Maumere, Vox NTT- Sejumlah guru Matematika di Sikka belajar mengaplikasikan ‘kulababong’ dalam membimbing siswa mempelajari mata pelajaran yang terkenal sulit tersebut.
‘Kulababong’ atau musyawarah merupakan metode pendidikan berbasis dialog dan partisipasi siswa dengan mengutamakan kearifan lokal anak.
Sebanyak 26 guru sekolah dasar tersebut berasal dari 3 kecamatan yang menjadi mitra Wahana Visi Indonesia ADP Sikka yakni Doreng, Nita dan Lela.
Mereka digembleng selama 4 hari dari Rabu (30/8/2017) -Jumat (1/9/2017) di Aula Susteran SCMM, Wairklau, Maumere.
Dalam proses tersebut para guru belajar bagaimana menyajikan Matematika dengan cara yang menyenangkan dan mudah sambil mendekatkan pelajar dengan kekayaan budaya mereka.
“Kita utamakan sekolah-sekolah yang sudah mempraktikan spirit ‘kulababong’ dan mereplikasi model pendidikan tersebut,” terang Manager WVI ADP Sikka, Johny Noya kepada VoxNtt.com saat ditemui di sela-sela kegiatan.
‘Kulababong’ menurut Johny Noya digembleng sejak 2013 lalu bersama para pendidik dan tokoh masyarakat di Desa Kloangpopot yang bermula dari mimpi mewujudkan model pendidikan yang ramah anak.
Anak-anak perlu difasilitasi belajar dengan cara-cara yang menyenangkan, berkaitan dengan konteks lokal keseharian anak, serta berdasarkan pada kearifan lokal.
“Spirit kulababong sebagai model pendidikan yang ramah anak digali dari kearifan lokal masyarakat Sikka,” ujar Johny.
Ia memberi contoh bagaimana para guru menggunakan ‘bolo pagar’ sebuah jenis penganan khas Maumere dengan bentuk menyerupai pagar digunakan sebagai medium untuk membantu anak-anak belajar menghitung ruang.
Selain itu, dalam kulababong ada juga muatan nilai luhur manusia yang ada di Sikka misalnya belajar mendengarkan orang yang sedang berbicara dan bagaimana memberikan pendapat yang baik.
VWI ADP Sikka sengaja mendahulukan mata pelajaran Matematika lantaran menurut Johny anak-anak di Sikka sering bermasalah dengan pelajaran berhitung.
Padahal menurutnya tidak ada anak yang bodoh sama halnya juga tidak ada guru yang bodoh. Kesimpulan jatuh pada belum tepatnya metode yang digunakan.
Sementara itu, Merry salah seroang guru yang mengikuti pelatihan mengaku mendapatkan banyak hal baru melalui pelatihan tersebut.
Ia berharap setelah pelatihan tersebut dirinya dapat membantu anak-anak di SDK Kloangpopot tempatnya mengajar memahami matematika dengan mudah.
“Selama ini matematika itu paling sulit, tetapi dengan cara seperti ini matematika jadi lebih mudah dan anak-anak bisa langsung praktikan. Salah satu contoh anak-anak belajar berhitung tidak pakai dekak-dekik tetapi pakai kemiri,” terangnya. (Are De Peskim/AA/VoN)