Denpasar, Vox NTT– Pertemuan Tim Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan para jurnalis asal NTT di Bali, terkait kisruh pernyataan Muhadjir Effendy berakhir Deadlock.
Selain 38 wartawan yang tergabung dalam PENA NTT Bali, pertemuan tersebut juga diikuti oleh puluhan perwakilan Mahasiswa asal NTT di Bali.
Pertemuan yang berlangsung di Center Point Renon, Denpasar, Bali, Kamis (7/12/2017) malam itu terlihat begitu memanas sejak awal dan sempat skors selama 10 menit.
Namun demikian, pertemuan berakhir buntu, lantaran tim dari Kemendikbud tidak membuka rekaman atau transkrip pernyataan utuh Mendikbud, sebagaimana tuntutan PENA NTT Bali.
Karena buntu, pertemuan pun akhirnya ditutup.
Namun sebelum ditutup, PENA NTT memberikan waktu kepada tim Kemendikbud untuk menyiapkan rekaman dimaksud, sekaligus memberikan deadline kepada tim Kemendikbud untuk menyiapkannya sekaligus menjadwalkan ulang pembahasan.
“Kami minta waktu hingga Selasa (12/12/2017),” kata salah seorang staf Kemendikbud, yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Sementara para jurnalis, mendesak agar dalam pertemuan lanjutan pekan depan, Kemendikbud sudah menyiapkan rekaman utuh pernyataan Kemendikbud.
Baca: Benarkah Orang TT Bodoh? Ini Tanggapan PENA NTT
“Jika perlu, apabila Pak Menteri punya waktu dan tidak ada agenda mendesak, ada baiknya Pak Menteri sendiri yang hadir dan memberikan klarifikasi. Sebab pernyataan Pak Menteri sudah melukai hati kami, sudah memicu kegaduhan serta dampak yang luas,” ujar jurnalis senior, San Edison.
Jurnalis lainnya, Ambros Boli Berani, juga meminta pertemuan tersebut dihentikan, karena permintaan PENA NTT untuk membuka rekaman justru tidak bisa direalisasikan.
Menurut dia, rapat tersebut sempat diskors dengan maksud memberikan waktu kepada tim Kemendikbud untuk menyiapkan rekaman pernyataan Mendikbud dimaksud.
“Tapi karena rekaman tidak ada, sehingga pertemuan hari ini kita tutup. Tetapi perlu diingat, jika sampai dengan hari Selasa, Kemendikbud tidak bisa memberikan rekaman, maka statemen klarifikasi apapun dari Mendikbud, sejak malam ini sampai hari Selasa, kami anggap sebagai kebohongan publik,” tegas Ambros Boli Berani.
“Hari Selasa, jika Mendikbud tidak bisa memberikan rekaman dimaksud, maka Menteri harus meminta maaf kepada masyarakat NTT melalui Jawa Pos, yang memuat pernyataan Menteri. Karena stigma buruk soal NTT, sudah terbentuk di publik pasca pemberitaan Jawa Pos tersebut,” imbuhnya.
Ambros Ardin salah satu jurnalis PENA NTT juga menegaskan hal serupa. “Sejak malam ini sampai rekaman itu dibuka di hadapan kami, apapun klarifikasi Mendikbud, kami anggap sebagai kebohongan publik,” pungkas Ambros Ardin.
Pertemuan tersebut kemudian ditutup oleh Koordinator PENA NTT, Emanuel Dewata Oja, dengan catatan agar Kemendikbud berkomitmen untuk memenuhi tuntutan PENA NTT dalam pertemuan lanjutan Selasa mendatang.
Pertemuan ini dipending, guna memberikan waktu kepada tim Kemendikbud yang dipimpin Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BKLM Kemendikbud) Ari Santoso, untuk menyiapkan rekaman dan transkrip utuh statemen Mendikbud yang memicu kegaduhan beberapa hari terakhir.
Selain tuntutan jurnalis, perwakilan mahasiswa asal NTT di Bali juga menitipkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi untuk memprotes pernyataan Menteri tersebut.
Penulis: GN
Editor: Boni Jehadin