Oleh: Evan Lahur
Indonesia kembali gagal meraih medali emas di cabang sepak bola Sea Games Malaysia 2017. Di semifinal (26/8), timnas Garuda Muda kalah 1-0 melawan timnas Harimau Muda Malaysia.
Namun kegagalan ini tak menyurutkan kebanggaan publik NTT terhadap Yabes Malaifani, sayap kanan timnas Garuda Muda. Yabes sukses memberi kebanggaan untuk publik sepak bola NTT dan Indonesia.
Namun di tulisan ini, tidak mengulas tentang sosok Yabes tetapi satu sosok pemuda asal NTT yang juga sukses memberi kebanggaan terhadap publik sepak bola NTT. Dia adalah Billy Keraf, sang pemberi assist kepada kapten Persib Bandung, Atep saat mencetak gol melawan PS TNI di awal musim Liga 1.
Ketenaran Billy Keraf memang ditutupi oleh aksi gemilang Yabes di Bali United maupun timnas U-22. Namun pembaca yang budiman, secara tersirat ada inspirasi yang bisa dipetik melalui sosok Billy Keraf ini.
Tentang Billy Keraf
Nama lengkapnya Fulgensius Billy Paji Keraf. Publik sepak bola nasional mulai mengenal sosoknya ketika ia bergabung bersama Persib Bandung di awal musim Liga 1. Billy mengenal sepak bola sejak kecil, bahkan ia telah mengikuti berbagai turnamen di antaranya Kejuaraan Yamaha tingkat Nasional dan ASEAN.
Tahun 2010 ia berhasil lolos seleksi dan kemudian bergabung dengan tim Yamaha Indonesia U-13. Trofi juara pun langsung dipersembahkan setelah Indonesia mampu mempecundangi tim Thailand pada babak final.
Pasca mengikuti turnamen Yamaha, Billy bergabung bersama klub Mitra Pespex United di Liga Kompas Gramedia U-14 selama satu tahun. Billy sempat memperkuat timnas yunior Indonesia mengikuti ajang Gothia Cup tahun 2011. Namun sayang, di kejuaraan ini, Indonesia harus takluk dari Portugal pada babak delapan besar.
Pasca gelaran ini, Billy mencoba melabuhkan dirinya ke sebuah akademi ternama di Jakarta, ASIOP Apacinti dan langsung mengikuti kejuaraan bertajuk Liga Pertamina. Pada gelaran ini, ia berhasil mengantarkan ASIOP meraih posisi ketiga dan terpilih sebagai pemain terbaik. Kemudian Billy, berkat dukungan kedua orang tuanya mengikuti seleksi di beberapa klub tanah air, salah satunya Persija Jakarta.
Akan tetapi, saat itu ia tidak lolos seleksi. Tak menyerah begitu saja, Billy tetap berlatih keras dan mengikuti serangkaian turnamen dan salah satunya turnamen antar kecamatan di Bogor. Penampilannya yang lagi-lagi mengundang takjub tersebut membuat Billy terpilih untuk bergabung bersama tim persiapan PORDA Bogor.
Meski sudah memiliki tim dan konsentrasi yang jelas, namun Billy merasa belum cukup. Pemain kelahiran Sikka, NTT ini kemudian bergabung juga dengan sebuah tim amatir yang dimanajeri oleh Chrisliebert (Account Executive Nike Indonesia) bernama Nitro FC. Saat tim ini melakukan rangkaian tur ke Samarinda, Billy pun mendapatkan pengalaman melawan klub asal kota tersebut Pusamania Borneo FC.
Pertemuan dengan Christliebert kemudian mengubah nasibnya. Billy yang sebelum bergabung dengan Nitro FC selalu gagal dalam tahap seleksi awal di beberapa klub tanah air kemudian diberikan kesempatan untuk mengikuti trial dan kemudian bergabung bersama tim Pangeran Biru.
Pelajaran dari Billy Keraf
Siapa yang tidak ingin merumput bersama Pangeran Biru, Persib Bandung? Seluruh pemain profesional ingin merumput bersama Atep dkk. Billy Keraf telah mewujudkan mimpinya bermain di pentas Liga 1 Indonesia.
Di balik sosok seorang Billy, penulis melihat beberapa inspirasi yang bisa dijadikan pelajaran untuk sepak bola NTT. Pertama, soal budaya yakni menjatuhkan pilihan pada sepak bola sebagai pilihan hidup.
