Labuan Bajo, Vox NTT-Tidak hanya mengurus korban Perdagangan Orang (Human Trafficking) di Wilayah Manggarai Raya, Suster Yosepina juga serius mengurus ibu rumah tangga atau perempuan kurang mampu di Rumah Perlindungan Perempuan di Labuan Bajo.
Suster yang bernama lengkap Sr.Maria Yosephina Pahlawati,SSpS itu sejak Mei 2017 lalu sudah melatih sejumlah perempuan di Labuan Bajo untuk membuat tempe dan mengola sampah menjadi hiasan bungga.
“Setelah mereka membuat tempe sendiri kemudian mereka menjual ke masyarakat dan semuanya laku,’’ tuturnya.
Memilih memproduksi Tempe dan kerajinan tangan hasil olahan sampah karena pekerjaan itu dilakukan oleh kaum perempuan.
Sehingga, rata-rata yang tinggal di Rumah Perlindungan Perempuan Labuan Bajo adalah perempuan yang tidak mampu melanjutkan sekolah karena orangtua tidak mampu membiaya mereka.
Setiap minggunya, tiga kali memeroduksi lima kilogram tempe bisa mencapai keuntungan Rp 150 ribu.
Hasil dari menjual tempe itu untuk membiaya korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tinggal di Rumah Perlindungan Perempuan.
“Kita harapkan setelah mereka mahir membuat tempe dan kerajinan olahan sampah, mereka akan keluar dari rumah ini untuk bisa mandiri geluti produksi tempe dan kerajinan,’’ harap Suster Yosepina.
Suster yang bekerja di JPIC SSPS Wilayah Flores Barat itu mengaku sangat banyak perempuan yang ingin bekerja menafkahi kebutuhan rumah tangganya di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).
Namun, yang menjadi kendala kaum perempuan tidak mempunyai keahlian dan modal usaha yang cukup.
Sehingga melalui Rumah Perlindungan Perempuan Labuan Bajo nantinya dapat menampung kaum perempuan yang kurang mampu untuk dilatih.
“Saya mau ajak sebanyak-banyaknya ibu rumah tangga yang tidak mampu dan mau melatih kerja apa saja untuk bisa datang di Rumah Perlindungan Perempuan,’’ ajaknya.
Berawal dari Korban KDRT
Sr.Maria Yosephina Pahlawati,SSpS bergerak melatih perempuan kurang mampu di Labuan Bajo berawal dari mendampingi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Daripada dia (Korban) duduk kosong di Rumah Perlindungan Perempuan,kemudian saya mengajar untuk membaut tempe,’’ ujarnya.
Mendampingi korban KDRT tidak mudah, mesti membutuhkan ketabahan.Apalagi, kondisi korban KDRT yang stres atau frustasi dengan persoalan yang dihadapinya.
Usai melatih korban KDRT itu dalam waktu beberapa bulan dan berhasil.
Suster Yosepina akhirnya membuka pintu bagi perempuan atau ibu rumah tangga yang kurang mampu untuk bisa datang melatih cara membuat Tempe dan kerajinan dari sampah bekas.
Berkat keseriusan melatih mebuat Tempe dan kerajinan tangan, Suster Yosepina diminta oleh kelompok ibu-ibu di wilayah Sokrutung, Kecamatan Komodo untuk melatih ibu-ibu diwilayah ini memproduksi Tempe.
“Bulan depan kita mulai melatih ibu-ibu di Sokruteng untuk membuat Tempe,’’ katanya.
Dia berharap agar kaum ibu dan perempuan tidak mampu di Labuan Bajo agar bisa berusaha kecil-kecilan teramasuk memeroduksi tempe untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan kebutuhan lainnya. (Gerasimos Satria/AA/VoN)