Atambua,Vox NTT- Masyarakat Desa Silawan Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu mengeluh karena tanah mereka digusur untuk pembangunan ruas jalan Lakafehan-Motaain.
Masyarakat pun mengaku kesal dengan sikap pemerintah yang menggusur tanah mereka tanpa ada upaya ganti rugi.
Menaggapi hal tersebut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) satuan kerja (Satker) pelaksanaan jalan nasional wilayah Provinsi NTT, Naomi Sandang membantah tuduhan masyarakat tidak melakukan proses pembayaran tanah yang digusur.
Naomi mengaku saat ini proses administrasi ganti rugi sementara berlangsung. Dinas Pertanahan Kabupaten Belu sedang melakukan verifikasi data pemilik tanah.
Karena itu, Naomi meminta kepada masyarakat untuk bersabar karena sedang dalam diproses.
“kami baru saja bertemu dengan perwakilan masyarakat dan pihak Pertanahan. Sudah dijelaskan bahwa kalau sudah ada data nominatif dari Pertanahan, maka kami akan segera memberikan usulan kepada KPPN dan selanjutnya uang ganti rugi akan langsung ditransfer ke rekening masing-masing. Kami tidak melakukan pembayaran langsung, karena kami tidak punya pos anggaran untuk ganti rugi jadi kami akan ajukan ke KPPN,” jelas Naomi saat ditemui di Atambua, Selasa (22/8/2017).
Menurut dia untuk melakukan pembayaran ganti rugi, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahapan itu wajib dilalui agar tidak terjadi kesalahan yang berdampak pada pelanggaran hukum di kemudian hari.
Karena itu, Satker jalan Nasional wilayah II Provinsi NTT sangat teliti dalam mengerjakan setiap tahapan termasuk proses ganti rugi kepada masyarakat Silawan yang tanahnya digusur.
Selain ganti rugi atas tanah, ia mengaku sudah melakukan pembayaran ganti rugi atas tanaman umur panjang milik masyarakat yang ikut digusur.
Ditanya mengenai pernyataan dari pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Belu bahwa tidak ada koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, Naomi lago-lagi embantah pernyataan tersebut.
Kata dia, sejak awal sudah melibatkan semua pihak seperti Pemda, Dinas Pertanahan,pemerintah desa dan tokoh- tokoh adat. Sebelum proyek dimulai pun sudah ada Surat Keputusan.
“Saya perlu klarifikasi bahwa saya tidak pernah jalan sendiri. Sebelum mulai bekerja, pada Bulan April lalu saya bersurat ke Bupati Belu setelah penandatanganan kontrak kerja. Terkait tanah, Bupati
menyarankan untuk melibatkan Pertanahan, Pemda dalam hal ini Bappeda, Dinas PU, Camat dan Kepala Desa dan itu dibuat dalam bentuk SK dan prosesnya kita laksanakan,” tegas Naomi.
Selain berkoordiansi dengan Pemda, pihak Satker juga sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat Silawan pada tanggal 30 Mei 2017 lalu.
Dalam sosialisasi tersebut hadir juga perwakilan dari Pemda Belu yaitu dari bagian Pembangunan, Camat Tasifeto Timur dan pemerintah desa, serta masyarakat pemilik lahan di Desa Silawan.
Tentang ancaman masyarakat yang akan menutup jalan jika ganti rugi tidak dilakukan, ia menyatakan dirinya tidak bermaksud untuk menarik ulur pembayaran ganti rugi tersebut
Tetapi, pembayaran baru akan dilaksanakan setelah ada data yang valid, sehingga tidak muncul persoalan setelah proses pembayaran.
Sejauh ini, proses pembayaran ganti rugi sudah pada tahap pengukuran dan inventarisasi.
Selain itu, penyusunan nama-nama pemilik tanah serta gambar detail lokasi juga sudah dilengkapi.
Hal tersebut dilakukan untuk memastikan aspek legalitas atas kepemilikan tanah yang
akan dibayar.
Dijelaskan bahwa untuk proses pembayaran, pemilik tanah harus menunjukan setifikat tanah.
Bagi masyarakat yang sertifikat tanahnya sementara dijaminkan di Bank, Naomi meminta untuk membuat surat keterangan dari bank bersangkutan.
Baca: Belum Ganti Rugi, Warga Silawan Ancam Tutup Jalan Negara ke Motaain
Sedangkan bagi tanah yang belum bersertifikat, harus dibuatkan surat sejarah kepemilikan yang disertai tanda tangan saksi-saksi yang tanahnya berbatasan.
Untuk kelancaran proses pembayaran, pihak Satker siap memfasilitasi masyarakat yang belum memiliki nomor rekening bank.
“Saya sudah bilang kepada masyarakat bahwa bagi masyarakat yang belum memiliki rekening, kami siap bantu untuk membuka rekening bagi masyarakat. Bila perlu kami jemput dan sama-sama ke bank untuk buka rekening,” terang Naomi.
Dia menambahkan, bahwa proses validasi sedikit memakan waktu karena ada perubahan data.
Pada data awal yang dikumpulkan terdapat 87 bidang tanah. Namun setelah dilakukan verifikasi tahap awal, jumlahnya bertambah menjadi 105.
Sehingga, pihak pertanahan masih meneliti kembali data yang sudah terkumpul.
Selain penambahan jumlah bidang tanah, kendala lain yang dihadapi adalah ada bidang tanah yang pemiliknya tidak tinggal di Silawan namun berdomisili di tempat lain.
Kata Naomi, timnya harus menelusuri pemilik tanah tersebut. Sebab, metode pembayarannya kolektif, sehingga semua data pemilik tanah harus terkumpul sehingga pembayaran dilakukan secara serentak. (Marcel/AA/VoN)