Labuan Bajo,Vox NTT- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mencatat terdapat tujuh fakta persidangan proyek jalan Lando-Noa yang bakal menyeret Agustinus Ch. Dula selaku Bupati Manggarai Barat (Mabar).
TPDI mengklaim ketujuh fakta persidangan tersebut bisa menjadi alat bukti hukum yang tak terbantahkan lagi guna meminta pertanggungjawaban pidana kepada Gusti Dula dalam kasus dugaan korupsi proyek pekerjaan tahun anggaran 2014 itu.
Menurut hasil audit BPKP NTT ditaksirkan kerugian negara sebesar Rp 920 juta.
Koordinator TPDI, Petrus Salestinus kepada VoxNtt.com melalui press release, Sabtu (2/9/2017) membeberkan 7 fakta persidangan itu. Ketujuhnya, yakni:
- Terdapat dua orang saksi (Salvator Pinto dan Yos Jelahu) menyatakan bahwa ada peran Bupati Agustinus Ch. Dula dalam proyek Jalan Lando-Noa berupa menerbitkan Disposisi tentang adanya Bencana Alam untuk Jalur Lando-Noa, tanpa ada Rekomendasi, Penetapan Status dan Tingkatan Bencana dari BPBD Kabupaten Manggarai Barat.
- Disposisi Bupati Agustinus Ch. Dula (meskipun tidak dikenal oleh UU), namun hal itu tidak disertai dengan kajian dari Tim Internal Pemda Mabar yang ditunjuk khusus untuk itu untuk mengkaji dan mengkoordinasikan dengan pihak BPBD Mabar, apakah kerusakan yang terjadi di Jalan Lando-Noa itu sebagai akibat Bencana Alam atau memang karena mutu pekerjaan yang rendah sebagai akibat ketidaksesuaian antara spesifikasi material yang ditetapkan dengan yang dibelanjakan.
- Bupati Agustinus Ch. Dula mengakui mengeluarkan Disposisi, padahal menurut UU Tentang Penaggulangan Bencana Alam, Bupati harus mengeluarkan Keputusan yang berisi Penetapan Status Bencana dan Tingkatannya.
- Tidak ada Rekomendasi tentang adanya Bencana Alam dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Manggarai Barat dan hal itu sudah diungkapkan dalam kesaksian pihak BPBD di persidangan Pengadilan Tipikor.
- Bupati Agustinus Ch. Dula dalam keterangannya dibawah sumpah di Pengadilan Tipikor Kupang mengakui bahwa dirinyalah yang mengeluarkan Disposisi mengenai Bencana Alam, tanpa menyebutkan ada tidaknya Rekomendasi tentang Bencana Alam dari BPBD Kabupaten Mangarai Barat sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh UU.
- Tidak adanya Penetapan Status Darurat dan Tingkatan Bencana Alam di Lando-Noa oleh Bupati Agustinus Ch. Dula dan tidak adanya Rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Manggarai Barat mengenai Satus Darurat dan Tingkatan Bencana Alam di Lando-Noa (pasal 1 butir 19 dan pasal 7 ayat (1c) UU No. 24 Tahun 2007).
- Ada Audit BPKP NTT mengenai jumlah kerugian negara yang nyata dari proyek Jalan Lando-Noa sebesar Rp. 920 juta.
Tujuh fakta tersebut telah memperjelas posisi hukum dan posisi pertanggungjawaban secara pidana yang harus dimintakan oleh Polri dan/atau Kejaksaan pasca persidangan pemeriksaan terdakwa Agus Tama dan Vinsen Tunggal di Pengadilan Tipikor Kupang.
Hal ini tentu sejalan dengan pernyataan Kajari Manggarai Barat selaku Penuntut Umum dalam perkara Agus Tama dkk.
Dari fakta-fakta itu, kata Salestinus, dapat disimpulkan bahwa Bencana Alam berikut kondisi darurat dan tingkatannya adalah fiktif alias tidak pernah ada.
Tetapi dikemas oleh Bupati Gusti Dula berupa sebuah “disposisi” dengan tujuan agar dengan disposisinya itu menggampangkan pekerjaan perbaikan Jalan Lando-Noa melalui Penunjukan Lagsung.
Padahal kerusakan jalan Lando-Noa meskipun tetap harus diperbaiki tetapi harus tetap menggunakan mekanisme Lelang atau Tender.Akibatnya, Negara dirugikan sebesar Rp 920 juta.
