Kupang, Vox NTT- Aksi Forum Mahasiswa PGRI NTT mendesak Pemerintah NTT agar memperjuangkan hak mereka belum juga terpenuhi.
Malah dalam aksi ke-9 yang digelar pada Kamis (3/8/2017) tersebut para mahasiswa yang merasa menjadi korban konflik elit di lingkup Universitas PGRI NTT tersebut diduga mengalami tindakan kekerasan dari polisi dan Polisi Pamong Praja.
Setidaknya 7 peserta aksi diduga dianaiaya oleh aparat.
Melalui press release yang dikirimkan kepada VoxNtt.Com pada Kamis (3/8/2017), Koordinator Umum FMU PGRI NTT, Petrus Tanisius Dedi menyatakan tujuan dari aksi long march yang mengambil titik start di Terminal Oebobo tersebut adalah untuk bertemu dan berdialog dengan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya.
Sayangnya, ketika masa aksi sampai di Kantor Gubernur NTT hanya Humas Pemprov NTT, Samuel Pakaring. FMU PGRI NTT lantas menyatakan menolak kehadiran Samuel Pakaring.
“Hanya menghadirkan humas merupakan bentuk pembiaran Pemprov NTT dalam hal ini Gubernur NTT terhadap nasib kami anak-anak NTT untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas,” tegas Petrus Tanisius Dedi.
Yang disayangkan oleh Petrus adalah selain merasa diabaikan para mahasiswa juga harus mengalami kekerasan.
Korlap aksi, Julius Mone yang berhasil masuk ke dalam Kantor Gubernur NTT ditangkap dan diduga dianiaya.
Selain itu, mahasiswa lainnya bernama Hayon yang bertugas mendokumentasikan aksi didorong ke dinding tripleks oleh polisi. Sehingga mengakibatkan kerusakan pada tripleks.
Hal itu kemudian digunakan sebagai alasan oleh polisi untuk memukuli Hayon.
Selain Julius dan Hayon juga ada mahasiswa lainnya yang menjadi korban kekerasan yakni Frans Ly Ratu, Mariano Martinz, Engky Tanggu dan Fidelis Baka.
Bahkan seorang mahasiswi bernama Venchi Siki juga mengalami kekerasan.
Ia ditendang di paha, perut, dan juga dipukul di kepala.
Akibatnya ke 7 mahasiswa tersebut mendapatkan luka dan memar di tubuh.
Dalam beberapa aksi sebelumnya mereka juga mengalami kekerasan.
Akan tetapi, sampai dengan berita ini diturunkan belum diketahui langkah apa yang akan diambil oleh FMU PGRI NTT atas tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh polisi dan Pol PP.
Sementara itu, Sekretaris LMND NTT, Apris Mali yang turut terlibat dalam aksi tersebut menyatakan para mahasiswa akan terus berjuang.
Mereka menolak SK Nomor 208/M/KPT/2017 tentang pencabutan izin pendirian Universitas PGRI NTT dan pencabutan izin pembukaan program studi pada Universitas PGRI NTT di Kota Kupang yang di selenggarakan oleh YPLP PT PGRI NTT.
“Yayasan dan Rektor yang berkonflik tetapi kami mahasiswa yang dijadikan korban. Pemprov NTT tidak boleh tutup mata bahwa keputusan Menristekdikti untuk mengalihkan mahasiswa ke dua kampus baru juga hanya menjadikan kami mahasiswa sebagai objek eksploitasi orang-orang yang mengumpulkan kekayaan dengan memperdagangkan pendidikan di NTT,” tegas Apris yang juga merupakan mahasiswa Universitas PGRI NTT tersebut kepada VoxNtt.Com saat dihubungi pada Kamis (3/8/2017). (Are De Peskim/AA/VoN)