( Catatan bagi Pemuda dan kiprah intelektualnya)
Oleh:Hengky Ola Sura
Kru Redaksi Seni Budaya Voxntt.com
Pengalaman sejarah menunjukan bahwa kaum muda selalu mempunyai peranan unik untuk menunjukan kiprah intelektualnya.
KeIndonesiaan yang awalnya tulus dan terus membangsa, dalam seruan ‘kami bangsa Indonesia’ dalam teks kultural 1928, ikrar berbahasa satu, bertanah air satu, berbangsa satu Indonesia dari keragaman itu pernah jatuh dalam otoritarianisme demokrasi terpimpin Soekarno.
Jatuh dalam demokrasi paternalistik keluarga Soeharto hingga persoalan kekuasaan yang terpusat. Dan korupsi yang meretakan ke-Indonesiaan dalam jurang ketidakadilan pusat dan daerah, lokal dan nasional. KeIndonesiaan pun mulai luntur.
Nasionalime pudar dan beberapa daerah di tanah air menuntut berpisah. Pada titik ini kita kembali mengenang perjuangan para pemuda dan kiprahnya. Kiprah pemuda pada setiap generasi punya peranan yang tak bisa dipandang sebelah mata ataupun disepelehkan.
KeIndonesiaan awal justru tumbuh dan lahir dari pemuda. Hal ini menujukan bahwa pemuda sebagai mahkluk istimewah karena peran intelektualnya. Orde Lama tergusur karena kiprah pemuda. Orde Baru lahir berkat demonstrasi mahasiswa yang terkenal dengan angkatan 66, tapi demonstrasi angkatan ’98 pula yang menjatuhkannya.
Setelah rezim itu tumbang, demonstrasi merupakan pilihan tepat berbagai kalangan untuk menyatakan aspirasi mereka, terutama pemuda. Geliat politik dimasa krisis sangat diwarnai aksi-aksi demonstrasi. Pelakunya meluas dari mahasiswa ke berbagai gerakan : prodemokrasi, buruh, dan organisasi kemasyarakatan.
Pada masa pemerintahan Soeharto dan B. J. Habibie, setiap aksi demostrasi selalu dibalas dengan redaman represif oleh aparat keamanan. Pada masa pemerintahan sesudahnya ataupun saat ini aparat relatif menjaga jarak. Berhadapan dengan kenyataan seperti ini maka keIndonesiaan kita perlu diperbaharui lagi.
Menafsir keIndonesiaan adalah sangat urgensi dan signifikan bagaimana pemerintah dan mahasiswa (pemuda) perlu menggalang sebuah cara baru yang lebih kreatif agar ke-Indonesiaan itu semakin elegan dan berwibawa.
Pertama patut dicatat dan disadari bahwa proses menjadi Indonesia adalah perjuangan awal dari ikrar Sumpah Pemuda dan oleh para pendiri bangsa diproklamirkan secara politis pada 17 Agustus 1945 sebagai Republik Indonesia.
Oleh karena itu yang menjadi prioritas bagi pemerintah dan pemuda adalah membangun solidaritas dan menafsirkan keragaman sebagai bentuk yang harus dihormati dalam bahasa hukum dan HAM . Hal ini tidak perlu dipaksakan dengan konsepsi diri ego kelompok dan ego kepentingan atas nama otoritas. Perlu adanya saling menghormati masing-masing perbedaan dengan keberlainannya.
Kedua, menjadi Indonesia di tangan kita berarti riil. Kita berhak serta bertanggung jawab secara penuh untuk bangkit dan membangun, menjadikan bangsa da negara sebagai milik kita.
Dua refleksi pokok yang harus diperhatikan dan jangan sampai membuat keIndonesiaan merosot apabila tidak diindahkan Pertama, korupsi sebagai sumber melemahnya sistem dan demoralisasi moral pejabat pemerintah sampai menciptakan mentalitas dan budaya korupsi.
Inilah yang harus menjadi fokus agar moral pejabat tidak sampai jatuh. Pada tahap ini, pemuda Indonesia hendaknya terus menjadi semacam ‘alarm’ yang mengkritisi pelbagai kebijakan pemerintah yang menyimpang.
Kedua adalah karena kesadaran yang lambat untuk membedakan mana yang privat dan publik; lalu krisis pendidikan yang tidak mampu mencerdaskan kehidupan bangsa dalam cerah budi dan bening nurani, maka harga yang harus dibayar adalah kemerosotan nilai-nilai yang sudah membudaya, anarkisme dan ‘distrust’ Dua hal ini menjadi semacam tafsiran untuk membaca bahwa ke-Indonesiaan bukan milik pemerintah sebagai penguasa tetapi lebih kepada sebagai pelayan yang ada untuk rakyatnya.
Pemuda saat ini pun perlu berpikir bahwa hidup pada alam demokrasi tidak lagi menuntut mereka melakukan aksi demonstrasi secara brutal dan membabi buta tetapi dengan cara elegan merumuskan sebuah konsep diri dan turun ke jalan dengan seruan kritis yang menghadirkan pemerintah (eksekutif ) dan legislatif dalam ruangan untuk memaparkan aspirasi tentang bagaimana menata keIndonesiaan.
Dengan begitu pemuda sungguh membuktikan bahwa kehidupannya kental dengan budaya akademik. Budaya akademik adalah budaya yang secara terus-menerus mencari kebenaran, pengetahuan baru dan menjaga kesucian khazanah pengetahuan dari usaha yang melenceng atau menyimpang.
Pada moment ini, pemerintah diharapkan memperhatikan dan memberi ruang gerak kepada pemuda. Pemuda akan tampil sebagai pejuang yang memiliki andil dalam wacana tentang ‘civil society atau masyarakat sipil sebagai entitas yang diharapkan mampu menjaga stabilitas ke-Indonesiaan.
Pemuda juga sesungguhnya adalah cendekiawan yang punya andil dalam proses nation building dan pembentukan suatu masyarakat politik yang demokratis. Peringatan delapan puluh satu tahun Sumpah Pemuda membawa peran penting bagi pemuda saat ini untuk tidak bisa bersikap pasif, menyerahkan segala-galanya kepada mereka yang kebetulan menduduki jabatan yang memimpin dalam negara dan masyarakat.
Pemuda sebagai cendekiawan muda adalah bagian integral dari rakyat, atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban. Dalam Indonesia yang berdemokrasi pemuda ikut serta bertanggung jawab tentang perbaikan nasib bangsa. Sumpah Pemuda adalah sebuah peristiwa dahsyat, sakral dan transendental.
Sumpah di dalam Sumpah Pemuda merupakan tekad sekaligus ancaman agar tidak ada manusia Indonesia yang berani melanggar persatuan yang diperlukan untuk merenggut kemerdekaan. Segala perbedaan, baik agama, adat istiadat, panutan ideologi, dan sebagainya, bergotong-royong demi cita-cita merdeka.
Peringatan delapan puluh satu tahun Sumpah Pemuda menjadi penting karena dapat menyamakan perbedaan sesuai dengan slogan: Bhineka Tunggal Ika. Oleh karena itu pemuda dan peran intelektualnya pada saat ini harus terus-menerus mencoba mengambil bagian dalam kehidupan bernegara untuk menjaga stabilitas ke-Indonesiaan.
Pemuda yang mendambakan Indonesia, maka pada tataran manapun pemuda dan peran intelektualnya tetap harus senantiasa ada untuk ke-Indonesiaan itu.