Kupang, Vox NTT- Laboratorium Psikologi Politik (LPP) Universitas Indonesia (UI) merilis hasil survei opini pakar bertajuk “Mencari Kandidat Gubernur Terbaik NTT” pada Minggu, 26 November 2017 di Hotel Neo, Kupang, NTT.
Sebanyak 302 orang pakar NTT berpartisipasi dan memberikan penilaiannya terhadap kandidat dalam survei ini.
Dalam rilis survei yang dimoderatori oleh Dr. Rufus Patty Wutun (Akademisi Undana) ini, turut hadir tiga orang pembahas, yaitu Prof. Dr. Hamdi Muluk (Ketua LPP UI), Dr. David B.W Pandie (akademisi Undana) dan Michael Rajamuda Bataona (pengamat politik).
Temuan survei ini mengungkapkan bahwa Marianus Sae dinilai para pakar sebagai kandidat terbaik hampir di semua aspek, yaitu pada aspek visioner, kemampuan memimpin, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan politik, dan kemampuan komunikasi politik.
Sedangkan untuk aspek integritas moral, gaya kepemimpinan, dan temperamen (emotional stability), Kristo Blasin dinilai pakar sebagai kandidat terbaik.
Secara lebih rinci, untuk dimensi kompetensi, Marianus Sae berada di peringkat pertama dengan nilai rata-rata 7.22, diikuti Kristo Blasin di peringkat kedua dengan nilai rata-rata 6.88, dan Christian Rotok di peringkat tiga dengan nilai rata-rata 6.82.
Sedangkan pada dimensi integritas moral, Kristo Blasin berada di peringkat pertama dengan nilai rata-rata 7.04, diikuti Marianus Sae di peringkat kedua dengan nilai rata-rata 6.57, dan Christian Rotok di peringkat ketiga dengan nilai rata-rata 6.44.
Aspek Moral Integrity Diragukan
Dari beberapa aspek yang diukur dalam survei ini, aspek integritas moral Marianus Sae (MS) ramai diperbincangkan khalayak. Pasalnya di tengah merebaknya dugaan skandal moral bupati Ngada dua periode ini, hasil survei pada aspek moral integrity (integritas moral) justru menempatkan dia pada posisi tertinggi.
Dalam salinan rilis yang diterima VoxNtt.com, Minggu (26/11/2017) sore, diungkapkan nilai integritas moral Marianus Sae sebesar 6,57%, Christian Rotok 6,44%, Esthon Foenay 6,40%, Ray Fernandez 6,17% dan disusul beberapa nama berikutnya.
Hasil survei pada aspek ini diragukan karena sejak tahun 2013 lalu, Marianus disebut-sebut telah menghamili mantan pembantunya yang berinisial MNS hingga membuahkan seorang anak lelaki berinisial RF.
Gregorius Kune dalam aksi di Jakarta 23 November 2017 lalu mengungkapkan kasus ini telah diadvokasi oleh para suster dan pastor di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berdasarkan keterangan Ketua Tim Relawan Kemanusiaan untuk Flores (TRUK-F), Suster Eustochia Monika Nata SSpS, kata dia, korban melahirkan seorang bayi laki-laki pada 7 Mei 2012, hasil hubungannya dengan Bupati Marianus. Namun, bupati selalu membantah hal ini.
“Bahkan Suster Eustochia mengatakan pada November 2013 bahwa pihaknya mempunyai data data berupa catatan, surat kuasa, rekaman, video wawancara,” katanya.
“Semua data itu menyebutkan bahwa ayah biologis anak dari Maria Sisilia Natalia adalah Bupati Ngada,” lanjutnya.
BACA: Diduga Cacat Moral dan Hukum, PDIP Diminta Cabut Dukungan ke Marianus Sae
Suster Eustochia Monika Nata SSpS sendiri mengakui hal itu. Seperti dilansir dari indonesia.ucanews.com (08/11/2013), Suster menekankan, bukan hanya TRUK-F yang siap menjadi saksi di depan sidang peradilan, tetapi pihak Komnas Perempuan pun bersedia untuk menjadi saksi ahli atas kasus ini.
“Kami memiliki bukti yang kuat dan yang jelas klarifikasi atau bantahan Bupati itu adalah bentuk pembelaan diri”, tegasnya.
Berikut adalah video temuan TRUK-F yang kini tersebar di facebook.
Lalu bagaimana dengan objektivitas survei ini?
Pengamat Politik dari Sophia Institute Kupang, Lasarus Jehamat menilai seorang responden seharusnya melihat dan membaca rekam jejak sosok yang dinilai itu.
“Kalau dinilai oleh akademisi, akademisi itu harus benar-benar merujuk pada data dan bukan karena isu. Hasil riset ini baik. Tapi di satu dua aspek, beberapa akademisi masih lemah dalam memberikan penilaian ke beberapa calon tertentu” pungkas Jehamat saat dikonfirmasi VoxNtt.com, Senin (27/11/2017).
Menurut dia, penilaian aspek integritas moral dalam survei ini dinilai tidak berdasarkan data dan hanya berbasiskan pengetahuan luar dan bersifat umum.
“Karena itu, di aspek tersebut, riset ini amat diragukan” tegasnya.
Untuk diketahui, para pakar yang berpartisipasi dalam dalam survei ini yakni 29.3% berlatar belakang sebagai akademisi, 14.1% dari kalangan profesional, pengamat politik sebanyak 0.7%, dan konsultan politik sebanyak 9.2%.
Responden lain yakni tokoh masyarakat/budaya, agama sebanyak 19.9%, pers sebanyak 3.4%, tokoh partai sebanyak 0.3%, pebisnis sebanyak 9.8%, LSM sebanyak 4.0%, tokoh muda sebanyak 11.4%, dan pakar manajemen tata kota sebanyak 2.0%.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Irvan K