Kefamenanu,Vox NTT-Di atas panggung berukuran 8×4 meter itu, tampak Paulus Kapitan dan Rifna Bana, hanya mengenakan kain adat.
Dua petarung asal Kecamatan Miomafo Timur ini berusaha saling menyerang di bagian kaki lawan tandingnya.
Kedua pria tersebut berusaha saling menyerang dengan menggunakan kaki pada bagian lutut ke bawah serta pada paha lawan.
Apris Bana selaku wasit dalam pertandingan tersebut sesekali menghentikan pertandingan apabila salah satu petarung menyerang bagian tubuh lawan yang dilarang.
Bagian kemaluan,bokong serta bagian badan dan kepala merupakan area tubuh yang tidak boleh diserang lawan.
Sedangkan wasit yang memimpin pertandingan dijuluki dengan nama Apaot Mat Panat (menjaga dan melindungi).
Tugas wasit menjaga agar dua petarung Manatika tidak keluar dari arena atau ring tinju, melerai bila kedua petarung `terbawa emosi’ lalu lepas kendali.
Selain itu, wasit juga memberi peringatan keras kepada petarung bila melanggar larangan, seperti menendang pantat, kemaluan atau badan lawannya. Juga menghentikan pertarungan itu, bila salah satu petarung mengalami luka, pincang kakinya atau terjatuh dan tidak bias melanjutkan pertarungan.
Pertarungan dimenangkan oleh petarung yang berhasil menyerang tepat pada kaki lawan dan membuat sang lawan mengaku kalah.
Pertarungan antara 2 pria yang bertelanjang dada ini dilangsungkan dalam 3 ronde dengan durasi waktu per ronde 1 menit.
Olahraga ini dikenal dengan sebutan Manatika. Sejatinya merupakan olahraga beladiri tradisional masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) khususnya kecamatan Miomafo Timur.
Apris Bana, wasit pada pertarungan manatika tersebut saat diwawancarai Vox NTT usai pertandingan menjelaskan bahwa olahraga bela diri ini merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan keberadaannya.
Ia mengungkapkan bahwa pada zaman dahulu, tradisi manatika dipentaskan dalam setiap acara adat seperti pesta panen maupun acara adat lainnya.
Namun saat ini, tradisi manatika juga mulai dipentaskan pada perayaan HUT RI maupun hari besar lainnya.
“Di kampung saya, di desa Taekas biasanya setiap mau perayaan 17 Agustus pasti ada pertandingan manatika baik itu antar RT, bahkan antar desa di tingkat kecamatan” tutur Bana.
Ia berharap agar ke depannya pementasan tradisi manatika terus dapat digelar sehingga generasi penerus bangsa tidak melupakan budayanya sendiri.
Pertandingan bela diri tradisional ini digelar bersamaan dengan perlombaan tarian kreasi mery-mery yang diadakan di lapangan BTN, Desa Naiola Timur, Kecamatab Bikomi Selatan, Kabupaten TTU pada hari Minggu (20/08/2017) malam. (Eman/VoN).