Jakarta-Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) Nasional merespon secara serius kasus dugaan kekerasan yang dilakukan guru, BB terhadap FK, siswa SMP Satap Waiwaru, Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, NTT.
Menurut KPA apa yang dilakukan BB terhadap muridnya itu adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), karena itu pelaku harus dihukum. Demikian hal ini disampaikan oleh Ketua KPA, Arist Merdeka Sirait sebagaimana tertuang dalam pres release yang diterima VoxNtt.com melalui pesan whatsap, Kamis (7/9/2017).
Dia menjelaskan, dalam sudut pandang Theologi, anak adalah amanah yang dianugerahkan dan dan dititipkan Tuhan kepada orangtua dan keluarga. Kemudian dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) anak mempunyai hak hidup dan tidak satupun orang yang mempunyai otoritas menyiksa, mencederai bahkan mencabut hak hidup manusia kecuali sang penciptanya.
“Itu artinya anak mempunyai harkat dan martabat sebagai manusia. Demikian juga dalam sudut pandang hukum, pasal 54 UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak junto UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, bahkan UU Dasar RI 1945 anak harus terbebas dari kekerasan, penyiksaan, penganiayaan, dan merendakan martabat serta diskriminasi,” Jelas Arist.
Dia menambahkan, Sekolah harus menjadi zona bebas dari kekerasan, baik yang dilakukan oleh pengelolah dan pemilik sekolah, guru, peserta didik maupun orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan sekolah. Itu artinya sekolah WAJIB memberikan rasa nyaman dan terbebas dari kekerasan.
Disamping itu, Jelas Arist peristiwa-peristiwa kekerasan yang dialami anak baik fisik dan seksual termasuk juga kekerasan dalam bentuk “bullying” atau perusakan umumnya berdampak pada gangguan psikologis, depresi dan bunuh diri.
Namun menurut dia, apa yang dirasakan FK, 16, siswa SMPN Lembata, NTT bertolak belakang terhadap konsep dan ketentuan perundang-undangan. FK justru menjadi korban bullying terus menerus dari gurunya sendiri, sehingga mengakibatkan FK saat ini mengalami depresi, dan melakukan percobaan bunuh diri dengan menenggak racun.
Kasus percobaan bunuh diri karena dibully BB (32) guru Bahasa Indonesianya, bermula dari Kamis 31/08/17, korban mendapat bullyian atau perisakan dari gurunya. Menurut orangtua FK kepada Quick Investigator Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di Lembata, korban saat ini tengah mendapat perawatan intensif dari pihak keluarga setelah sebelumnya dirawat di RSUD Prof Dr. Johannes di Kupang usai mendapat rujukan dari RSUD di Lembata .
Korban saat ini dalam kondisi depressi berat karena korban sering mendapat hinaan dan cercaan dari gurunya seperti meyebutkankan korban..”kau dari keturunan yang tidak jelas dan miskin, dan mengatakan bahwa makanan anak saya sama dengan makanan babi, bodoh, bahksn menyebutkan tempat tinggal anak ku sama seperi kandang babi,”.
Ejekan dan hinaan ini sering dilakukan gurunya di depan kelas dan teman-temannya peserta didik sepanjang jam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ejekan dan hinaan yang tidak patut dan pantas dilakukan seorang guru mengakibatkan 31 Agustus 2017, selepas pulang sekolah, FK buru-buru pulang ke rumah lalu menenggak racun rumput di rumahnya.
Menurut laporan dari salah seorang keluarga kepada Komnas Perlindungan Anak dan dari berbagai link berita atas kasus ini, adalah sangat disayangkan Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan dan Olahraga Lembata seolah-olah bukan tanggung jawabnya dan tidak mau tahu alias cuci tangan.
Untuk memberikan yang terbaik bagi korban dan memberikan pembelaan hukum bagi FK, Arist menegaskan, Komisi Nasional Perlindungan Anak, sebagai Lembaga independen yang memberikan pembelaan dan perlindungan Anak bersama dengan Quick Investigator LPA di NTT, yang berafiliasi dengan Komnas Perlindungan Anak Medesak bupati Lembata untuk segera memberikan sanksi administratif kepada BB.
“KPA mendesak bupati Lembata segera memberikan sanksi administrative, berupa pemberhentian BB dari pekerjaannya sebagai guru dan memberikan sanksi yang sama, juga kepada Kepala Sekolah dan Dinas PPO yang bertanggung jawab terhadap tupoksinya,” Pintanya.
Dia melanjutkan, sebagai cerminan guru yang seyogianya memberikan rasa nyaman, perlindungan bagi peserta didik.
“Ejekan dan hinaan BB terhadap korban merupakan penghinaan terhadap harkat dan martabat manusia. Dan yang lebih fatal lagi perbuatan dan tindakan BB tidaklah lagi menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai kebaikan. Oleh sebab itu tidaklah pantas lagi BB menjadi guru,” tegas Arist.
Sebelumnya sebagaimana diberitakan Harianpapuanews.com, Rabu (6/9/2017) seorang siswa SMP Satap Waiwaru Nekat meneguk racun rumput karena dibuly gurunya di sekolah, yang mengakibatkan dirinya sakit dan dilarikan ke RSU W.Z Yohanes Kupang. (BJ/VoN)