Borong, Vox NTT- Setiap harinya Aven Darto (14) mengaku tak pernah kenal lelah. Setiap kali melangkah di atas jalan bebatuan, ada hasrat mendalam dalam hatinya.
Ia terus bersemangat, kendati harus berjalan kaki sejauh 6000 meter (6 kilometer) pergi dan pulangnya. Setiap hari Darto harus bangun lebih awal sekitar pukul 03.00 Wita dini hari.
Usai bangun, anak asal Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Poco Ranaka, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) itu langsung menyiapkan sendiri sarapan pagi. Maklum, jam ia bangun kedua orangtuanya masih tertidur lelap.
Biasanya, setiap hari pada pukul 04.30 Wita anak sulung pasangan Petrus Suma dan Lusia Jenida itu sudah menyiapkan diri.
Pakaian seragam sekolahnya sudah dikenakan dengan baik. Buku dan peralatan menulis sudah tertata rapi dalam sebuah kantung plastik. Kemudian sepatu sekolahnya ditenteng dengan tangan.
Darto kemudian menunggu teman-temannya di depan rumah. Hari masih subuh, ia dan teman-temannya mulai berjalan sejauh 3 kilometer di atas jalan batu menuju sekolah mereka di SMP Negeri 2 Poco Ranaka.
Dari kampung halamannya, Darto dan teman-teman harus melewati jalan penuh tanjakan.
Ruas yang penuh dengan tikungan tajam tampaknya tidak menjadi penghalang demi hasrat mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari anak-anak SMP Negeri 2 Poco Ranaka asal Kampung Heso ini.
Sesekali kedua kaki Darto dan teman-temannya melangkah lebih cepat. Sesekali pula mereka mengaso sejenak lantaran lelah melewati tanjakan.
Tepat pukul 07.15 Wita Darto dan teman-temannya harus sudah sampai di SMP yang beralamat di Bea Muring, Desa Leong, Kecamatan Poco Ranaka itu.
Sesaat sebelum bel berbunyi menandakan siswa-siswi masuk kelas, Darto dan temannya mulai melihat tempat aman untuk memakai sepatu sekolah.
“Kalau hitung pergi pulang, satu hari kami jalan kaki tempuh 6 kilometer,” kata Darto kepada VoxNtt.com, Sabtu, 21 Oktober 2017 lalu.
Teman seperjuangan Darto lainnya, Yulius Wencik mengaku jalan kaki sejauh 6 kilometer tiap hari tidak menjadi penghalang demi sebuah hasrat mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
“Bagi kami jalan kaki ini motivasi. Ini demi masa depan. Yang penting orangtua beri kami kesempatan untuk sekolah,” ujar Wencik.
Dia juga hampir sama pengalamannya dengan Darto. Setiap pagi ia harus bangun cepat dan menyiapkan sendiri sarapan.
Menurut dia, kebiasaan itu selalu dianggap sebagai proses belajar terutama melatih mandiri sejak dini.
Perjalanan sejauh 6 Km pergi dan pulang sekolah kata Wencik, ada kisah senang dan susah. Momen senang ketika mereka ke sekolah didukung dengan cuaca alam yang bersahabat.
Namun, Wencik dan teman-temannya susah ketika cuaca alam tidak bersahabat. Itu seperti saat musinm hujan disertai angin kencang.
Baca Juga: Demi Sekolah, Anak-anak Desa Melo Bertaruh Nasib di Sungai
“Ini tantangan, tetapi harus kami lalui. Celana basah kena embun biarkan menjadi cerita bagi adik-adik kami nanti,” ujar siswa yang masih duduk di kelas 1 SMP Negeri 2 Poco Ranaka itu.
Siswa SMP Negeri 2 Poco Ranaka asal Heso lainnya, Renaldo berharap agar pemerintah kabupaten (Pemkab) Matim bisa membuka SMP di sekitar kampung mereka.
Kebijakan ini menurut dia, untuk mengurangi beban yang harus dilalui anak-anak sekolah asal Kampung Heso. Itu terutama agar anak-anak dari kampung itu tidak lagi berjalan kaki sejauh 6 Km pergi dan pulangnya.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba