yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Selain itu ada pembiaran terhadap aktivitas tambang yang menghancurkan bentang alam dan daya ketentraman warga.
Kondisi ini semakin parah karena tidak adanya upaya penegakan hukum lingkungan bagi perusahan yang melakukan perusakan alam.
Dalam catatan WALHI NTT belum ada satu kasus lingkungan hidup oleh perusahan yang ditindak secara hukum oleh pemerintah NTT. Contoh, kasus penghancuran hutan alam primer oleh PT. MSM di Palanggai, Sumba Timur hingga kini tidak ditindak.
Indikator yang paling mencolok bahwa kampanye pelestarian lingkungan hanya pemanis bibir oleh pemerintah NTT. Hal ini terungkap dalam politik anggaran yang sama sekali tidak memprioritaskan lingkungan hidup ( Penguatan dan pemulihan lingkungan/alam).
BACA:Sejak Lama Warga Sok Matim Belum Nikmati Air Bersih
WALHI NTT mencatat anggaran lingkungan hidup ( Dinas Lingkungan Hidup) di NTT rata-rata tidak sampai 1 persen dari APBD.
Padahal sumber PAD terbesar NTT berasal dari upaya-upaya ekonomi yang menempatkan lingkungan sebagai sumber utama seperti pertanian dan peternakan.
Oleh karena itu WALHI NTT menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, penegakan hukum lingkungan yang telah diatur dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup harus semakin kuat. Pemerintah di NTT harus berani mengambil sikap tegas terhadap aktivitas korporasi yang merusak alam.
Kedua, pemerintah NTT harus melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap berbagai kekayaan lingkungan hidup untuk pengelolaan yang lestari dan berkeadilan.
Ketiga, pemerintah NTT harus memperkuat kebijakan anggaran untuk penguatan dan pemulihan lingkungan hidup di daratan, laut dan udara.
Keempat, tidak boleh mengeluarkan ijin tambang baru dan mengevaluasi semua perizianan yang telah dikeluarkan. (Andre/VoN).