Kelamin
Cerpen Ricko W*
Amin sejak kecil penasaran kenapa bapak dan mama melarangnya membicarakan tentang tetek bengek kelamin dalam celana.
Waktu kecil ia dan Ani, teman perempuannya pernah mandi telanjang di danau di ujung kampung. Tak ada yang tahu kelamin itu apa.
“Amin, kenapa kita berbeda?” tanya Ani penasaran setelah melihat selangkangan Amin. Ia terkejut, bukan karena pertanyaan itu tetapi karena ia baru sadar kalau mereka memang berbeda setelah ia melihat selangkangan teman perempuannya itu juga.
Sepulang dari danau, ia mengadu kepada orang tuanya, “ kenapa yang ini berbeda dengan punya Ani?” tukasnya sambil menunjuk ke arah kelaminnya.
Dengan gusar, bapaknya menghardik, “Amin, jangan bicara lagi seperti itu. Tidak baik. Tidak sopan. Masih kecil jangan bicara-bicara tentang itu.”Sebagai anak kecil ia menurut. Namun rasa penasaran itu ia simpan rapi dalam sanubarinya.
Di usia sepuluh tahun, ia bertemu Ani dan keduanya masih menyimpan rasa penasaran yang sama, “Ani, coba buka celanamu, saya mau lihat bagian selangkanganmu.” Ani pun menunjukannya.
Setelah itu giliran Amin yang membuka celananya dan menunjukkan punyanya. Mereka tertawa terkikik tanpa merasa malu. Entah apa yang ada di benak; Amin dan Ani berbeda tapi tetap bahagia dengan kelamin mereka masing-masing.
Tiba-tiba saja, di tengah kebahagiaan bermain dua bocah kecil dengan celana masing-masing yang masih melorot, seorang guru datang dan terkejut melihat dua bocah ingusan di hadapannya sedang saling menatap kelamin satu sama lain.
“Sedang apa kamu berdua? Cepat pakai celana dan menghadap kepala sekolah,” dengan sangat marah guru itu menjewer telinga Amin dan Ani. Di ruang kepala sekolah mereka dituduh melakukan tindakan bertelanjang ria itu akibat keseringan menonton film porno.
“Film porno itu apa?” tanya keduanya keheranan mendengar kata asing itu diucapkan oleh para guru.
“Film porno itu apa? Itu apa?” Mereka makin penasaran dengan tuduhan tak berdasar apalagi dengan kosa kata asing yang baru melintas di telinga mereka.
Orang tua Amin dan Ani dipanggil, diinterogasi kepala sekolah dan pada akhirnya mereka harus menerima keputusan kalau anak mereka harus dikeluarkan dari sekolah. Amin dan Ani tak pernah tahu salah mereka apa sehingga harus dikeluarkan dari sekolah.
Setelah lama berpisah, di usia tiga puluh tahun Amin bertemu lagi dengan Ani. Persahabatan lama yang sempat putus kini utuh lagi; mereka kembali berteman. Tak terasa benih-benih cinta tumbuh di antara keduanya. Gelora cinta keduanya sedang menggebu-gebu saat sepasang kekasih itu memutuskan untuk ke pelaminan.
Di malam pertama sebagai sepasang suami istri, Amin berujar mesra kepada istrinya yang sedang berbaring di ranjang, “bukalah gaunmu, saya ingin sekali melihat kelaminmu setelah berpuluh tahun tak melihatnya.” Dan dengan senang hati Ani menuruti kemauan suaminya.
“Sekarang giliranmu…” ujar Ani merayu. Amin kemudian membuka celananya dan menunjukan kelamin kepada istrinya. Mereka berdua saling menatap kelamin masing-masing malam itu sambil tertawa terkikik. Keduanya tampak bahagia meski mereka berbeda. Nostalgia masa kecil mereka terulang lagi; kini tak ada yang melarang, tak ada yang menghukum.
Dan demikianlah setiap malam, mereka saling memperhatikan kelamin masing-masing sambil tertawa terkikik tanpa pernah berbuat apa-apa melebihi itu.
“Ternyata kita berbeda, sayang,” cetus Amin sambil membelai kepala istrinya.
Istrinya mengangguk sambil menatap selangkangan suaminya.***
*Ricko W, saat ini bergiat di Komunitas KAHE Maumere
Catatan Redaksi
Cerpen yang Mengganggu Pikiran dan Nalar Pembaca
Oleh Hengky Ola Sura-Redaksi Seni Budaya Voxntt.com
Membaca Kelamin karya Ricko W, edisi Minggu ini semua kita tersentak dengan ‘kenakalan’ Ricko W menggambarkan pembahasan tentang kelamin. Tanpa seting yang jelas terjadi di daerah atau wilayah mana, Ricko sebenarnya mengajak semua yang membaca cerpennya untuk menempatkan pemahaman yang kritis terhadap setiap tanya terhadap pertanyaan-pertanyaan yang kadang tak diduga datang dari sosok yang bernama anak-anak. Seting dalam cerpen ini hanyalah sebuah danau tempat Amin dan Ani mandi. Untuk seting macam ini saya kira satu pengungkapan yang boleh dibilang disembunyikan tapi berkualitas dalam pengungkapan.
Yang saya suka dari keseluruhan cerpen ini adalah kepiwaian Ricko memainkan kata juga karakter tokoh secara amat lugas. Kisah tanya-tanya tentang kelamin dari dua bocah yang akhirnya jatuh cinta dan menikah adalah kisah tentang penjugkirbalikan pemahaman terhadap kelamin yang masih dianggap tabu untuk dijelaskan pada anak-anak. Cerpen ini adalah daya kreatif yang menguncang-guncang kenyamanan kultur dan bisa saja tradisi yang statis. Lewat Kelamin, saya kira Ricko ikut mengafirmasi kepada semua yang peduli dengan setiap tanya anak-anak tentang kelamin untuk berjuang meluruskan pemahaman yang kadang menganggap anak-anak tak tahu apa-apa.
Cerpen Ricko W kali ini sebenarnya ikut mengganggu pikiran dan nalar kita untuk serentak bertanya dalam diri kenapa Ricko menulis begini. Terlepas dari semua tanya tersebut, tafsir yang saya kira paling pasti adalah daya kritis kita musti diasah untuk membangun pemahaman tentang apa saja, tidak hanya soal kelamin secara tepat benar.