Kupang, Vox NTT- Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPRD NTT menolak pengalokasian anggaran tahun 2018 untuk pembangunan gedung baru dan monumen Pancasila.
Pasalnya, pembangunan gedung baru DPRD NTT dan monumen Pancasila dinilai bukan kebutuhan mendesak.
Ketua FPD DPRD NTT, Winston Rondo beralasan, APBD mesti berpihak pada kepentingan dengan mengutamakan kebutuhan dasar rakyat yang bersifat mendesak.
“Hindari pembiayaan yang terkesan memboroskan anggaran,” ungkap Winston melalui pesan WhatsApp, Rabu (22/11/2017) siang.
Menurut dia, saat ini rencana dua item pembangunan itu menuai kritikan yang meluas dari publik melalui media massa.
Sorotan tersebut tentu saja menunjukkan betapa pembangunan itu tidak selaras dengan kepentingan rakyat. Sebab itu, FDP DPRD NTT meminta tidak boleh dilanjutkan.
Fraksi partai besutan Susilo Bambang Yudoyono, kata Winston, tetap konsisten untuk terus berupaya mewujudkan politik anggaran di NTT yang mengutamakan kemanusiaan.
Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Kupang ini juga mendorong kebijakan berpihak kebutuhan mendesak dan prioritas.
Itu seperti, pada ibu-ibu hamil dan melahirkan. Selanjutnya, kebijakan harus berpihak pada anak-anak NTT yang mengalami stunting dan kurang gizi.
Lalu, kepada korban bencana kekeringan yang mengakibatkan gagal tanam dan panen, serta guru kontrak dan komite yang dibayar sangat rendah.
Lebih lanjut ungkap Winston, kebijakan anggaran mesti berpijak pada 70 persen sekolah-sekolah di NTT yang perlu direhab ringan dan berat.
Menurutnya, beberapa persoalan ini kondisinya sedang mendesak.
“Setelah evaluasi, Fraksi Partai Demokrat temukan, politik anggaran APBD kita masih fokus urus bangun jalan dan jembatan, gedung-gedung megah dan mewah. Belum sungguh-sungguh terpanggil untuk urus manusia NTT seutuhnya,” katanya.
Winston menegaskan, FPD secara khusus memberikan pendapat politik agar fokus terhadap sektor–sektor yang menjadi perhatian utama, yakni pendidikan dan kesehatan.
Tak hanya itu, FPD juga kata dia, mendukung pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk dana BOS daerah untuk mendukung operasional pendidikan dan pembiayaan guru kontrak komite.
“Harus ada inisiatif kebijakan dan anggaran untuk mengangkat guru komite di SMU dan SMK, yang menjadi kewenangan provinsi sesuai ketentuan aturan menjadi menjadi guru kontrak daerah provinsi,” tuturnya.
Karena itu, Winston berharap pemerintah perlu melakukan kajian dan analisa mendalam dari aspek kebutuhan, profesionalisme dan kondisi lembaga pendidikan yang ada sebelum melakukan mutasi.
“Karena fraksi kami mendapatkan laporan, adanya kebijakan mutasi para kepala sekolah dan guru yang mengkhawatirkan, karena berdasarkan alasan yang tidak jelas, seperti yang juga saat ini dikeluhkan juga terkait kebijakan mutasi dilingkup pemerintah provinsi, yang terkesan masih jauh dari semangat the right man on the right place,” tutupnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Boni Jehadin