Menurut Salestinus, Gusti Dula sebagai bupati yang diserahi tugas selaku Kepala Pemerintahan Daerah untuk mengelola keuangan daerah harus mempertanggungjawabkan secara hukum.
Sejumlah fakta lain yang diungkap penyidik dan penuntut umum bahkan di dalam persidangan adalah peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mabar diabaikan oleh Gusti Dula.
Padahal, BPBD memiliki kewenangan strategis dalam menentukan kondisi darurat dan tingkatan Bencana Alam serta perlu tidaknya tindakan Tanggap Darurat bila benar ada bencana alam.
Lebih lanjut kata dia, sikap mengabaikan peran BPBD oleh Bupati Dula, semakin memperkuat hasil penyidikan polisi dan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Hal ini sekaligus memberi keyakinan kepada Majelis Hakim bahwa sebuah tindak pidana korupsi benar-benar telah terjadi.
Siapa-siapa saja pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya akan ditentukan dalam pemeriksaan perkara terdakwa Agus Tama dan Vincent Tunggal, dan lain-lain.
Sementara terkait adanya protes dari masyarakat hinga Bupati Dula dimaki-maki karena Pemda Mabar dianggap tidak cukup melakukan langkah-langkah perbaikan Jalan Lando-Noa yang rusak parah akibat hujan, tidak cukup alasan untuk membenarkan bahwa sebuah bencana alam telah terjadi.
Kata Salestinus, Bupati Dula merasa cukup dengan mengeluarkan disposisi untuk mengubah sebuah kerusakan karena kelalaian manusia menjadi bencana alam.
Dengan demikian terdapat ketidaksesuaian antara disposisi bencana alam dan mekanisme Penunjukan Langsung dari Bupati Dula kepada CV Sinar Lembor Indah untuk perbaikan kerusakan Jalan Lando Noa dengan aggaran Rp 4 miliar.
Menurut Salestinus pula, tidak adanya keterlibatan dan rekomendasi pihak BPBD Mabar dalam menentukan status darurat dan tingkatannya sebagai dasar bagi Bupati Dula mengeluarkan Keputusan Bupati.
Keputusan itu berisi penetapan tentang status dan tingkatan bencana alam di Lando-Noa menurut ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penganggulangan Bencana (bukan disposisi).
Tidak adanya kegiatan Tanggap Darurat oleh BPBD Mabar di Jalan Lando-Noa, membuktikan bahwa peristiwa kerusakannya tidak termasuk dalam kualifikasi bencana alam. Ini melainkan kerusakan karena kejadian biasa akibat kelalaian/kesengajaan manusia karena KKN , sehingga menyebabkan pekerjaan pengaspalan jalan tidak memenuhi spesifikasi yang sudah ditentukan.
“Yang mengejutkan adalah keterangan Bupati Agustinus Ch. Dula dalam sebuah wawancara dengan media Online yaitu, Bupati mengaku bahwa disposisinya tentang Bencana Alam Lando- Noa dikeluarkan agar pekerjaan proyek Lando-Noa bisa dilakukan melalui mekanisme Penunjukan Langsung, karena Bupati sudah mendapat protes dari masyarakat baik melalaui DPRD, SMS, maupun telpon langsung ke Bupati,” kata Salestinus.
Dengan kata lain lanjut dia, pekerjaan Jalan Lando-Noa menabrak sejumlah peraturan perundang-undangan, hanya karena Bupati Dula tidak tahan diprotes dan dimaki-maki oleh masyarakat pengguna jalan itu.
Lantas menggunakan mekanisme Penunjukan Langsung sebagai jalan pintas dengan kemasan bencana alam yang diduga fiktif.
Menurut dia, sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, mengatakan bahwa Gubernur, Bupati, Walikota dan SKPD yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBD diancam dengan pidana sesuai dengan ketentuan pertauran perundang-undangan yang berlaku.
“Maka jika kita hubungkan dengan pernyataan Kajari Manggarai Barat Subekhan bahwa akan ada tersangka baru setelah Terdakwa Agus Tama dan Vinsent diperiksa, maka Tersangka baru dimaksud nampak jelas telah mengarah kepada Bupati Agustinus Ch. Dula sebagai orang yang mengeluarkan disposisi, karena nomenklatur UU bukanlah disposisi tetapi Penetapan Status Darurat dan Tingkatan Bencana Alam berdasarkan Rekomendasi BPBD Kabupaten Manggarai Barat, bukan hasil kajian staf Bupati,” terang Salestinus. (Gerasimos Satria/VoN)