Atambua, Vox NTT-Di lereng bukit Fulan Fehan, dari enam ribu orang berjajar memenuhi hamparan padang rumput. Tiba-tiba puluhan orang berkuda keluar dari balik bukit diiringi bunyi tabuhan gendrang, seakan mengejar musuh di bawah sana.
Di bawah lereng, para pria menari sambil membawa pedang. Sementara para wanita beserta anak-anak menari sambil terus menabuh gengrang, seakan membakar semangat dalam perang.
Likurai, nama tarian perang asal Kabupaten Belu, NTT dipertontokan dalam Festival Fulan Fehan, Sabtu (28/10/2017).
Disaksikan VoxNtt.com, tarian kolosal yang dikoreografi oleh Prof. Eko Supriyanto ini berhasil menyabet penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) karena dilakukan lebih dari 6.000 orang penari.
Hadir dalam acara ini Mendagri Tjahjo Kumolo, Anggota DPR dari NTT, Herman Hery, Bupati Belu Willybrodus Lay pimpinan Forlompimda Belu dan ribuan warga setempat. Sebelum tarian kolosal ini digelar, dilaksanakan juga upacara di atas bukit yang berbatasan langsung dengan Timor Leste.
“Saya apresiasi Bapak Bupati, Bapak Herman Hery dan seluruh masyarakat Belu yang telah bergotong-royong memperingati Sumpah Pemuda, meski di tengah terik matahari seperti ini,” kata Mendagri Tjahyo.
Kepada awak media, Herman Hery mengatakan, Festival Fulan Fehan ini bukan saja sebagai peringatan Sumpah Pemuda.
“Ini bagian memperlihatkan dan mempertontonkan kejayaan Indonesia di beranda terdepan Negara Republik Indonesia,” ujar Herman yang merupakan wakil rakyat dari Kabupaten Belu ini.
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan Festival Fulan Fehan merupakan wujud komitmen masyarakat Belu dan pemerintahan daerah setempat untuk terus merawat kekayaan budaya yang dimiliki.
“Harga diri bangsa yaitu NKRI sedang kita pertontonkan kepada dunia internasional dan kepada semua pihak,” tegas Herman.
Dana Desa untuk Rakyat
Dalam sambutannya pada festival itu, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang bertindak sebagai inspektur upacara memberi perhatian khusus untuk pengelolaan dana desa di kabupaten Belu.
Mendagri menegaskan agar Dana Desa dikelola dengan baik dan dikelola oleh masyarakat desa bukan oleh kontraktor.
“Tujuannya agar uang itu bisa dinikmati oleh masyarakat bukan oleh kontraktor” tegas Mendagri.
Senada dengan Tjahjo, anggota DPRD Provinsi NTT, Anselmus Tallo juga menegaskan hal yang sama.
“Menurut pengamatan saya sebagai wakil rakyat selama ini rakyat tidak menikmati dana desa karena pengerjaan proyek infrastruktur di desa dilaksanakan oleh kontraktor” ungkap Tallo.
Karena itu sebagai wakil rakyat dirinya mendesak pimpinan daerah untuk tegas menindak pihak-pihak yang memanipulasi pelaksanaan proyek dnngag sumber dana desa.
“Sebenarnya masyarakat NTT tidak miskin lagi kalau pengelolaan dana desa tepat sasaran. Pengawasan perlu ditingkatkan dan perlu ada tindakan keras” tegas Tallo.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Irvan K