Maumere, Vox NTT- Sikap para pemangku kebijakan terkait upah buruh yang bekerja pada Proyek Pembangunan Kantor Bupati Sikka, berbeda-beda.
Dalam lanjutan dialog terkait pengaduan para buruh tersebut turut hadir PT. Palapa Kupang Sentosa, selaku kontraktor yang diwakili oleh Set Manager, Darmawan Bimo dan Dinas PU Kabupaten Sikka, selaku pemrakarsa proyek yang diwakili oleh Sekretaris Dinas PU, Agustinus Boy Satrio.
Dalam dialog tersebut Bimo dan Boy Satrio sependapat. Sementera itu, para anggota Komisi 3 DPRD Sikka tegas membela para buruh.
Utusan PT. Palapa Kupang Sentosa, Darmawan Bimo menyatakan pihaknya selama ini mempekerjakan banyak buruh termasuk tukang dan pembantu tukang untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan.
Hasilnya selama 8 bulan pekerjaan berjalan, struktur bangunan telah hampir selesai. Selain itu, Bimo mengaku pihaknya sengaja menggunakan jasa tukang lokal agar masyarakat setempat dapat merasakan manfaat langsung, melalui penyerapan tenaga kerja sekaligus mendapatkan kesempatan belajar. Meskipun demikian, belakangan ada pertimbangan efisiensi.
“Pertimbangan bagian keuangan bahwa harus ada efisiensi sehingga pimpinan mengambil kebijakan untuk mengurangi upah,” terangnya dalam dialog bersama Komisi 3 DPRD Sikka, Selasa (15/8/2017).
Perlu diketahui, meskipun harga penawaran PT. Palapa Kupang Sentosa untuk upah pekerja di proyek tersebut adalah Rp. 77.000 untuk tukang dan Rp 50.000 untuk pembantu tukang.
Namun, dalam pelaksanaaannya kontraktor mengupah pekerja dengan upah variatif yakni Rp 100.000 untuk tukang dan Rp 60.000 untuk pembantu tukang.
Baca: Buruh Proyek Bangunan Kantor Bupati Sikka Demo ke DPRD Sikka
Sejalan dengan Bimo, Sekretaris Dinas PU Kabupaten Sikka, Agustinus Boy Satrio mengaku awalnya terkejut dengan penawaran PT. Palapa Kupang Sentosa terkait upah yakni untuk tukang sebesar Rp 77.000 sementara pembantu tukang Rp 50.000.
Menurutnya akan menjadi masalah apabila belakangan kebutuhan tenaga kerja berkurang. “Sekarang sudah ada masalah. Saya juga baru dengar. Jadi saya anjurkan supaya pelaksana proyek bisa memutuskan untuk memilih tukang yang mana, yang tepat untuk pekerjaan finishing. Delapan bulan ini kan sudah cukup untuk menilai mana yang tepat,” ungkap Boy Satrio.
Sementara itu, para wakil rakyat di Komisi 3 DPRD Sikka punya pendapat lain. Beberapa di antaranya seperti Fabianus Toa, Gorgonius Nago Bapa dan Stef Sumandi menekankan agar PT. Palapa tetap menggunakan jasa para tukang dan buruh yang ada, dengan besaran upah sesuai kesepakatan awal.
Oleh karenanya, kebijakan menurunkan upah dari Rp 100.000 menjadi Rp 60.000 untuk tukang dan Rp 60.000 menjadi Rp 50.000 untuk pembantu tukang dibatalkan.
Gorgonius berpendapat, kontraktor tentu mendapat untung sehingga berani mengupah pekerja di atas harga penawaran. “Kami ingin memastikan bahwa pekerjaan bisa selesai tepat waktu, dan kami tahu sebagai kontraktor anda tentu masih bisa dapat untung makanya bersedia mengupah di atas harga penawaran,” ujar Gorgonius.
Sementara itu, Stef Sumandi menilai sejak awal Dinas PU selaku pemrakarsa proyek tidak memiliki kajian yang mumpuni, lantaran menilai penawaran upah oleh kontraktor sebagai hal yang luar biasa.
Padahal kenyataannya upah Rp 100.000 dan Rp 50.000 sudah merupakan standar yang ada saat ini. Oleh karenanya, para pekerja harus kembali bekerja.
“Negosiasi memang masih jalan tetapi mereka harus kembali bekerja dengan upah semula, bila perlu upah dinaikan agar mereka bisa bekerja lebih giat sehingga pekerjaan cepat selesai,” tegas Stef.
Para pekerja menyambut baik pernyataan para wakil rakyat tersebut, dengan tepuk tangan. Meskipun demikian dialog tersebut tidak menghasilkan keputusan lantaran utusan PT. Palapa tidak bisa mengambil keputusan. Oleh karenanya, dialog akan dilanjutkan pada Jumat (18/8/2017) di lokasi proyek. (Are De Peskim/VoN)