Borong, Vox NTT-Bantuan perumahan stimulan untuk rumah yang tidak layak huni di Kelurahan Satar Peot, Kecematan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) tahun 2017 diduga pilih kasih.
Kamilus Nokor, warga Kelurahan Peot mengatakan bantuan perumahan di tempatnya tahun 2017 ini dinilai pilih kasih dan tidak tepat sasaran.
Terbukti, ada warga yang rumahnya masih layak dihuni malah mendapat bantuan rumah. Namun, kata Kamilus, rumah warga yang tidak layak huni seolah diabaikan.
“Di Peot ini, banyak warga yang rumahnya darurat dan harus dibantu. Ada beberapa janda dan jompo di kelurahan ini yang rumahnya hanya berdinding bambu dan berlantaikan tanah. Mereka yang sebenarnya layak dibantu,” kata Kamilus kepada VoxNtt.com, Kamis (13/7/2017).
Menurut dia, kondisi itu menunjukkan adanya pilih kasih yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait penerimaan bantuan rumah murah.
“Bapak bisa lihat sendiri bagaimana kondisi rumah beberapa janda dan jompo itu. Kondisi rumah mereka malah tidak perhartikan dan terkait rumah dalam program bedah rumah tersebut,” imbuh Kamilus.
Sebab itu, Kamilus berharap kepada pemerintah dan pihak- pihak terkait yang berada dalam bidang program bedah rumah agar lebih memperhatikan dan membantu warga yang lebih layak menerima.
“Semoga ke depan bantuan seperti ini bisa tepat sasaran. Dan bukan malah diberikan kepada orang-orang yang rumahnya layak dihuni,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanahan, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Matim Aurelius Fernandes mengatakan pihaknya menerima data-data penerima bantuan rumah dari Dinas PU dan Bappeda Matim. Karena sebelumnya urusan perumahan rakyat ditangani oleh dua dinas tersebut.
” Kami hanya memverifikasi. Karena tahun 2017 baru dinas ini berdiri sendiri,” pungkas Fernandes.
Ia membantah tudingan warga yang menyebut bantuan rumah itu terkesan pilih kasih. Sebab menurut dia, sebelum menentukan layak dan tidak masyarakat dibantu, pihak dinas melakukan verifikasi faktual.
“Dari yang tidak layak kita pilih yang paling tidak layak. Kalau rumahnya masih layak, kita pindah ke yang sudah reyot,” katanya.
Dia mengaku, yang terjadi adalah adanya perbedaan kondisi faktual. Dulu dengan sekarang kondisinya berbeda. Petugas dinas melakukan cek langsung di lapangan.
“Mungkin dulu rumahnya tidak layak huni, tetapi sekarang sudah lantai semen juga setengah tembok. Maka, kita harus cari yang kondisinya belum permanen. Seperti ; lantai tanah, dinding bambu, dan atap bambu,” tegas Fernandes. (Nansianus Taris/VoN)