Soe, Vox NTT- Pemangku Adat Lopon melarang masyarakat untuk mengolah sekitar 20 hektar persawahan yang berada di wilayah Desa Nenoat, Kecamatan Boking, Kabupaten TTS.
Padahal area ini sudah dikerjakan oleh 60 warga kampung Lopon sejak tahun 1993. Warga menyebut tiga pemangku adat yang melarang pengerjaan sawah ini adalah Thomas Liufeto, Petrus Y Nenabu dan Hermanus M.L Tualaka.
Hal tersebut disampaikan Eduard Nenosono, Isak Nenosono, Kristofel Nenosono dan Amos Nenosono di Lopon kepada Vox NTT belum lama ini.
Menurut Eduard Nenosono, larangan dari ketiga pemangku adat tersebut disampaikan langsung kepada warga yang mengolah persawahan sejak tahun 2011 dengan alasan terjadinya longsor pada tahun tersebut.
“Sejak saat itu kami tidak lagi kerja sawah untuk tanam padi karena sudah dilarang,”ungkap Eduard Nenosono.
Menurut Nenosono, larangan yang dilakukan oleh pemangku adat tersebut dinilai sangat aneh. Pasalnya lahan yang dikelolah kelompok tani Lopon adalah lahan mereka pribadi bukan lahan milik pemangku adat.
Namun warga Lopon masih menghargai pemangku adat sehingga mereka terpaksa berhenti bekerja di area persawahan itu.
“Itu semua lahan milik pribadi kami, tapi kami menghargai larangan tua adat,”kata Eduard yang diamini oleh Amos dan Isak.
Lebih lanjit kata Eduard, sebelum larangan dikeluarkan, pada tahun 1993 sudah ada doa penyerahan dari pemangku adat agar warga Lopon bisa mengelolah lahan persawahan untuk menanam padi.
Bahkan pada tahun 2007 proyek irigasi dari Dinas Pertanian TTS mengalir ke area persawahan tersebut serta bantuan 2 buah hand tracktor untuk dua kelompok tani.
Warga Lopon kata Eduard, sudah mengadu baik ke Dinas Pertanian maupun ke DPRD setempat. Bahkan pernah mengadu langsung ke Bupati TTS. Namun hingga saat ini belum ada jawaban yang mereka peroleh.
Warga Lopon berharap agar ada pihak yang memediasi persoalan tersebut sehingga mereka bisa kembali mengolah lahan persawahan untuk menanam padi.
Saat ini mereka hanya mengolah lahan untuk tanaman lain seperti sayur-sayuran, jagung serta tanaman lainnya selain padi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada satu pun pemangku adat yang bisa dihubungi.
Penulis: Paul Resi
Editor: Irvan K