Di NTT, sepak bola belum dijadikan pilihan hidup melainkan sekadar untuk membangun relasi sosial atau memperbanyak teman. Poin pertama ini tentu berat bagi masyarakat NTT ketika alur vertikal pendidikan dari SD hingga Perguruan Tinggi masih menjadi pilihan utama.
Namun, penulis berpikir apa yang telah dialami Billy dan kedua orang tuanya bisa menjadi inspirasi, setidaknya pilihan lain untuk berpikir ke depan.
Kedua, gerakan orang tua asuh. Ratusan pemain muda berbakat di NTT memang tidak seberuntung Billy yang mana kedua orang tua Billy tinggal di Jakarta.
NTT memiliki banyak pemain sekaliber Billy maupun Yabes. Namun terkendala biaya dan akomodasi untuk berangkat mengikuti berbagai turnamen usia muda di pulau Jawa. Untuk itu, penulis mencetus ide hadirnya orang tua asuh. Orang tua asuh ini berasal dari seluruh orang tua atau masyarakat NTT yang tinggal di Jakarta.
Orang tua asuh ini setidaknya dapat menjadi orang tua yang dapat membantu anak-anak berbakat dari NTT, untuk dapat berkiprah di berbagai turnamen sepak bola usia dini di pulau Jawa. Peranan orang tua asuh ini dapat berupa tempat menginap, uang transportasi maupun akomodasi lainnya.
Setidaknya demi perkembangan sepak bola NTT, ada pasangan orang tua NTT di Jakarta yang mau menjadi orang tua asuh. Mari kita membayangkan, konsep orang tua asuh ini dilembagakan dalam bentuk organisasi, komunitas atau sejenisnya.
Ketiga, mulai memikirkan sektor publikasi ketika digelar berbagai turnamen musiman sekelas Paskah, Pentekosta maupun 17 Agustus. Biily, Yabes dan beberapa pemain muda lainnya mulai dikenal secara luas melalui postingan di beberapa media berita dan sosial.
Sederhananya ialah, setiap kepanitiaan hendaknya membentuk seksi publikasi. Setiap pemain yang memiliki skill mumpuni dipublikasikan ke khayalak umum baik berupa tulisan di media online dan cetak maupun ditayangkan melalui youtobe atau facebook. Kemudian, masyarakat diharapkan untuk menonton, membaca maupun membagikan publikasi tersebut berulang kali.
Penulis yakin, beberapa Minggu kemudian di ruang ganti Stadion Santiago Bernabeu, Cristiano Ronaldo dkk akan menontonnya.
Keempat, melalui Billy Keraf dan beberapa nama pemain yang mulai “manggung” di pentas sepak bola Nasional; Persim, Persematim dan Persamba hendaknya mulai menjalin jejaring hubungan komunikasi informatif dan sosial (visioner).
Ada Yebes Roni Malaifani (Alor) di Bali United, Jackson Tiwu (Ngada) di Persikad Depok, Alsan Sanda (Kota Kupang) di Bhayangkara FC maupun jajaran pelatih Pusamania FC Ricky Nelson Ndun (Kota Kupang).
Belum lagi NTT memiliki dua putra terbaik di kepengurusan PSSI saat ini yakni pendiri SSB Bintang Timur Atambua, Farry Fracis yang didapuk sebagai Ketua Departemen Sport Intelligence PSSI dan Lambert Ara Tukan.
Nama-nama ini merupakan modal komunikasi informatif dan sosial yang bisa dijadikan peluang mendapatkan infomasi penting untuk program kerja Persim, Persematim maupun Persamba.
Di empat poin ini, penulis meyakini menjadi momentum awal untuk melahirkan Billy Keraf lainnya di berbagai kabupaten. Pertanyaanya ialah apakah pengurus klub sepak bola di NTT memiliki akses untuk memanfaatkan peluang ini? Jawabannya penulis kembalikan ke jajaran pengurus Asosiasi Sepak Bola di daerah ini.
Perjalanan masih panjang namun mimpi mengibarkan bendera Persim, Persematim dan Persamba di pentas Liga 1 Nasional akan terus ada. Mari menjadi bagian dari proses kemajuan sepak bola NTT. Kapan lagi kalau bukan sekarang dan siapa lagi kalau bukan kita. Forza Sepak Bola NTT.
Penulis adalah Penggiat Sepak Bola Manggarai
Anggota Inter Milan Fans Club Regional Ruteng