Bajawa, Vox NTT-Para Peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional (PPAN) melakukan eksavasi di Kobatuwa, Desa Piga Satu, Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada selama dua pekan.
Dalam penggalian di tempat yang mengandung benda purbakala itu, PPAN berhasil menemukan lebih dari dua ratusan potongan fosil gajah purba dan beberapa spesies lainnya.
Spisies itu seperti; fosil buaya, kura-kura, dan komodo purba.
Selain penemuan fosil , Tim PPAN juga berhasil menemukan lebih dari seratus artefak atau alat batu. Artefak ini mengindikasikan adanya kehidupan manusia purba di Kobatuwa.
Jatmiko, Ketua Tim PPAN kepada awak media di sela-sela proses eksavasi baru-baru ini mengatakan, ratusan fosil gajah yang ditemukan merupakan gajah kerdil.
Selanjutnya, alat batu yang ada merupakan artefak yang dibuat manusia karena terdapat jejak pakai pada batu dan tulang hewan.
Menurut Jatmiko, para peneliti sangat selektif dalam menentukan dan mengambil fosil serta temuan lainnya.
Dijelaskannya, luas wilayah sebesar 100 hektare yang merupakan cakupan area eksavasi. Wilayah itu meliputi wilayah Ngada dan Nagekeo.
Dari luas tersebut, terdapat lebih dari 20 situs yang mengindikasikan adanya jejak kehidupan purba, fosil serta artefak.
Saat ini, lanjut Jatmiko, fosil tertua terdapat di area Tangitalo wilayah Boawae Kabupaten Nagekeo. Umur fosil gajah kerdil itu hidup selama 1,4 juta tahun.
Menurut dia, jenis gajah purba ini merupakan jenis stegedon sondari.
Sementara jenis fosil gajah yang ada di Kobatuwa yakni Stegodon Floresiensis. Hampir sama jenis dan usianya dengan fosil gajah di Sangiran Jawa Tengah yang berusia 800 ribu tahun.
Dikatakan, untuk ukuran gajah purba terdapat perbedaan ukuran antara fosil tertua di Tangitalo. Di tempat ini ukuran gajah sebesar kambing.
Untuk ukuran gajah di Kobatuwa dan Sangiran cendrung lebih besar dengan berat sekitar 600 kilogram.
Jatmiko menambahkan untuk saat ini fosil manusia purba tertua yang pernah ditemukan adalah di Matamenge Desa Piga yang berusia 800 ribu tahun.
Penelitian yang dilakukan pada rentang waktu tahun 2014 sampai 2015 ditemukan potongan rahang dan beberapa gigi manusia kerdil, serta artefak pada ukuran dan lapisan tanah yang sama.
Fosil Matamenge ini diperkirakan merupakan nenek moyang dari manusia kerdil di Liang Bua Kabupaten Manggarai, yang berusia lebih muda yakni 60 sampai 100 ribu tahun.
Secara spesifik dijelaskan bahwa temuan Homo Floresiensis di Liang bua lebih populer dikarenakan temuan fosilnya relatif utuh.
Dari 7 individu yang ditemukan, satu diantaranya utuh yang merupakan jenis kelamin perempuan. Tinggi badan 115 sentimeter, memiliki volume otak hanya 400 cc seukuran otak sipanse, dengan aktivitas memanjat.
Sehingga, diduga berasal dari spesies lain yakni, kombinasi manusia purba homo erectus dengan manusia moderen.
Jatmiko mengatakan, hasil temuan mereka akan dibawa ke Pusat Arkeologi Nasional untuk diteliti dan diawetkan.
Jatmiko mengharapkan kepada pemerintah provinsi NTT dan Kabupaten Ngada dan Nagekeo untuk segera menyiapkan museum serta tenaga khusus.
Hal itu agar fosil dan temuan lainnya bisa ditempatkan di wilayah Ngada atau Nagekeo.
Seperti halnya di Kabupaten Ngada terdapat gedung museum objek Air Panas Soa, namun belum memiliki tenaga khsusus.
Diharapkan agar Pemda Ngada segera mengirimkan tenaga khusus museum dan fosil, serta temuan lainnya yang saat ini ada di Jakarta.
Temuan-temuan itu dapat diambil dan dipajang di museum daerah. Hal itu bertujuan agar menjadi aset daerah dan pengembangan wisata cagar budaya.
Dalam rencananya, kata Jatmiko, tahun 2018 mendatang tim PPANt akan kembali melakukan eksavasi di Kobatuwa.
Sebab di dua lokasi eksavasi di Kobatuwa masih terdapat fosil gajah yang belum di angkat.
“Dan target tim adalah menemukan fosil manusia purba di lokasi Kobatuwa, karena indikasi kehidupan manusia purba di wilayah tersebut sudah ada, yakni berupa temuan artefak dan alat batu manusia purba,” kata Jatmiko. (Arkadius Togo/AA/VoN)