Lembata, Vox NTT– Nama lengkapnya Yosef Amasuba. Pria asal Desa Knotan Adonara ini kini mendedikasikan hidup dan panggilan jiwanya sebagai guru di kabupaten Lembata.
Pengalaman selama tiga puluh satu tahun menjadi guru telah ikut menempanya menjadi pribadi, pendidik yang militan dan menghayati spirit seorang pendidik.
Penghayatan akan spirit dan militansi sebagai pendidik sejatilah, akhirnya membawa Yosef untuk mengemban jabatan tertinggi pada lembaga pendidikan sebagai seorang kepala sekolah.
Dari tahun 2008-2014 Yosef mengemban jabatan sebagai kepala sekolah SMPN 1 Ile Ape Timur. Selepas pengabdian di Ile Ape, Yosef lalu kembali diangkat menjadi kepala sekolah di SMPN 2 Nubatukan sampai saat ini.
Pria kelahiran 19 Maret 1963 ini, sejak di bangku pendidikan SMP sudah menanamkan dalam dirinya cita-cita nan mulia, yakni mau jadi guru. Kegigihan merawat niat itu pulalah yang menjadikannya sebagai pribadi tangguh, yang disegani sekaligus seorang teman diskusi bagi para guru, pegawai dan yang terutama para siswa.
Resep manjur yang menjadikannya sebagai kepala sekolah yang dicintai semua stakeholder di sekolahnya adalah, karena semangat mengabdi dan kunjungan rumah atau yang beken disebut dengan home visit.
Pengalaman selama menjadi guru dan saat ini sebagai kepala sekolah, adalah ketika harus menghadapi sekian jumlah besar anak yang nakal dan bengal. “Itu butuh tenaga dan pikiran ekstra ama,” demikian kata Amasuba kepada voxntt.com, 10/8 yang lalu.
Menurutnya, setiap anak yang masuk ke lembaga pendidikan adalah anak-anak yang datang dengan situasi psikologis rumah, dan orang tua, juga lingkungan yang bakal membentuk mereka, (baca, peserta didik dikemudian hari).
Jadi butuh semacam perhatian lebih apa lagi untuk peserta didik yang sangat nakal dan bermasalah. “Ya jadi untuk masalah macam itu, saya selalu buat home visit,” ungkapnya.
Home visit yang diterapkannya adalah dengan berkunjung ke rumah para peserta didiknya, untuk mengetahui keadaan peserta didik di rumah. Dari rumah siswa yang dikunjungi, biasanya Yosef memperoleh berbagai keterangan atau data siswanya lebih lengkap.
“Dari hasil share, cerita-cerita biasanya saya selalu punya semacam feeling, bahwa setiap siswa yang tukang buat ulah atau bengal itu, model pendekatan dan perhatiannya harus juga dengan trik yang beda,” demikian kata Yosef.
Kata dia, anak-anak itu lahir dan membawa potensi yang unik dan luar biasa. Tinggal bagaimana guru dan orng tua ikut memfasilitasi secara penuh, untuk mengasah segala potensi dalam diri peserta didik.
“Home visit itu melelahkan ama. Selain memerlukan waktu, tenaga ekstra juga biaya. Ada lagi yang tidak bersedia untuk menerima. Yang kedua itu paling menyakitkan memang, tapi saya secara pribadi tetap mengerahkan segala kemampuan saya untuk itu. Sampai dengan hari ini saya bangga menjadi guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah ini,” Kata Yosef dengan nada yang terbata.
Yosef Amasuba selalu berjuang untuk memberikan dirinya tanpa pamrih. Di sekolah yang dipimpinnya ia pun selalu menerapkan iklim apresiatif. Iklim ini penting walau pun untuk hal-hal yang kecil saja.
Dengan iklim seperti inilah percaya atau tidak tapi guru-guru dan juga peserta didik akan menemukan dirinya, lalu sanggup menerjemahkan segala yang mereka punya untuk menjadi lebih kreatif, inovatif dan saling mendukung.
Itulah Yosef Amasuba, sosok seorang guru, kepala sekolah yang rela berkorban mengaplikasikan home visit dalam dunia pendidikan. “Saya bangga jika kelak anak-anak yang kami bimbing menjadi generasi Lepan Bata-Lembata yang cerdas, berbudi dan beradab hanya karena telah menemukan potensi diri mereka,” Katanya.
\Semoga home visit ala Yosef ikut juga menginspirir semakin banyak guru di NTT. (Hengky Ola/VoN)