Bajawa, Vox NTT– Petrus Antonius Soa Baghi (78 tahun), seorang warga asal Desa Tarawali, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada.
Kakek Petrus, begitu akrab disapanya hinggal kini belum meninggal. Namun uniknya, kubur sebagai tempat pemakamannya sudah dikerjakan.
Petrus sendiri memiliki seorang istri dan 10 orang anak. Tujuh diantaranya sudah meninggal dunia karena sakit.
Sementara yang masih hidup hanya tiga orang putri. Ketiga putri sudah menikah dan tidak tinggal serumah lagi dengannya.
“Saya membangun kuburuan itu karena saya ingin kediaman terakhir seperti yang saya inginkan. Sebab belum tentu kalau saya sudah meninggal, orang buat kuburan seperti yang saya mau,” kata pria kelahiran 1939 itu.
“Mumpung saya ini dulu seorang tukang bangunan, jadi tidak ada salahnya kalau saya memanfaatkan keahlian saya ini,” ujarnya.
Kakek Petrus membangun kuburan itu bukan hanya untuk hanya untuk dirinya saja, tetapi bersama istrinya Helena Na’u Wio.
Di kuburan itu sudah terpajang foto yang terpasang permanen pada bagian belakang.
Pada sisi kanan terpasang foto sang istri Helena yang berarti kubur milik istri dan pada sisi kiri terdapat fotonya yang berarti kuburan miliknya.
Pada bagian atas foto disediakan tempat khusus untuk menulis nama sang istri dan dirinya.
Di kubur untuk Nenek Helena yang berukuran 140×70 cm dipasang sebuah foto Bunda Maria pada bagian dinding kepala.
Sedangkan pada kubur milik Kakek Petrus yang berukuran 140×80 cm dipasang sebuah foto Tuhan Yesus sebagai pelindung.
Kubur dengan tinggi 60 cm tersebut sudah dibuat permanen dengan keramik kotak-kotak biru di dalam lubangnya.
Pada bagian tengah yang memisahkan antara foto keduanya terdapat sebuah ukiran bintang yang bermakna sebagai kelahiran.
Sedangkan pada bagian bawahnya disediakan tempat untuk menulis tanggal kematiannya nanti.
Bukan hanya itu saja, Kakek Petrus juga memaknai tiap detail bangunan. Salah satunya ialah ruang kubur yang memisahkan antara sang istri dengan dirinya dipasang kaca.
Baginya Nenek Helena adalah bagian dari hidupnya yang selalu mendampingi dalam suka dan duka.
Sehingga ketika nanti dimakamkan, keduanya akan dihadapkan untuk tetap dapat saling melihat walaupun sudah tidak bersama lagi seperti di dunia nyata.
Anak dari pasangan suami istri Baghi Wae dan Menge Lalu mengaku sudah mendengar ada peraturan daerah tentang makam yang tak boleh ada di pekarangan rumah dan harus dimakamkan di pekuburan umum.
Ia sedikit kecewa kalau nanti ia tidak dikuburkan di tempat yang sudah dibangun dengan keringatnya itu. Ia mengungkapkan kekecewaan dan protesnya.
“Bagaimana saya sudah bangun kubur ini sebelum peraturan itu keluar. Apa saya harus bayar denda karena sudah bangun kubur disini? Kalau saya bangun kubur setelah peraturan itu ada, saya memang keras kepala terhadap peraturan,” tegasnya.
Sosok Pekerja Keras
Kakek Petrus adalah sosok pekerja keras. Dia pernah menangani beberapa bangunan yang hingga sekarang masih berdiri kokoh. Itu seperti SMP Slamet Riyadi, Gereja Kisol dan puluhan rumah kolong lainnya.
Selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Kakek Petrus juga bekerja untuk menyekolahkan anaknya yang saat ini sudah berporfesi sebagai guru di SDK Masu, Kecamatan Soa.
“Kami dulu kami mendapatkan uang dengan cara barter, saya bangun rumah orang kemudian dibayar pakai sapi, kerbau dan padi. Hasilnya itu kami jual lagi kebajawa jalan kaki selama dua hari,” katanya.
Menurut pengakuan Kakek Petrus yang duduk hanya sampai di kelas 6 bangku sekolah dasar itu, kekurangan hanya pada fisik namun pemikiran tidak kalah dengan orang yang berpendidikan tinggi.
“Saya masih sering membaca dan menulis, kekurangan saya itu hanya karena telinga, mata dan gigi yang sudah tidak berfungsi dengan baik lagi,”katanya.
Menurut putri pertamanya Ursula yang saat ini sudah menjadi guru di SDK Masu, Ursula Menge, ayahnya adalah sosok yang keras kepala, namun begitu lembut hati dan penyayang kepada ketiga putrinya.
Bahkan bukan cuma itu saja, kakek Petrus juga begitu teliti dalam hal keuangan dan dokumen-dokumen pribadinya.
“Bapak kami ini masih hebat dalam hal berhitung, ia menjadi bendahara sendiri dalam mengatur keuangannya. Bahkan riwayat hidupnya ia tulis dan disimpan rapi dalam sebuah kamar khusus untuk barang-barang penting miliknya,” kata Ursula
Ibu satu anak ini juga mengatakan sempat kaget mendengar kabar bahwa ayahnya membangun sepasang kubur.
Bahkan menurutnya, Mama Helena sempat pergi dari rumah karena takut melihat tingkah aneh sang suami.
Ketika itu kisah Ursula, pagi-pagi sekali saat ibu Helena masih tertidur pulas, diam-diam ayahnya mengukur tinggi badan sang istri.
“Mama takut sekali, dua tahun mama tinggal di rumah saya di Masu karena melihat tingkah aneh Bapak,” papar Ursula. (Arkadius Togo/VoN)