Oleh: Tedy Ndarung*
Mahasiswa STFK Ledalero semester IV
Fajar pesta demokrasi yang selalu terbit setiap tahun banyak menimbulkan keresahan di antara warga, alasan satu-satunya karena para pemenang dalam pesta demokrasi tidak menempati janji yang mereka sampaikan dalam kampanyenya atau tidak pro rakyat.
Katanya pesta tetapi banyak yang resah. Rakyat bingung dengan paham keutamaan moral dalam sistem politik yang disampaikan dalam setiap kampanye. Itu artinya partai politik belum mampu menjalani fungsinya sebagai pemberi pendidikan politik kepada rakyat.
Hal ini akan berdampak pada cara berpikir rakyat dalam pemilihan umum. Dampak konkrit yang timbul adalah lahirnya cara ‘memilih sesuai selera.’
Memilih sesuai selera adalah sesuatu yang paling mudah untuk dilakukan oleh siapa pun dalam pemilihan umum. Jika anak sekolah dasar diberi kesempatan untuk memilih, mereka juga pasti bisa. Karena pada dasarnya ‘selera’ itu asal memilih tanpa harus mempertimbangkan secara kritis kepribadian terdalam seseorang.
Dampak dari memilih sesuai selera adalah pemerintahan yang diam di tempat, berkembang mundur dan primordialisme tinggi.
Sekarang sangatlah sia-sia jika waktu kampanye seorang calon harus berbicara moral, tidak beda jauh dengan kampanye tahun sebelumnya, selalu menjadikan nilai moral sebagai alat untuk memenangkan pemilu.
Rakyat yang rajin mengikuti kampanye akan sadar bahwa keutamaan moral yang selalu disampaikan oleh para calon tidak ada bedanya dengan membuang garam di laut. Masyarakat bosan karena selalu menjadikan nilai moral sebagai senjata untuk menjadi penjahat.
Oleh karena itu kampanye itu misteri, sulit membedakan mana yang baik dan yang jahat, sulit membedakan mana yang benar dan yang salah.
Semuanya serba sulit oleh karena itu memilih sesuai selera adalah cara yang tepat. Meski pun demikian keutamaan moral tetap menjadi senjata yang tak pernah henti digunakan oleh para politikus.
Tulisan ini bukanlah sebuah upaya untuk mengesampingkan nilai moral dalam berpolitik namun sebuah upaya untuk memberikan pencerahan tentang keutamaan moral yang sesungguhnya, agar kita tidak berbalik pandangan tentang keutamaan moral.
Dalam bahasa latin kata keutamaan adalah virtus yang diturunkan dari kata vis yang berarti kekuatan dalam bentuk apa saja. Tetapi dalam arti sempit kata virtus berkaitan dengan kekuatan manusia, yaitu kualitas tertentu yang dimiliki manusia yang memungkinkan dia untuk melaksanakan karya-karya tertentu atas cara yang terpuji. Secara khusus, virtus menunjukan kepada kualitas moral hidup seseorang (Etika: Frans Ceunfin). Jadi virtus adalah keutamaan moral yang tetap.
Beberapa hal penting dalam keutamaan moral: pertama, keutamaan moral adalah suatu disposisi yaitu suatu keterarahan yang tetap kepada hal yang baik. Keutamaan sebagai suatu kualitas moral seseorang mengandaikan stabilitas dan berkaitan dengan suatu derajat kesempurnaan dalam kehidupan moral seseorang dan selalu terarah kepada hal yang baik.
Kedua, keutamaan selalu berkaitan dengan kehendak. Keutamaan adalah suatu disposisi yang mengarahkan kehendak secara tetap ke arah tertentu. Karena itu maksud baik sangat penting.
Ketiga, keutamaan adalah hasil pembiasaan diri (habituation). Orang memiliki keutamaan karena telah terbiasa melakukan tindakan-tindakan yang baik. Tindakan-tindakan baik yang telah berulangkali dan secara teratur dilakukan akan membentuk dalam diri pelakunya suatu stabilitas watak moral.
Itu berarti bahwa tindakan baik yang dilakukan sesewaktu tidak membuat seseorang menjadi orang baik.
Keempat, keutamaan berbeda dari keterampilan. Keterampilan memungkinkan orang untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara teknis dengan mudah, sedangkan keutamaan memudahkan orang untuk bertingkah laku dengan baik dalam bidang praksis (Etika: Frans Ceunfin).
Oleh karena itu keutamaan moral dalam berpolitik bukanlah sesuatu yang kontekstual, lahirnya sesewaktu, hanya dalam masa menjelang pemilihan umum, melainkan pelaksanaannya harus tuntas sampai janji-janji yang disampaikan terpenuhi.
Aristoteles mendefenisikan hasil dari keutamaan moral adalah orang yang telah mencapai taraf kehidupan etis yang nyata, juga sebagai hasil belajar. Orang yang mencapai taraf ini akan bertindak tepat dan baik secara moral tanpa kesulitan. Dalam kehidupan moral orang ini akan menjadi norma bagi kehidupannya pribadi dan bagi orang lain.
Komitmen pada Tujuan
Persiapan menuju final pesta demokrasi 2018 adalah sebuah tantangan besar bagi kita untuk memaknai secara benar tentang keutamaan moral.
Sesuai dengan tujuan utama dari partai politik adalah untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, maka kader-kader yang akan tampil seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan nilai ini, yang pasti nilai yang dimaksud bukanlah nilai yang negatif ( politik uang, primordialisme, dan lain-lain) melainkan nilai positif yang mementingkan keutamaan moral yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.
Komiten pada tujuan adalah sesuatu yang selalu dirindukan oleh masyarakat sejak terbentuknya negara demokrasi tercinta ini. Komitmen bukan hanya pada konsep tetapi harus menjelma dalam tindakan nyata. Sembuhkanlah kerinduan rakyat.***