Kupang, Vox NTT- Berbagai kalangan terus merespon kasus “penyerangan” terhadap Wakil Wali (Wawali) Kota Kupang, dr. Hermanus Man oleh beberapa oknum ASN yang tengah viral.
Pengamat sosial politik dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Balkis Soraya Tanof, kepada VoxNtt.com via messenger, Sabtu (4/11/2017) menyampaikan, tindakan beberapa oknum yang terdapat dalam video tersebut masuk kategori kriminalitas, khsusunya kejahatan media social.
Dampaknya kata Balkis adalah akan berpotensi terjadinya kericuhan yang disebabkan ada pihak-pihak yang bisa saja tidak puas melihat pimpinan atau orang dekatnya diperlakukan seperti di dalam video tersebut.
Dalam perspektif Sosiologi kata dia, ada dua bentuk kejahatan dalam kasus tersebut. Pertama, kejahatan Media Sosial. Dimana dengan sengaja memproduksi informasi lalu disebarkan dan dijadikan sebagai konsumsi masyarakat.
Kedua, Kejahatan Birokrasi, dimana Locus dari peristiwa itu adalah di Ruang kerja Wakil Walikota Kupang, yang menurut dia sebagai simbol negara di daerah yg perlu mendapat proteksi dari aparat keamanan, dalam hal ini Pol PP dan Ajudan Wakil Walikota.
Dosen Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Undana ini, menyampaikan, mestinya Pol PP dan Ajudan saat kejadian harus hadir untuk melerai orang-orang yang marah itu, bukan malah diam dan menyaksikan peristiwa itu terjadi.
“Pol PP dan Ajudan itu untuk melerai dan menjaga wibawa birokrasi Kota Kupang yang memilik Ikon KASIH,” tegasnya.
Selain menyebabkan kericuhan social, Balkis juga menjelaskan, peristiwa itu akan berdampak pada pemahaman masyarakat, khususnya anak-anak yang menyaksikan video tersebut, bahwa penyelesaian konflik dengan menggunakan kekerasan adalah sesuatu yang wajar dan sah.
“Akan terjadi imitasi (meniru) oleh masyarakat terutama anak-anak yg mengkonsumsi tayangan tersebut. Bahwa Perilaku Kekerasan dan Kejahatan adalah hal yang absah dalam penyelesaian konflik,” katanya.
Di sisi lain kata dia (Balkis), terjadi disorganisasi social, karena praktek perilaku beberapa oknum dalam video itu menunjukan bahwa melemahnya nilai dan norma sosial yg mengikat masyarakat untuk berperilaku konformitas (Pengaruh social karena perubahan perilaku seseorang).
Dia juga menegaskan, Perilaku tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang mestinya menjadi dasar pijak aparatur negara dalam bersikap, khususnya sila ke-2.
“Telah terjadi krisis moralitas dan tindakan semena-mena pada orang lain. Kepribadian yg berkebudayaan nilai-nilai Pancasila telah tergerus di tengah masyarakat, akibat kemauan bebas melakukan apa saja tanpa adanya kontrol diri,” sesalnya.
Kemenangan Rakyat
Perilaku orang yang mengklaim diri sebagai tim sukses, yang merasa paling berjasa dalam kemenangan Paket Firman sebagaimana diungkapkan oleh seorang oknum yang disebutkan sebagai kepala sekolah salah satu SMA di kabupaten Kupang dalam video itu.
Kata Balkis, mestinya dalam menyampaikan pendapat harus mengedepankan EQ, kecerdasan dalam mengelola emosi yang mesti dikedepankan dalam menyelesaikan konflik.
Hal ini kata Balkis karena, dalam berdemokrasi, khususnya dalam politik eleksi tidak ada orang yang paling berjasa dalam meraih suatu kemenangan, selain rakyat.
“Mengklaim diri dan kelompok sebagai paling berjasa memenangkan Paket Firmanmu dan melupakan bahwa Kemenangan Firmanmu adalah Kemenangan Rakyat Kota Kupang yang menginginkan PERUBAHAN BERANI JUJUR untuk Rakyat,” tegasnya.
Dia pun menawarkan beberapa solusi, diatnaranya Wali kota Kupang bersama Wakil dan Pihak yg merasa dirugikan harus duduk bersama, berdialog dan melakukan rekonsiliasi.
“Sebaiknya berdialog, melakukan rekonsiliasi sebagai wujud implementasi Sila ke-4 Pancasila, musyawarah mufakat dengan pendekatan kekeluargaan. Jadi, gunakan kecerdasan social dalam menyelesaikan konflik, agar tidak sampai ke ranah hokum,” ungkapnya.
Baca: Kadar Etika dan Moral ASN “Penyerang” Wawalkot Rendah
Penulis: Boni Jehadin